Epilog 1

Berita kematian Duke Matthias Von Herhardt di medan perang membuat seluruh bangsa berduka. Setiap surat kabar di negara ini memuat berita kematian di halaman depan tentang kehidupan Duke yang termasyhur. Dan itu merupakan kejutan paling menyenangkan bagi semua orang ketika dia kembali hidup.

Namun, berita mengejutkan tentang pernikahan menggelikan Duke Herhardt dengan cepat menutupi keheranan akan kembalinya Duke Herhardt secara ajaib dari kematian.

Lonceng pernikahan dijadwalkan berbunyi pada akhir musim panas.

Tak terpikirkan: pernikahan antara seorang bangsawan kekaisaran terkemuka dan seorang gadis yatim piatu rendahan. Selain itu, dia adalah putri angkat dari seorang tukang kebun yang bekerja di tanah milik Duke.

Itu hanyalah awal dari masa lalu gadis itu yang penuh petak-petak. Ketika tersiar kabar bahwa dia pernah bertunangan dan akan menikah dengan putra dokter keluarga Herhardt, bahkan keluarga yang memiliki hubungan baik dengan keluarga Herhardt pun merasa sangat prihatin.

"Dia pasti mengalami cedera kepala yang serius! Mengapa dia menakuti semua orang dengan berita seperti itu jika dia waras? Sudah banyak sekali pasien yang masih trauma akibat guncangan perang! Apakah kita membutuhkan lebih banyak kesusahan?!"

"Jika itu masalahnya, tidak mungkin Nyonya Herhardt memberikan izinnya. Kudengar dia bahkan punya anak bersamanya yang lahir pada akhir tahun lalu!"

"Maaf? Jadi Duke terlibat dalam perselingkuhan rahasia, ketika dia pacaran dengan Lady Claudine?"

"Jadi, sekarang Matthias Von Herhardt menikah dengan simpanan yang memiliki anak haram? Ya Tuhan, aku mencium bau perangkap madu."

"Ini adalah pengkhianatan dan penghinaan bagi kita semua. Aku tidak akan pergi ke pesta pernikahan. Wanita yang menyandang gelar Duchess tidak bisa diterima."

Bisikan-bisikan seperti itu mengalir di sekitar kota seperti air pasang atau ujung depan badai yang akan datang. Setiap orang yang Anda temui atau bersosialisasi memiliki pendapat tentang pernikahan Duke Matthias von Herhardt dan wanita kelas bawah yang akan segera terjadi.

Ketika seseorang berani berbicara di depan umum, semua bangsawan akan membentuk barisan di belakang orang yang berani berbicara, menggelengkan kepala dengan jijik dan bergumam pelan. Mereka selalu bersemangat untuk memperkuat sudut pandang sempit mereka, hanya mendukung perjuangan yang menguntungkan mereka secara pribadi. Mereka masih berniat mengambil keuntungan dari situasi ini tanpa memikirkan Duke, yang pernah mereka hormati.

"Tetapi, betapapun hinanya kita menganggapnya, yang kita bicarakan di sini adalah Herhardts. Sulit menjalankan bisnis di Berg jika berselisih dengan mereka."

Kerajaan bisnis Herhardt berkembang pesat. Sulit untuk menyuarakan ketidaksetujuan Anda dengan Herhardt tanpa mengundang kemarahan mereka. Keluarga tersebut berada di ambang ledakan ekonomi yang menjungkirbalikkan status quo. Terutama di daerah perkotaan, dimana mereka mempunyai peran yang sangat menonjol dalam melambangkan tatanan tradisional.

Situasinya tampak lebih mengerikan ketika tanggal pernikahan untuk persatuan yang kontroversial ini semakin dekat. Konflik pecah di kalangan bangsawan ketika mereka tidak dapat memutuskan apakah akan memihak Duke dan mengabaikan keputusannya yang keterlaluan atau memutuskan hubungan dengannya sama sekali.

Pernikahan tersebut ditetapkan pada malam musim panas di negara bagian Arvis yang indah, tepat ketika dedaunan mulai berubah dan memberikan rona cemerlang pada pemandangan tersebut.

Dan Duke kembali mengejutkan semua orang dengan memilih pernikahan kecil yang hanya dihadiri oleh kerabat dekat, sehingga mengakhiri pembicaraan untuk memboikot pernikahan tersebut sebagai bentuk protes. Hal ini tampaknya hanya menambah kemarahan yang semakin besar. Kini Tuan dan Nyonya terang-terangan melontarkan komentar ofensif untuk melampiaskan kemarahan mereka.

Keraguan memenuhi desas-desus ketika pembicaraan beralih ke konspirasi: Duke tidak benar-benar menikah dan itu semua hanyalah aksi publisitas yang membosankan!

Meskipun demikian, pernikahan yang telah lama ditunggu-tunggu tersebut sudah dekat....

Itu pasti terjadi!

*.·:·.✧.·:·.*

Saat cahaya menyinari tirai kamar tidur, yang merupakan pertahanan buruk terhadap terik matahari musim panas, Leyla bisa melihat luka kering di tubuh Matthias.

Sepanjang malam, dia bolak-balik di tempat tidur, tidak bisa cukup nyaman untuk tidur. Dia terbangun sebelum siang hari, berbaring di tempat tidur diam-diam menatap bekas lukanya. Mereka membuat peta kekerasan yang mengerikan di sekujur tubuhnya dan setiap kekerasan yang dia lakukan akan diingatnya. Tembakan di lengannya adalah satu-satunya luka yang dia kenali.

Penampilannya yang biasanya sangat tampan tidak terpengaruh, tetap sama dari segi penampilan setelah dia kembali dari cengkeraman kematian. Selain penampilannya, gerak tubuh dan ekspresi wajahnya tetap tidak berubah, tenang dan tenang seperti biasanya, membawa dirinya dengan aura keanggunan yang sama.

Setiap aspek dari dirinya masih sama.

Itu hanya berfungsi untuk menonjolkan bekas lukanya dengan lebih jelas. Wajahnya yang tanpa cela sangat kontras dengan jalinan luka dan bekas luka kering yang menutupi tubuhnya.

Ketika Leyla pertama kali melihat fisiknya yang hancur, dia menangis. Melihat luka-lukanya membuat hatinya hancur berkeping-keping, membayangkan rasa sakit yang harus dia lalui untuk mendapatkannya.

"Jangan menangis. Lihat, wajahku masih belum tersentuh. Bukankah kamu paling menyukainya?" Matthias memberinya senyuman menggoda, dan menunjuk ke wajahnya yang tidak ternoda untuk menghibur kekasihnya yang menangis.

Leluconnya membuatnya terdiam. Dalam kemarahannya, Leyla meninjunya, tetapi kepalan tangannya hampir tidak mengenai dada pria itu. Dia tidak punya energi untuk mengerahkan banyak tenaga dan menyakiti pria itu sedikit pun.

Seperti hari itu, dia mengulurkan tangan dari bawah selimut dan mulai menelusuri garis di sekitar luka. Waktu akan membawa kesembuhan, namun bekas luka akan tetap ada. Mereka tidak merusak fisik berotot sang Duke, tapi tetap saja dia gagal menghilangkan kesedihannya.

Matthias bergerak, menatapnya dengan mengantuk. Pandangannya yang lembut memancarkan sedikit rasa geli.

"A-apakah itu sakit?" Leyla terkejut, mengira sentuhannya menyebabkan dia kesakitan dan mengganggu tidurnya.

"Tidak... kamu bisa terus melakukannya." Matthias mendorongnya, tampaknya tergerak oleh sentuhannya,

Sedikit bingung di depan tatapan tajam pria itu, Leyla menyentakkan tangannya, "Bangun! Kamu harus pergi sekarang."

"Pergi kemana?"

"Kemana?" Rasa malu muncul, Leyla mengerutkan kening melihat kejadian itu. "Tentu saja kembali ke kamarmu sendiri!" dia melanjutkan dan menunjuk ke arah pintu yang menuju ke kamar tidur bersama mereka. "Sebelum pelayan kamar masuk."

Kedua calon pengantin, yang selama ini tinggal bersama di Ratz Mansion, pergi ke Arvis untuk melangsungkan pernikahan. Pemandangan indah Arvis menyegarkannya, menyemangati tubuh dan jiwanya, namun keadaan cerianya hanya berumur pendek.

Leyla merasa tidak diterima. Desas-desus seputar pasangan ini semakin meningkat setiap harinya, bahkan para staf tidak dapat menyembunyikan pemikiran mereka mengenai masalah ini dan secara terbuka mulai menunjukkan ketidaksopanan mereka. Sepertinya tidak ada seorang pun yang bisa melupakan fakta bahwa Leyla Remmer adalah putri angkat seorang tukang kebun, meskipun mereka wajib memperlakukannya dengan rasa hormat yang layaknya seorang Duchess.

Meskipun sikap orang lain tidak terlalu bermusuhan, Leyla akan tetap merasa seperti orang luar. Dia tidak bisa bertingkah seperti Duchess dalam semalam. Situasi tegang dan tidak menguntungkan ini terasa seperti akan berlangsung selamanya, tidak peduli usahanya. Dia tidak bisa mengungkapkan hal ini kepada siapa pun, tanpa merasa seperti dia mengecewakan mereka.

Dia tahu bahwa kehidupannya setelah menikah dengan Matthias von Herhardt tidak akan bahagia selamanya seperti di dongeng, tetapi hal itu tidak membuat tugas barunya menjadi lebih mudah. Hal ini juga tidak banyak membantu dia mengatasi kesulitan memalukan yang dia alami.

Dia tidak tahu bagaimana dia bisa melewati minggu terakhir ini.

Kediaman Duke di Arvis jauh berbeda dari dunia biasanya. Dia harus memperhatikan setiap kata dan tindakannya. Dia merasa ingin berjalan di atas kulit telur dan perasaan itu bahkan merasuki pikirannya sendiri. Yang terburuk, dia terpisah dari Felix, yang sudah seperti bagian dari jiwanya, sesuai dengan kesukaannya. Ketika dia memprotes, menyuarakan keinginan untuk menjaga Felix sendiri, Elysee Von Herhardt menatap calon menantunya dengan tidak percaya.

"Kamu adalah Herhardt sekarang!"

Jawabannya singkat, tapi Leyla dapat memahami lapisan makna di balik pernyataan sederhana itu. Sebagai anggota keluarga Herhardt, ia diharapkan menerima dan mematuhi semua tradisi dan aturan yang telah ditetapkan tanpa pernah menimbulkan pemikirannya sendiri.

Meski sulit, dia memutuskan untuk melakukan upaya terbaiknya demi Matthias dan putra mereka.

Dia tidak ingin dicap sebagai pembuat onar, apalagi dengan banyaknya gosip yang beredar, itu sudah cukup buruk tanpa menambah bahan bakar ke dalam api.

Sayangnya, semakin ia berusaha berbaur dengan masyarakat, kesenjangan yang ada semakin besar. Terlepas dari gelarnya, dia tidak pernah merasa seperti seorang Duchess.

Dia tidak akan pernah bisa berubah menjadi "ratu" sosialita yang cukup anggun untuk mewakili para pendahulu Herhardt.

Malam pertama yang dia habiskan di Arvis merupakan penangguhan hukuman dari stres dan kelelahan di hari pertama. Malam tiba dengan gelapnya dan Leyla bisa bersantai di kamarnya setelah hari yang melelahkan. Dia aman dari pengintaian, tapi kemegahan dan dekorasi mewah ruangan itu sendiri memengaruhi sarafnya.

Perutnya akan mual setiap kali dia melakukan kontak mata dengan wanita aneh yang tergambar dalam gambar yang menghiasi dinding. Dia merasa seperti ditegur dengan keras oleh tatapan tajam mereka dan hatinya tenggelam. Potret-potret itu bahkan memandangnya dengan pandangan menghakimi.

Dia berharap dia bisa memeluk Felix, untuk merasakan kehangatan dan aroma manisnya. Tapi dia harus membiarkannya, di suatu tempat di kamar bayi, dirawat oleh seorang pengasuh yang dengan susah payah dipilihkan oleh neneknya.

Malam pertama itu, dia tidak bisa istirahat. Kecemasan dan ketakutan terus menghantuinya saat dia berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit, atau ke luar jendela, tidak mampu menenangkan pikirannya yang berpacu. Tapi kemudian, Matthias tiba-tiba muncul di kamarnya, datang dari pintu yang bahkan tidak dia sadari ada di sana.

Awalnya, dia hampir pingsan. Berada di rumah baru, ruangan baru, dengan pintu tersembunyi, namun Matthias segera mengumumkan dirinya, melihat keterkejutan di wajah tunangannya. Dia menggendongnya dan mereka berbaring bersama sampai matahari pagi menghangatkan ruangan.

Leyla masih ingat dengan jelas ketika kedua bangsawan itu memanggil mereka dan melarang "pertemuan" pribadi lagi sebelum pernikahan mereka. Meski memiliki anak bersama, namun tetap ada etika dan tradisi yang harus dipatuhi dan mereka tidak diperbolehkan berbagi kamar sampai mereka menikah.

Jelas sekali, Mathhias menganggukkan kepalanya menyetujui apa pun yang diminta ibu dan neneknya, tapi dia akan "melupakan" momen berikutnya dan menyelinap ke kamarnya di tengah malam.

Di satu sisi, sepertinya mereka melanjutkan perselingkuhan rahasia mereka. Leyla khawatir ibu dan nenek Matthias akan menangkap mereka lagi, tetapi dia tidak sanggup mendorong Matthias keluar dari kamarnya.

Dia selalu merasa lega memiliki dia di sisinya. Rasanya sangat mirip dengan menggendong Felix seperti anak kucing berbulu halus di pelukannya, meskipun dia sedikit lebih besar dan lebih hangat. Di atas segalanya, pelukan erat pria itu memberinya kenyamanan dan kelegaan terbesar.

Saat fajar dengan jelas menghilangkan kegelapan yang tersisa di ruangan itu, kecemasan Leyla mulai muncul lagi.

"Pergi sekarang. Apakah kamu ingin kita ditangkap oleh ibumu lagi?"

Matthias tetap diam. Dia berbaring di lengannya, menatapnya, bibirnya terentang membentuk seringai nakal saat dia melihatnya gugup. Dia merasa sangat menawan melihat betapa dia meributkannya. Dia lucu ketika dia bertingkah seperti gadis lugu yang berusaha menyembunyikan kisah cinta terlarangnya dari orang tuanya.

Matthias tidak ingin menunjukkan tindakan naifnya yang bersifat rahasia. Dia menikmati peran barunya.

"Leyla," suara Matthias dalam dan lembut, namun diwarnai dengan rasa kantuk saat dia berbicara. Suaranya yang mengantuk memiliki daya pikat yang membuatnya tersipu. Dia merasa malu dan canggung, tidak yakin apa yang harus dilakukan dengan tangannya. Dia memerasnya dengan selimut.

"Tersenyumlah, Leyla." Dia berkata, tiba-tiba sambil menyelipkan jari-jarinya ke rambutnya yang tidak dikepang. Ada sesuatu dalam nada bicaranya, isyarat halus tentang perintah yang mengesankan. Ingatannya teringat kembali pada hari ketika dia dipaksa melakukan apa yang dia katakan. Bertindak sesuka hatinya, tertawa, menangis, dan mengemis sesuai keinginannya. Leyla terdiam beberapa saat, sebelum menggelengkan kepalanya.

"Jangan suruh aku seperti itu, aku benci itu."

Matthias berhenti sejenak, memikirkan kata-kata selanjutnya, "Bolehkah aku meminta senyuman darimu, sebagai hadiah?"

"Hadiah apa?" Leyla berkata sambil cemberut. Dia tidak akan menikmati permainan kekanak-kanakan apa pun darinya

"Yah, ini hari pernikahan kita. Kita harus diberi hadiah di hari pernikahan kita, Leyla."

Dia mungkin dengan santai membicarakan pernikahan mereka yang akan datang, tapi jantung Leyla berdebar kencang dan wajahnya tetap memerah karena cemas. Dia menatapnya, mulai berbicara, lalu memandang sekeliling ruangan sebelum kembali padanya. Dia mengangkat alisnya ke arahnya dan wajahnya perlahan-lahan menjadi menyedihkan, seolah-olah dia hampir menangis.

"Aku takut."

"Apa? Kenapa? "

"Entahlah, aku tidak merasa seperti Duchess sungguhan. Saya ingin bekerja keras dan melakukan yang terbaik, tapi bagaimana jika itu tidak cukup? Bagaimana jika aku dan anak kita hanya menjadi beban bagimu?"

"Itu tidak akan terjadi, Leyla." Matthias dengan sangat tenang meyakinkannya yang hampir menghancurkan otaknya karena gugup.

"Bagaimana dirimu tahu bahwa?!"

"Aku tahu." Matthias mencondongkan tubuh dan memberikan ciuman lembut di pipi Leyla. "Karena aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi." Nada suaranya tidak menunjukkan sedikit pun keraguan, seolah dia telah mengulangi percakapan ini. Itu sangat mirip dengan arogansi yang berani. Hampir saja menyulut api amarah dalam diri Leyla, mendengarnya berbicara begitu berani.

Pria ini masih merasa asing dengannya, seolah dia belum mengenalnya sebelumnya.

Dia sangat senang memiliki dia dalam hidupnya dan terharu sehingga dia menepati janjinya untuk kembali padanya. Pada saat yang sama, dia merasa dikhianati karena dia bersembunyi selama dua musim penuh. Dia merasa tidak punya ruang untuk mengeluh, terutama ketika dia dengan santai mengatakan bahwa itu semua untuknya.

Seperti biasa, tidak ada sedikit pun penyesalan atau penyesalan di wajahnya.

Seseorang yang dapat mengarang kematiannya sendiri sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan tidak boleh dianggap sebagai orang baik. Ini membingungkannya dan dia tidak dapat memahami metodenya.

Meski begitu, dia memutuskan untuk berkompromi.

Saat dia berlari ke dalam pelukannya, ketika dia kembali, dia memeluk luka dan kesedihan masa lalu, serta ketidakpastian masa depan.

Yang dia inginkan hanyalah mencintainya.

Untuk mencintai pria ini, dan dicintai olehnya.

Itulah akhir segalanya, segalanya.

"Lagi." Matthias dengan penuh kasih membelai pipi Leyla sambil menatap mata zamrudnya. Dia menahan tatapannya dan tersenyum, dengan rela mengundurkan diri dari segala perlawanan.

Setiap hari, mulai sekarang, dia pasti bisa memberinya senyuman selama sisa hidup mereka. Seperti yang dia katakan, itu adalah pagi hari pernikahan mereka!

Pagi yang dimulai dengan tatapan tenang, senyuman penuh kasih dan ciuman lembut, berangsur-angsur menjadi lebih cerah dan bergairah. Sepasang kekasih itu tetap saling berpelukan, dalam posisi yang sama seperti saat mereka menghabiskan malam itu.

"Aku akan memberimu hadiah juga."

Matthias mencium kening Leyla sebelum meninggalkan kamar Duchess. Leyla hanya tersenyum sebagai jawaban, tetap lemas di tempat tidur, terbelit selimut, tampak lelah setelah pagi hari yang penuh dengan keintiman.

"Itu akan membuatku merasa senang jika kamu menantikannya."

Setelah mengatakan itu, dia keluar kamar dan menutup pintu di belakangnya.