resensi berarti membicarakan dan menilai/beorordelend en bespoken.
Ada beberapa syarat dal menyusun resensi antara lain :
Ada data buku, meliputi nama pengarang, penerbit, tahun terbit dan tebal buku.
Pendahuluannya berisi perbandingan dengan karya sebelumnya, biografi pengarang, atau hal yang berhubungan dengan tema atau isi.
Ada ulasan singkat terhadap buku tersebut.
Harus bermanfaat dan kepada siapa manfaat itu ditujukan.
Ada beberapa syarat dal menyusun resensi antara lain :
Ada data buku, meliputi nama pengarang, penerbit, tahun terbit dan tebal buku.
Pendahuluannya berisi perbandingan dengan karya sebelumnya, biografi pengarang, atau hal yang berhubungan dengan tema atau isi.
Ada ulasan singkat terhadap buku tersebut.
Harus bermanfaat dan kepada siapa manfaat itu ditujukan.
Judul resensi
Judul resensi yang menarik dan benar-benar menjiwai seluruh tulisan atau inti tulisan, tidak harus ditetapkan terlebih dahulu. Judul dapat dibuat sesudah penulisan resensi selesai. Yang perlu di ingat, judul resensi harus selaras dengan keseluruhan isi resensi.
Data buku
Data buku biasanya disusun sebagai berikut:
a. Judul buku (jika buku itu termasuk buku hasil terjemahan, judul aslinya juga harus ditulis)
b. Pengarang (jika ada, tulis juga penerjemah, editor, atau penyunting seperti yang tertera dalam buku)
c. Penerbit
d. Tahun terbit beserta cetakannya (cetakan ke berapa)
e. Tebal buku (berapa halaman)
f. Harga buku (jika diperlukan)
3. Pembukaan (lead)
Memperkenalkan siapa pengarangnya, karyanya berbentuk apa saja, dan prestasi apa yang diperoleh.
Membandingkan dengan buku sejenis yang sudah ditulis, baik oleh pengarang sendiri maupun pengarang lain.
Memaparkan kekhasan atau sosok pengarang.
Memaparkan keunikan buku.
Merumuskan tema buku.
Mengungkapkan kritik terhadap kelemahan buku.
Mengungkapkan kesan terhadap buku.
Memperkenalkan penerbit.
Tubuh atau isi pertanyaan resensi buku
4. Tubuh atau isiSinopsis atau isi buku secara benar dan kronolois.
Ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya.
Keunggulan buku.
Kelemahan buku.
Rumusan kerangka buku.
Tinjauan bahasa (mudah atau berbelit-belit).
Kesalahan cetak (jika ada)
5. Penutup resensi
Bagian penutup, biasanya berisi saran atau pertanyaan bahwa buku itu penting untuk siapa dan mengapa.
CONTOH RESENSI BUKU FIKSI
Tarian Bumi, Air Mata Perempuan di Balik Eksotisme Bali
Judul : Tarian Bumi
Penulis : Oka Rusmini
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Cetakan pertama: Juli 2007
Tebal : 185 halaman
Bali adalah salah-satu pulau di Indonesia yang telah karena terkenal di seluruh penjuru dunia dengan pesona kebudayaan dan ritualnya yang terlihat eksotik. Namun kenyataannya Bali yang dari luar terlihat eksotik tersebut sebenarnya memaksa para masyarakatnya menahan air mata dan luka yang disimpan sendiri dan tak terlihat oleh kebanyakan orang.
Sebagai seorang perempuan keturunan Bali dan tinggal lama di tanah Bali, Oka Rusmini berhasil menyuguhkan ceritanya tentang ritual Bali yang jarang orang-orang ketahui secara mendetail. Novel yang berisi 185 halaman ini banyak menceritakan posisi kaum perempuan dalam kebudayaan Bali yang sebenarnya tak seindah yang orang duga, diantaranya konflik antar kasta Brahmana dan Sudra, dimana kasta Brahmana adalah kasta tertinggi di masyarakat Bali sedangkan Sudra adalah kasta terendah.
Tarian Bumi menceritakan tentang kehidupan perempuan Bali. Luh Sekar, perempuan penari cantik dari Sudra yang kemudian menikah dengan laki-laki Brahmana karena obesisnya mengubah hidup menjadi bangsawan. Perjuangan Luh Sekar menikah dengan seorang bangsawan Brahmana tidak mudah, ia akan melakukan apa saja. Luh Sekar menceritakan semuanya kepada Luh Kenten, Luh Kenten diam-diam menyukai Luh Sekar padahal mereka sama-sama perempuan. Luh Kenten akan merestui pernikahan Luh Sekar dengan Ida Bagus asalkan Luh Sekar bersedia tidur dengannya.
Keinginan Luh Sekar terwujud, ia dilamar Ida Bagus Ngurah Pidada. Luh Sekar berganti nama menjadi Jero Kenanga karena statusnya sebagai perempuan Sudra yang menikah dengan laki-laki Brahmana. Setelah menikah dengan Ida Bagus Ngurah Pidada ternyata hidupnya berubah secara drastis, Luh Sekar harus menuruti berbagai macam peraturan adat di kehidupan griya Brahmana yang berbeda jauh dari kehidupannya yang dulu. Kini Luh Sekar lebih tinggi derajatnya dari semua orang Sudra bahkan ibunya sendiri. Dari awal Ibu mertuanya tidak menyukai pernikahan Luh Sekar dengan Ida Bagus Ngurah Pidada. Terlebih lagi suami Luh Sekar yang suka main banyak perempuan. Bahkan kedua saudara Luh Sekar pun menjadi selingkuhannya.
Luh Sekar melahirkan anak bernama Ida Ayu Telaga Pidada, dia ingin anaknya juga menikah dengan laki-laki Ida Bagus keturunan bangsawan Brahmana. Tetapi semuanya tak seperti yang diharapkan. Kisah hidup Ida Ayu Telaga Pidada penuh lika-liku, karena cintanya pada Wayan Sasmitha laki-laki sudra maka dia harus meninggalkan pangkat kebangsawanannya. Pernikahan Telaga dengan Wayan tidak mendapat restu dari orang tuanya. Mereka takut pernikahan seorang Ida Ayu dengan laki-laki Sudra menjadi contoh yang tidak baik oleh para Ida Ayu yang lain sehingga menjadi aib pada keluarga griya Brahmana. Namun pernikahan itu tetap dilaksanakan karena Telaga mengandung anak Wayan.
Novel ini menggunakan alur campuran, maju dan mundur, akan tetapi lebih di dominasi oleh alur mundur. Gaya bahasa yang digunakan pengarang adalah Bahasa Indonesia dan diselipkan bahasa daerah Bali. Karena menggunkan bahasa daerah Bali maka pembaca sulit memahami apa yang ingin disampaikan penulis, akan tetapi setiap kata yang sulit dimengerti tersebut sudah diterangkan dalam catatan kaki, selain itu ada beberapa upacara atau kebiasaan masyarakat Bali yang dijelaskan dalam cerita.
Seyogyanya novel ini hanya dikonsumsi oleh orang dewasa usia 18 tahun ke atas. Karena banyak menceritakan tentang kehidupan rumah tangga, hubungan suami istri maupun kisah penyuka sesama jenis yang sepatutnya tidak boleh di baca anak-anak di bawah umur.
Cerita yang sangat menarik dan dramatis dari kehidupan yang penuh lika-liku perempuan Bali dikemas baik oleh Oka Rusmini dalam Tarian Bumi. Di tengah kehidupan yang serba modernis sekarang ini ternyata aturan-aturan dan ritual adat Bali sangat mengikat para perempuan sehingga perempuan Bali harus tunduk dan penuh kepasrahan meski selalu mencoba keluar dan memberontak dalam kehidupannya yang penuh dengan kekangan.
Novel ini dapat digunakan sebagai bahan ajar karena di dalamnya mengandung banyak nilai-nilai kemanusiaan dan kebudayaan. Sisi lain dari perempuan Bali yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat umum tersajikan dengan apik dalam novel ini. Penderitaan demi penderitaan yang dialami perempuan Bali diceritakan dalam dengan kritis tanpa menyinggung pihak manapun. Dengan penyampaian itu kita dapat mengambil nilai-nilai kemanusiaan bahwa beban diskriminasi kasta terkadang tidak sejalan dengan apa yang disebut dengan jodoh. Disini juga digambarkan bahwa birahi seksual dan non-heteroseksual itu tidak selamanya bersifat negatif, tergantung pada bagaimana pribadi seseorang untuk menyikapinya. Novel ini benar-benar mengungkap sisi lain perempuan Bali yang selama ini mungkin dianggap tabu untuk dibicarakan. Namun, Oka Rusmini mampu menggebrak paham itu melalui Tarian Bumi. Masalah kemanusiaan lain yang diungkap disini yaitu kemiskinan. Betapa seorang perempuan berusaha menghidupi diri dan keluarganya meski dihimpit kegetiran-kegetiran hidup yang datang silih berganti. Disinggung juga masalah perselingkuhan yang banyak dilakukan oleh masyarakat saat ini. Kita tidak bisa menampik bahwa hal itu memang benar terjadi. Disini kita disadarkan bahwa betapa menyakitkannya mengetahui pasangan kita berselingkuh dengan orang lain, sampai tidak pernah pulang ke rumah, apalagi menafkahi keluarganya sendiri.
Selain nilai kemanusiaan itu, Novel ini juga menawarkan nilai kebudayaan Bali yang mewarnai setiap kisah yang digambarkan. Diskriminasi kasta yang terkadang menyakitkan beberapa pihak seakan menjadi kritikan pada kebudayaan yang telah dijaga selama ini di Pulau Bali. Dengan setting di Pulau Dewata dan banyak menggunakan istilah-istilah Bali dapat menambah pengetahuan pembaca tentang Bali itu sendiri. Diceritakan bahwa kasta Brahmana memiliki posisi yang lebih terhormat seakan menyadarkan kita bahwa kita tidak boleh sewenang-wenang dengan mereka atau kita harus menghargai mereka layaknya para bangsawan. Kita juga diajak untuk selalu percaya kepada Tuhan, meski sesulit apapun hidup ini. Novel ini benar-benar memberikan kita pemahaman tentang banyak hal mengenai kehidupan perempuan yang terkadang tidak seindah tempatnya berpijak, di Bali