Indonesia dalam Era Politik Dinasti
oleh DIVSOSPOL HIU
Indonesia dalam Era Politik Dinasti
oleh DIVSOSPOL HIU
Apa itu Dinasti Politik?
Dinasti politik ataupun politik dinasti adalah salah satu gejala negatif yang timbul dalam tubuh demokrasi Indonesia. Dinasti politik menggambarkan bahwa komposisi kekuasaan dijalankan oleh sekelompok orang yang mempunyai keterpautan dengan hubungan kekeluargaan. Pada sejatinya negara demokrasi harus membuka kran politik seluas mungkin untuk memastikan rakyat terlibat aktif dalam proses politik. Namun faktanya, dengan munculnya politik dinasti telah menghambat partisipasi masyarakat karena status atau hak sosialnya yang jauh berbeda dengan keluarga petahana. Politik dinasti telah merusak makna demokrasi yang sejati, yakni kekuasaan politik atau pemerintahan yang dijalankan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Indonesia dalam Era Politik Dinasti
Tragedi tercorengnya demokrasi
Akhir-akhir ini, publik menyaksikan sebuah praktik politik dinasti yang sangat kontroversial. Menjelang Pemilihan Presiden 2024 (Pilpres 2024), Presiden Joko Widodo diduga kuat terlibat secara politik meloloskan anak kandungnya sendiri, yaitu Gibran Rakabuming Raka, untuk maju dalam pertarungan Pilpres 2024 sebagai calon wakil presiden yang berpasangan dengan calon presiden Prabowo Subianto.
Skema politiknya, Joko Widodo memanfaatkan jaringan keluarganya sendiri yang sedang menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu Anwar Usman. Pada mulanya, Gibran secara konstitusional tidak berhak maju dalam kontestasi Pilpres 2024. Kondisi tersebut berubah pascalahirnya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Ketentuan Tambahan Pengalaman Menjabat dari Keterpilihan Pemilu dalam Syarat Usia Minimal Capres/Cawapres. Praktik nepotisme demikian pada gilirannya membuat Gibran mendapat karpet merah kekuasaan untuk maju dalam Pilpres 2024.
Fenomena Gibran merupakan sebuah praktik politik dinasti yang sangat konkret dan berskala nasional. Operasi politik untuk memuluskan jalan Gibran adalah sebuah parodi rusaknya kualitas demokrasi Indonesia. Bahwa ekses kekuasaan eksekutif terlihat begitu dominan sehingga mampu menghantam kekuasaan yudikatif melalui jaringan kekeluargaan. Prinsip “Trias Politica” yang diajukan oleh Montesquieu mengalami kerusakan yang sangat fatal di Indonesia.
Tragedi itu mungkin terulang kembali
Belum terlupakan akan tragedi rusaknya demokrasi pada perjalanan pencalonan gibran untuk maju pada kontestasi pilpres 2024. Kini publik kembali dibuat geram dengan permainan politik yang diduga dilakukan untuk memuluskan Kaesang Pangarep, putra bungsu dari Joko Widodo pada kontestasi pilgub Jakarta 2024.
Skema yang dilakukan tak jauh berbeda dengan skema politik yang diterapkan untuk memuluskan Gibran. Dimulai dengan MA yang mengabulkan gugatan Partai Garuda untuk mengubah syarat usia calon kepala daerah minimal 30 tahun untuk Gubernur dan 25 tahun untuk Wali Kota terhitung sejak dilantik, bukan lagi saat sejak penetapan pasangan calon.
Putusan ini sontak mengundang perhatian masyarakat, banyak dari mereka yang keberatan dan menganggap bahwa putusan ini seakan dibuat untuk membuka karpet merah bagi putra bungsu Jokowi untuk maju dalam Pilgub Jakarta 2024.
Namun tak berselang lama, MK mengeluarkan putusannya untuk membatalkan putusan MA mengenai perubahan batas umur pada pemilihan kepala daerah. Putusan yang dianggap sebagai angin segar ini nyatanya tak dapat kokoh dalam waktu lama, karena tak lama kemudian DPR RI mengadakan rapat yang dilaksanakan untuk membuat revisi RUU pemilu dengan tujuan menganulir putusan MK tersebut.
Langkah yang dilakukan DPR RI ini menyulut perhatian dari masyarakat dengan ramainya hashtag #KawalPutusanMK pada beberapa platform media sosial. Kabar terakhir yang diterima DPR telah membatalkan pengesahan revisi RUU pemilu terhitung pada tanggal 22 Agustus 2024, namun perjuangan untuk mengawal Putusan MK ini untuk tetap berdiri belum berakhir karena masih ada jarak waktu hingga pendaftaran pilkada dibuka pada 27 Agustus 2024 dan kita tak akan pernah tau apa yang dapat terjadi pada kurun waktu tersebut.