Beranda > Santri Creation > Creation 1
Hidayah to Allah #1
Penulis : Entity 02 - 31 Januari 2025
Ilustrasi : Santri/Mercyvano Ihsan
00.00 WIB
“WOI, APAAN NIH MED?, segini doang bocah lu!?”
Teriakan membahana merobek malam yang lengang, disusul dengan seruan-seruan. Ditengah jalan lebar nan besar tersebut, kedua belah pihak terlihat amat kontras. Pihak kiri beranggotakan tak kurang dari 100 orang. Sedangkan pihak kanan, hanya beranggotakan tak lebih dari 45 orang. Anak sekolahan, umur mereka bahkan belum genap 20 tahun. Parang, gir dan senjata tajam semacamnya teracung
“Gua gak perlu buang banyak nyawa bocah gua cuma buat ngegulung lu pada”
Dan dialah Mehmed-Nama aslinya Muhammad-Pemimpin geng yang ada disisi kanan. Dia sendiri yang melatih anak buahnya buat ‘ngeggulung’ anak geng yang lain yang mencoba mengganggu sekolahnya
“KUMAHA BARUDAK!!!”
“SIKAAAAAT!!!!!!”
Geng yang ada disisi kiri maju lebih dulu. Seruan-seruan membahana semakin menyeruak mengisi malam dari geng yang ada disebelah kiri. Sedangkan Mehmed dan gengnya, tenang. Barulah setelah Mehmed memberi kode dengan tangannya, gengnya maju bagai seekor burung hantu. Tenang, tapi mematikan.
Ilustrasi : Santri/Mercyvano Ihsan
00.27 WIB
Kurang ari 30 menit, masalah beres. Mehmed dan gengnya kembali kebase camp sebagai pemenang. Tawuran malam itu menghasilkan korban jiwa berjumlah 0. Mehmed melarang anak buahnya untuk membunuh siapapun
“Dah, beres, coba jalan”
Dan selain itu, Mehmed juga banyak membantu mengobati anak buahnya yang terluka. Seperti saat ini, Mehmed tersenyum menatap anak buahnya yang kini telah dapat kembali berjalan normal setelah diurut olehnya
“Makasih bang”
Anak muda itu tersenyum, lantas kembali bersama teman-teman yang lain. Tak lama kemudian, sebuah telepon masuk ke hand phone Mehmed yang dengan segera dia angkat begitu melihat siapa yang menelepon
“Siapa bang”
Tanya salah satu anak buahnya yang sedang duduk disebelahnya
“Dari nyokap gua, katanya bokap gua kecelakaan, masuk rumah sakit”
“Terus abang gimana?, balik”
“Yaiyalah, dahlah, gua cabut”
“Yo, moga bokaplu cepet sembuh, ye”
01.00 WIB
“Kondisi Bapak gimana Mak?”
Itulah pertanyaan pertama yang dilemparkan oleh Mehmed kepada Emaknya setelah salim
“YA ALLAH MED!!!, elu bilang cuma mau nongkrong doang kan? Kenapa malah jadi bonyok baret begini? Nah, ngaku lu, tawuran lagi kan lu?”
“E-eh nggak, eh, iya Mak, ampun Mak, sakit Mak”
Mehmed menggeliat, kesakitan begitu Emak menjewernya. Berbeda 180 derajat dengan dia satu jam lalu yang terlihat gagah dan dingin, kini Mehmed tak ubahnya anak kecil yang dimarahi orang tuanya. Senakal-nakalnya dia didunia luar, melawan orang tua tetap haram baginya
“Ya Allah Meed, Med, liat tuh, Bapak lu lagi koma, mati-matian buat hidup, lu yang masih muda malah buang-buang nyawa”
“B-Bapak koma Mak?”
“Ya Med, dokter bilang mereka udah berusaha semaksimal mungkin, tapi Bapak lu katanya emang udah gak bisa di selamatin lagi. Dari tadi dia nyariin elu, tuh, buruan samperin!”
Emak mengatakannya dengan mata berkaca-kaca. Demi melihat itu, Mehmed segera bergerak memasuki perawatan rumah sakit. Mendapati Bapaknya yang telah terbaring lemah diranjang rumah sakit. Matanya mengerjap lemah melihat anak tunggalnya melangkah gontai mendekat
“Med, itu elu kan?”
“Ya Pak, ini Mehmed”
“Gak kerasa ya Med, kayaknya baru kemaren elu belajar jalan, uhuk, uhuk”
“Pak-”
“Tunggu Med, jangan potong omongan Bapak dulu, dengerin wasiat Bapak bae bae”
Mehmed seketika terdiam, menurut.
“Yang Bapak mau, kamu jadi anak baik, belajar yang bener, Bapak tau kamu selama ini lu tawuran buat apa, niat lu emang bae, ngebela temen-temen lu, tapi tolong banget, udahin semuanya, Bapak pengen lu jadi anak baik-baik, pinter ngaji. Atau seenggaknya sampai lu udah bener-bener ngerti agama, tau apa hukumnya tawuran-tawuran begitu. Yang penting, Bapak…mau…elu…jadi…anak…baik…”
TIIIIIIIIIIIIIIIT!!!
Kalimat Bapak terhenti sampai disitu. Mehmed berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis. Dokter suster berlarian mendekat setelah Emak memanggilnya.
17 Juli 1998
Merujuk dari wasiat bapaknya, Emak memutuskan untuk memasukkan Mehmed ke pondok pesantren. Dan disinilah Mehmed berada. Di sebuah gerbang pondok yang gagah menampakkan nama Hidayatullah. Dan titik balik dari hidup Mehmed pun, dimulai.
Karya Ini Hanya Cerpen fiktif semata, jika ada hal yang mirip/terlihat sama, itu hanya sekedar kebetulan.*
Untuk Melanjutkan Bacaan, Baca juga : Cahayaku