Sumber : https://fitk.uinjkt.ac.id/prodi-doktor-pai-selenggarakan-kuliah-umum-religion-education-in-australia/
Program Studi Doktor Pendidikan Agama Islam (S3 PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyelenggarakan kuliah umum bertajuk “Religion Education in Australia”. Kegiatan yang dihadiri lebih 30 peserta itu dilangsungkan pada Selasa, (15/11/2022) bertempat di ruang sidang lantai 2 fakultas.
Dalam kegiatan tersebut, Prodi S3 PAI menghadirkan dosen tamu, Prof. Desmond Cahill dari RMIT University, Melbourne, Australia.
Dalam sambutannya sebagai Sekprodi S3 PAI, Dr. Sapiudin Shidiq, M.Ag. menyampaikan terima kasih kepada narasumber yang berkenan memberikan kuliah umum kepada mahasiswa S3 PAI. Dalam responnya terhadap materi yang akan disampaikan narasumber, Sapiudin tertarik tentang perbedaan yang mendasar soal beragama antara Indonesia dan Australia.
“Di Indonesia, Islam adalah mayoritas. Mungkin berbeda di Australia. Di sini banyak sekolah Islam yang di bawah pemerintah. Selain sekolah formal, di sini juga banyak pendidikan Islam non-formal seperti pesantren dan majelis taklim,” terang Sapiudin.
Sementara itu, Dekan FITK, Dr. Sururin, M.Ag. menyampaikan apresiasinya atas terselenggaranya kuliah umum yang mengangkat tema pendidikan agama di Australia itu.
“Tema kuliah umum ini sangat bagus dan menurut saya penting sekali, apalagi yang disampaikan ini terkait dengan pendidikan agama secara umum di Australia. Kita berharap, narasumber menyampaikan keberagaman agama di Australia kemudian kita komparasi dengan keberagaman agama di Indonesia. Oleh karena itu, saya menyambut baik kegiatan kuliah umum yang digelar Prodi S3 PAI ini. Semoga menambah wawasan mahasiswa, khususnya mahasiswa program magister dan doktor PAI FITK UIN Jakarta,” ucap Sururin saat sambutannya.
Saat menyampaikan materinya, Prof. Desmond Cahill menjelaskan proses awal mula Australia menjadi negara heterogen.
“Setelah Perang Dunia II, Australia banyak didatangi para migran. Imbasnya, penduduk Australia bersifat heterogen dengan berbagai latar belakang ras, kewarganegaraan, dan agama, di mana muslim menduduki peringkat keempat terbanyak,” jelasnya.
Kemudian, Prof. Desmond Cahill menyampaikan, di Australia, urusan negara dengan agama dipisahkan, dengan menganut model moderat. Pemerintah memiliki peran facilitative, brokering, monitoring, dan protective. Kebebasan beragama bersifat relatif, bukan hak mutlak.
Selanjutnya, sambung Prof. Desmond Cahill, sejak tahun 1970-an, pemerintah sudah mulai mendukung sekolah-sekolah agama secara finansial.
“Di Australia sendiri terdapat banyak sekolah untuk muslim. Namun, terdapat kesulitan. Menurutnya ada 6 kendala yang terjadi kepada sekolah muslim di Australia.
untuk membaurkan komunitas muslim yang berasal dengan berbagai nationality dan bahasa;
menemukan tempat yang cocok;
menemukan kepala sekolah dan staf yang kompeten;
siswa harus menempuh jarak yang jauh ke sekolah;
dalam kurikulum sekolah biasa tidak terdapat konten agama;
siswa tidak menyukai imam dan guru yang berbeda pemahaman dan kepercayaan.
Terakhir yang paling menarik dari materinya, Prof. Desmond Cahill mengutarakan persoalan islampobia di Australia.
“Pertama, 27% muslim Australia pernah mengalami diskriminasi dan kekerasan, terutama perempuan. Kedua, warga Australia mempunyai stereotype negatif terhadap muslim, menganggap bahwa muslim itu mendukung kekerasan,” pungkas Prof. Desmond Cahill.
Kegiatan kuliah umum tersebut berlangsung interaktif. Setelah pemaparan materi, Irfan Mufid, M.A.selaku moderator membuka sesi tanya jawab. Peserta antusias dalam mengajukan pertanyaan.