Diaspora Project
(Diskusi Santai Persoalan Sosial Humaniora)
SEASON 01
SEASON 01
DIASPORA (Diskusi Santai Persoalan Sosial Humaniora) merupakan wadah bertukar pikiran, ide, dan inspirasi yang bersifat multidisiplin. Dalam diskusi ini, para peserta akan diajak memperhatikan fenomena sosial dan budaya yang ada di sekitar kita melalui sudut pandang yang berbeda.
DIASPORA #1 - Dinamika Sosial Masyarakat Pesisir di Bali Utara
Sebagai negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan lautan, kehidupan sosial dan budaya di Indonesia tidak dilepaskan dari kehidupan masyarakat pesisir. Data KKP (2019) menunjukkan bahwa setidaknya dua juta warga Indonesia berprofesi sebagai nelayan, belum termasuk profesi lain yang menggantungkan hidup dan ekonomi keluarganya dari kegiatan penangkapan ikan, seperti perajin jalan dan pembuat perahu tradisional. Hal ini membuat masyarakat pesisir sangat rentan akan isu-isu terkait perubahan iklim, pembangunan di wilayah pesisir, hingga kebijakan pemerintah yang sangat memengaruhi kegiatan melaut dan penangkapan ikan.
Di Bali sendiri, komunitas nelayan cukup banyak terdapat di pesisir Bali Utara, tepatnya di Gerokgak, Lovina hingga Sangsit. Perkembangan pariwisata yang tidak segencar pantai selatan, membuat ekonomi dari masyarakat pesisir utara sangat mengandalkan hasil melaut. Dampak pandemi yang sangat memengaruhi mobilitas, hingga persoalan sosial yang muncul akibat ketimpangan akses dan problem kultural di komunitas nelayan, tentunya menjadi topik yang sangat menarik untuk dibahas dari kacamata sosial dan budaya.
Diskusi kali ini tidak saja mengidentifikasi dan menjelaskan persoalan, namun juga mencoba menemukan perspektif alternatif yang selama ini kurang atau belum tersampaikan sebagai upaya mengatasi problematika masyarakat pesisir yang beberapa tahun terakhir mulai kerap dinarasikan sebagai isu penting bangsa ini.
DIASPORA #2 - Peran Pemandu Museum Dalam Pendidikan Sejarah
Dalam beberapa tahun belakangan ini, perkembangan museum dan munculnya berbagai komunitas pecinta sejarah dan budaya membuat peran pendidikan sejarah tidak lagi menjadi monopoli sektor pendidikan formal. Jika sebelumnya sekolah dan universitas merupakan garda depan dalam penelitian dan pendidikan, kini peran museum dan komunitas tidak dapat dipinggirkan dalam pendidikan sejarah di Indonesia. Pergeseran paradigma ini juga dimotori dengan munculnya banyak edukator atau pemandu handal di berbagai museum.
Peran pemandu sendiri sudah sangat berkembang, dari yang semula hanya dianggap ‘formalitas dan syarat’ yang harus dipenuhi keberadaannya oleh museum, kini sudah menjadi profesi yang sangat penting keberadaannya bagi museum. Sebagai jembatan komunikasi antara museum dan masyarakat, banyak kompetensi seorang pemandu yang mirip dengan seorang pendidik sejarah. Kemampuan menyampaikan pesan dengan efektif, improvisasi dan adaptasi, serta empati, adalah beberapa kualitas yang harus dimiliki oleh pemandu maupun pendidik. Kemiripan ini membuat kedua profesi ini dapat saling belajar dan bertukar pandangan.
Dalam diskusi kali ini, akan dibahas secara tuntas mengenai profesi pemandu museum sebagai salah satu ujung tombak museum dalam upaya pendidikan sejarah dari pameran. Selain itu diskusi ini berupaya menunjukkan dinamika profesi pemandu museum, sebagai salah satu potensi karir bagi lulusan pendidikan sejarah.
DIASPORA #3 - Permasalahan Sosial dalam Pariwisata Budaya di Indonesia
(Suatu Perspektif Antropologi Pariwisata)
Ekonomi dunia yang saat ini bergerak ke arah SDG’s (Sustainable Development Goals) membuat pengembangan pariwisata budaya menjadi isu yang ramai diperbincangkan. Pengembangan pariwisata budaya sendiri bukan merupakan hal baru di Indonesia. Sebagai negara yang kaya akan sejarah dan menjadi rumah bagi 1340 suku bangsa, Indonesia tidak kekurangan dalam hal daya tarik budaya. Hal ini dibuktikan dari kemampuan sektor pariwisata memberikan kontribusi produk domestik bruto (PDB) sekitar 4,0 - 4,7 %. Hingga saat ini, Bali masih menjadi destinasi unggulan yang ada di Indonesia, baik dari sisi pariwisata alam atau budaya. Namun destinasi lain mulai memberikan persaingan dengan pengelolaan yang semakin profesional dan upaya pemasaran yang agresif.
Pengembangan pariwisata budaya yang kian gencar ini bukan tanpa resiko. Pengalaman menunjukkan bahwa isu-isu sosial, budaya, dan ekonomi kerap muncul di dalam masyarakat yang menjadi ‘daya tarik’ pariwisata hingga masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pariwisata. Isu seputar merosotnya nilai luhur budaya akibat komodifikasi budaya, gentrifikasi yang membuat warga lokal tergusur akibat harga lahan semakin mahal, kebocoran ekonomi, hingga zero tourism akibat sulitnya mengendalikan investor dan jasa pemandu dari luar komunitas lokal. Permasalahan-permasalahan ini menjadi isu sensitif yang terus menggelayuti pengembangan pariwisata budaya di Indonesia.
Dalam diskusi kali ini, akan dibahas secara mendalam mengenai dampak dari pengembangan pariwisata budaya terhadap masyarakat lokal, terutama dari sudut pandang antropologi. Selain itu diskusi ini diharapkan memberikan informasi dan gambaran mengenai irisan studi dalam ilmu sejarah dan sosiologi, dimana permasalahan sosial bisa muncul akibat pengembangan pariwisata sejarah dan budaya.
DIASPORA #4 - Prasasti sebagai Sumber Data Penulisan Sejarah Bali
Sebagai ilmu yang mempelajari peristiwa di masa lalu, sejarah sangat mengandalkan dokumen tertulis sebagai sumber data primer. Dokumen ini dapat berupa berita di surat kabar, surat berharga, catatan perjalanan, hingga dokumen kenegaraan. Salah satu sumber lain yang sangat penting dalam penulisan sejarah kuno di Indonesia adalah prasasti. Prasasti merupakan tulisan yang dituliskan pada batu, logam, kayu dan bahan lainnya. Prasasti umumnya diterbitkan atas perintah raja pada periode tertentu, sehingga prasasti dianggap sezaman dengan peristiwa yang didokumentasikan. Walaupun ada juga prasasti tinulad yang dikeluarkan lebih belakangan. Prasasti umumnya berisi perintah raja mengenai pajak, pembebasan lahan, upacara hingga informasi penting lainnya yang sangat bermanfaat dalam penulisan sejarah di Indonesia.
Prasasti secara tradisional memang dianggap lebih dekat dengan keilmuan epigrafi dan arkeologi, namun informasi yang ada di dalam prasasti juga sangat diperlukan oleh para ahli sejarah. Namun tentunya diperlukan suatu metode khusus untuk memahami isi prasasti, supaya tidak terjadi kesalahan tafsir dan penulisan sejarah yang tidak tepat. Di dalam diskusi DIASPORA #4 ini, kita akan membahas mengenai prasasti secara mendalam dan perannya dalam penulisan sejarah di Indonesia. Kita juga akan mendiskusikan mengenai peran epigrafi dan arkeologi sebagai ilmu bantu dalam penelitian sejarah kuno di Indonesia, khususnya dalam penulisan sejarah di Bali.
DIASPORA #5 - Kisah dari Perbatasan: Perempuan Adat dalam Nestapa
Peran perempuan dalam masyarakat selalu menjadi kajian yang menggugah dialog dalam diskursus akademis. Terlebih bagi ilmu-ilmu humaniora yang fokus kepada kajian gender. Perempuan dianggap memiliki peran penting dalam pembentukan karakter generasi muda hingga pemenuhan kebutuhan ekonomi di keluarga dan kelompok masyarakat. Peran perempuan tersebut semakin signifikan di dalam kelompok yang rentan maupun kelompok masyarakat yang berada dalam wilayah-wilayah terluar di Indonesia. Namun ironisnya, justru perempuan seringkali mengalami pelemahan kuasa baik melalui jalur kultural maupun ekonomi. Salah satunya adalah perempuan-perempuan dari Suku Dayak Benawan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Dalam Diskusi Santai Seputar Persoalan Sosial Humaniora (DIASPORA) 5 kali ini akan dibahas mengenai kisah dan perjuangan dari para perempuan Suku Dayak Benawan.Bagaimana peran mereka dalam kelompok masyarakat serta banyaknya rintangan kultural dan ekonomi yang dihadapi oleh perempuan di Suku Dayak Benawan.
DIASPORA #6 - Menjadi Guru Kreatif dan Adaptif di Era Merdeka Belajar
Tujuan dari kebijakan merdeka belajar adalah memberikan kebebasan kepada setiap satuan pendidikan untuk berinovasi. Pada dasarnya, Merdeka Belajar hadir untuk menjajaki peluang bagi guru, sekolah, dan siswa untuk berinovasi meningkatkan kualitas secara mandiri. Mandiri tidak hanya mengikuti proses pendidikan dan birokrasi yang ada, inovasi memang dibutuhkan. Guru dan siswa diberi kebebasan untuk mengakses informasi dan metode pembelajaran yang berbeda. Merdeka Belajar memiliki 4 (empat) gagasan utama untuk mewujudkan sistem dan budaya belajar mengajar yang lebih efektif, proaktif, kreatif, inovatif, mandiri, kontekstual, emansipatoris dan tanggap terhadap perubahan global di dunia. Menurut Kemendikbud, untuk mencapai tren tersebut, perlu dihilangkan masalah prosedural dan administratif yang dianggap menghambat efektifitas dan esensi pembelajaran.
Meski demikian, seperti yang terjadi selama ini, para guru selalu dihadapkan pada perubahan kurikulum yang membuat mereka frustasi, tidak hanya persoalan tentang metode mengajar namun juga pola administrasi yang berbelit-belit sehingga guru tidak memiliki banyak waktu untuk mengembangkan diri. Banyak kita jumpai di lapangan yang menganggap perubahan kurikulum hanya persoalan perubahan nomenklatur, ujung-ujungnya para guru lebih berkutat pada adaptasi birokrasi dan administrasi sehingga esensi untuk menciptakan kemerdekaan dalam pembelajaran adalah sesuatu yang mutlak sulit untuk direalisasikan. Frustasi tersebut tidak hanya terjadi pada guru senior. Para guru junior yang cenderung memiliki kecakapan dalam berliterasi secara digital serta adaptif terhadap berbagai perubahan juga mengalami problem yang sama. Tak sedikit dari mereka justru diberikan beban tambahan mengurusi administrasi dan birokrasi yang seharusnya menjadi beban dan tanggung jawab guru senior.
Guna mengantisipasi hal tersebut para calon lulusan sarjana pendidikan harus memiliki kesiapan baik kemampuan pedagogi dan juga manajemen diri. Ke depan arah kurikulum di Indonesia tampaknya akan selalu mengedepankan balancing antara pedagogi dan administrasi yang sekalipun terkesan ada kebebasan (dibaca: kemerdekaan) namun tetap terikat pada “rimba” administrasi. Pertanyaannya kemudian, bagaimana cara agar seorang guru bisa menjadi guru yang kreatif, inovatif dan berprestasi di tengah belenggu kurikulum yang terus mengalami perubahan? Kemampuan apa saja yang harus dimiliki para calon guru ketika kelak berhadapan dengan generasi yang lebih kompleks secara kognitif dan psikologis?
Diaspora kali ini tidak saja mengajak para calon lulusan sarjana pendidikan untuk memahami secara filosofis menjadi seorang pendidik, namun juga strategi membangun kepercayaan diri dan self awareness terhadap segala hal yang nantinya akan mereka hadapi saat menjadi seorang guru, terlebih guru yang mengajar pada rumpun ilmu sosial humaniora yang terkadang sering terjebak pada masalah wawasan sosiologis dan historis sehingga tidak cukup cakap membangun suasana belajar yang inspiratif dan menyenangkan.
DIASPORA #7 - Arsip Sebagai Pendukung Pemajuan Literasi Bangsa
Rendahnya literasi rupanya masih menjadi salah satu permasalahan yang belum usai di Indonesia. UNESCO pada 2016 menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara yang dikaji. Hasil serupa dikemukakan lembaga Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang pada 2022 mengemukakan bahwa Indonesia menempati peringkat 62 dari 70 negara responden. Minat baca ini terutama rendah pada anak-anak usia sekolah. Uniknya, indeks literasi digital menunjukkan cerita berbeda, Indonesia berada di level 3.54 poin dari skala 1-5 yang menunjukkan level ‘sedang’.
Masalah ini tentunya menjadi perhatian tersendiri, terutama bagi dunia akademisi dan pendidikan. Mengingat pentingnya kemampuan literasi dalam mendorong kemampuan belajar, berpikir kritis, pengembangan karakter dan pemajuan dunia pendidikan di Indonesia. Pemerintah juga bukan tanpa solusi, dengan terus didorongnya berbagai program perpustakaan yang inklusif dan upaya mendorong peran perpustakaan sebagai agen literasi di daerah. Di sisi lain, dari prespektif akademisi, hal ini merupakan tantangan tersendiri. Mengingat kita memiliki kekayaan arsip yang disimpan oleh perpustakaan dan lembaga serupa yang sangat penting dalam memahami sejarah perjalanan bangsa.
Mengingat pentingnya isu literasi dan hubungannya dengan arsip bangsa, dalam diskusi kali ini, DIASPORA akan membawakan tema “Arsip Sebagai Pendukung Pemajuan Literasi Bangsa”.