Tari Oglek khas Tuksono merupakan salah satu kesenian rakyat tradisional yang dipentasan secara berkelompok dengan jumlah personil 4 penari , 1 pawang dan 6 pengrawit.Tarian ini mengajak penonton untuk hidup rukun bersama dan mengajarkan saling menghargai perbedaan dalam hal apapun.

Tarian ini identik dengan tari Pacak Joggo dimana para penarinya menggunakan ikat kepleng, jarik sapit urang, celana panji, dengan mengendarai kuda kepang bersenjatakan pedang bambu. seiring dengan perkembangan jaman gending atau musiknya dapat menyesuaikan dengan gending kreasi baru yang tentunya tidak mengubah gerakan dasar tarian ini.


Download Oglek


Download Zip 🔥 https://bytlly.com/2yGbbH 🔥



Mengenai inti alur cerita tarian ini mengambil kisah dari Babad Panji Asmara Bangun yang mengisahkan para prajurit yang berperang dalam perebutan tahta, kekuasaan, antara Arya Penangsang dan Raden Sutawijaya yang pada akhirnya dimenangkan oleh Raden Sutawijaya. Biasanya tarian oglek seperti ini ditampilakan saat ada acara seperti pernikahan, kelahiran, khitanan anak ataupun hajatan lainnya.

Bila kita menelusuri tepian sungai progo,yang masuk wilayah Sentolo, Kabupaten Kulonprogo. Maka kita akan menemukan Desa yang bernama Desa Tuksono. Di mana Desa Tuksono memiliki Luas wilayah kurang lebih 11.000 Ha Dengan Topografi dataran rendah dan Bantaran sungai, baik yang membentang dari ujung Utara sampai perbatasan dengan desa Srikayangan dan desa Ngentakrejo. Desa Tuksono memiliki jumlah penduduk Kurang Lebih 8000 jiwa. Maka di sana kita akan menemukan berbagai Jenis-jenis kesenian tradisional yang masih hidup dan dilestarikan oleh warga Desa Tuksono.

Salah satu kesenian Tradisional yang populer adalah kesenian oglek, jenis kesenian ini begitu terkenal dan sangat diminati oleh masyarakat Desa Tuksono dan daerah daerah sekitarnya. Lalu bila di lihat lebih dalam lagi, bahwa kesenian Oglek ini ternyata sudah ada sejak 1957 yang di ciptakan oleh Mbah Rubikin Noto Sruntul Sunaryo atau sering di sebut Mbah Noto Sruntul.

Meski kesenian Oglek sudah populer, namun para pelaku pelaku kesenian Oglek masih tetap menjaga pada aturan aturan yang baku ( Pakem ) yang ada pada gerakan gerakan tariannya maupun Tampilannya. Gerakan gerakan tari yang menurut pakemnya diantaranya: Sesembahan, Pacak, Jonggo, Jejogetan, Jurus, gerakan Memutar, Penari di cambuk Pawang, Penari mengambil kuda, Perang Penari, Perang Pawang, Kuda di lepas penari, Jogetan atau Cantrikan kemudian diakhiri dengan Pawang penyembuhan Ke- 4 penari Oglek.

Berbicara mengenai tarian Oglek Khas dari Desa Tuksono, maka kita harus terlebih dahulu mengerti apa itu Oglek, dan siapa penemu pertama kalinya. Setelah menelusuri Jejak dan beberapa narasumber maka kami menemukan sosok seorang Sesepuh desa Bulak Desa Tuksono. Beliau bernama Mbah Rubikin Noto Sunaryo. Dari beliau inilah banyak cerita cerita dan kisah hidup yang kemudian melahirkan sebuah karya seni Oglek.

Menurut Mbah Noto ( demikian bapak Rubikin Noto Sunaryo biasa disebut ), tarian oglek ciptakannya itu di hasilkan pada tahun 1957. Dimana pada saat itu baru terjadikesulitan pangan dan Ekonomi. Hanya sekedar makan 3x sehari saja terasa sulit. Keadaan saat itu benar benar dalam situasi darurat pangan. Maka untuk mengurangi kepenatan, yang ada dalam pikiran beliau, maka beliau pergi ke Alun alun Kraton Yogyakata. Tanpa di duga di keraton lagi ada festival beberapa Group Jatilan . Dari sekedar nonton Jatilan itulah Mbah Noto Terinspirasi untuk menciptakan Gerakan gerakan yang mengandung spirit kejuangan Prajurit prajurit Mataram.

Kemudian berawal dengan alat alat musik yang sederhana dan seadanya, yakni : Kenting, Thingthung, Kempul Kecil dan Besar, dan Gong. Kesemuanya itu terbuat dari kayu dan Kulit dan semuanya itu di jadikan modal untuk membangun sebuah group seni Oglek tradisional, lalu beliau memperkenalkan tari tarian Oglek tersebut kepada masyarakat sekitar

Nama Oglek itu sendiri adalah sebutan dari para penonton, hal tersebut karena dalam tarian tariannya para pemain sering memperagakan gerakan gerakan kepala yang Oglak Oglek. Tarian Oglek yang khas dari Tuksono Selalu dibawakan dengan aktraktif oleh kelompok kelompok Oglek yang ada di Tuksono. Sedangkan di Tuksono sendiri ada 6 Group kesenian Oglek diantaranya

Oglek juga mempunyai gerakan ritmis pada Tarian tariannya, seperti gerakan Beladiri. Oleh karena Oglek memang diciptakan dan dikembangkan hingga saat ini di desa Tuksono, maka dapat di katakan bahwa desa Tuksono merupakan pusat kesenian Oglek yang ada di kecamatan Sentolo Kabupaten Kulonprogo. Dari Group group kesenian Oglek yang ada di Tuksono saat ini, merupakan sebuah gambaran tentang Eksistensi seni Oglek yang begitu dikenal,Lahir dari sebuah perenungan yang begitu dijiwai dari seorang Mbah Noto dalam menyikapi keadaan keadaan sulit dengan kearifan jiwa kreatifitasnya.

Setelah merasa pas, ia mengajak kawan-kawan yang masih terhitung sanak keluarga untuk belajar kesenian baru hasil ciptaannya. Kawan-kawannya setuju dan menyambut dengan penuh semangat. Tukinin, sugiyanto, wiro mularno dan giman diplot sebagi penari, sedang hadi supono, ngadirin, ponikin dan sakijo untuk memainkan alat music terbangan sederhana, yang terdiri dari kenting, thinthung, kempul gede, kempul cilik, gong kayu dan 2 buah bende. Rubikin sendiri bertindak sebagai pawing sekaligus pelantun tembang shalawatan.

Setelah berlatih ala kadarnya dicoba untuk pentas perdana di rumah bapak Tahir dusun Mbulak desa Tuksono, Sentolo, Kulon Progo. Walau terbatas (tanpa seragam pentas, tanpa sound system), dengan jaran kepang pinjaman, pentas berjalan lancer. Warga sekitar berdatangan ingin mengetahuai apayang terjadi. Setelah memainkan beberapa babak, para pemain kelelahan, sehingga pentas dihentikan. Penonton belum puasmeminta kepada Rubikin sebagai ketua rombongan agar esok hari p[entas kembali sekligus memberi kesmpatan warga yang belum sempat menonton pada hari itu. Rubikin setuju esok harinya warga yang berdatangan semakin banyak.

Setting cerita ogleg mengambil lakon Babad tanah Jawa yaitu adegan perang prajurit jipang panolan yang dihimpun Adipati Arya Penagsang dengan prajurit panjang dibawah pimpinan Danang Sutawijaya. Sutawijaya menunggangb kuda betina batikan dan Arya Penangsang naik kuda jantan gagah yang bernama Gagak rimang. Kedua pasukan hanya dipisahkan sungai. Arya penangsang menyerbu ke sebrang sungai diman sutawijaya dan pasukan panjang berada.

Perang tanding dua pasukan tak terelakkan. Pada suatu kesempatan sutawijaya berhasil menusukkan Tombak Kyai Pleret pusaka kerajaan panjang ke lambung arya penagsang hingga ususnya terburai. Karena kesaktiannya arya penangsang masih kuat melanjutkan pertempuran. Usus yang terburai diselempangkan di keris Kyai setan Kober yang berada di pinggangnya. Ketika arya penangsang hendak di pinggangnya. Ketika arya penagsang hendak menghunus kerisnya, tanpa sengaja keris tersebut justru menebas putus usus arya penangsang hingga ia tewas seketika.

Penggunaan propertu kuda kepang, pedang bambu, dan busana iket kepleng, jarik sapit urang, celana panji dan sebagainya, tentu dengan maksud penggambaran menyerupai prajurit-prajurit penunggang kuda yang gagah berani di medan tempur

Keadaan sosial ekonomi masyarakat Kulon Progo khususnya dan DIY pada umumnya pada akhir tahun 1950-an benar-benar sulit. Jangankan untuk makan tiga kali sehari, makan sekali sehari saja sulit. Nasi saat itu menjadi barang yang mewah dan mahal. Sehingga yang dimakan sebagai makanan pokok sehari-hari saat itu bukan nasi tetapi berbagai jenis palawija dan umbi-umbian.

Walaupun sulit dalam hal pangan, tetapi kehidupan sosial kemasyarakatan sanggat tinggi. Budaya gotong royong, kenduri dan menjaga kelestarian alam lingkungan yang dipraktikan secara turun-temurun masih terjaga dengan baik. Gotong royong dengan semangat kekeluargaan memandang sesama sebagai satu keluarga besar. Semua anggota masyarakat memiliki sesanti, berat sama dipukul ringan sam dijinjing. Contoh jika ada warga kesripahan (anggota kelaurga meninggal), membangun rumah, memperbaiki jalan, masyarakat tanpa diperintah berbondong-bondong membantu sesuai kemampuan . ada yang membantu tenaga, ada yang membawa makanan. Bagitu juga jika ada warga yang merasakan kebahagiaan, misalnya kelahiran, warga juga berduyun-duyun jagong bayen, sambil mengucapkan selamat. Tradisi kenduri dengan mengundang warga sekitar untuk berkumpul bersama, berdoa dan pulang membawa berkat.

Kini di Tuksono setidaknya ada 3 grup Ogleg yang masih eksis yaitu Kridho Turonggo dari dusun Bulak, Ogleg Langen Budoyo dsurun Taruban wetan dan Ogleg Kridho Wirowo dari dusun Giling. Eksistensi keberadaan grup Ogleg tersebut merupakan sebuah gambaran betapa Ogleg tersebut mengakar di hati warga msayarakat Tuksono, dicintai, diuri-uri agar tetap berkembang dan lestari.

Sesuai Keputusan Bupati Kulon Progo Nomor 310 Tahun 2014 kesenian Ogleg ditetapkan sebagai kesenian unggulan masyarkat Kecamatan sentolo. Hal ini selain karena keunikan di atas, juga didasarkan bahwa dibanding daerah lain di Kulon Progo Ogleg memang lebih berkembang di sentolo. Juga mengingat bahwa awal kemunculan dan perkembangan Ogleg di Kulon Progo berada di Sentolo.

-Kesenian Oglek merupakan tarian khas dari Tuksono, Kulon Progo, tergabung dalam Kelonpok Tari Oglek Langen Budaya -Tarian berkelompok berdurasi 45 menit, merupakan tarian yang atraktif gerakan tarian yang dinamis dengan gaya patah-patah dan memiliki karakter serba perlawanan -Tarian ini mengajak masyarakat hidup rukun dan mengajarkan untuk saling menghargai perbedaan dalam hal apapun -tarian ini ada gerakan tari pacak jangga penarinya menggunakan iket kepleng, jarik sapit urang, celana panji, baju kuning, naik kuda kepang bersenjata pedang bamboo, ada penarinya yang trance. Kesenian oglek dibawakan oleh 4 orang penari inti yang menggambarkan peperangan antara Sutowijoyo dan Arya Penangsang. Ketika trance roh yang dipanggil pawing gerakannya lentur dinamis dan ketika dicambuk oleh pawang tidak merasakan sakit -alat musiknya 3 terbangan besar, 1 terbang kecil, 2 bende, 1 kendang, 1 gong, dengan nada slendro, sesuai dengan permintaan kadang-kadang music kreasi baru tetapi tidak mengubah gerak dasar tari -penarinya sekitar 50 orang rata-rata berusia 45-50 tahun, kesenian turun temurun ini dalam kesulitan regenerasinya -alur cerita mengambil kisah dari babad Panji Asmoro Bangun yang berperang untuk perebutan tahta antara Aryo Penangsang dan Raden Sutawijaya -pada saat pentas ada ritual sesaji yaitu tumpeng, jajan pasar, jenang 7 warna, ayam kampong, kembang setaman -tanggapan kesenian Oglek durasinya sekitar 3 jam dengan 5 adegan -Oglek tampil pada saat ada acara di desa-desa seperti pernikahan, kelahiran anak atau hajadan lainnya 152ee80cbc

descargar peliculas por internet download manager

download football skills

can i download books from hoopla to my kindle