Demam Keju Lumer: Tren Kuliner atau Ancaman Gizi?
Keju mozzarella telah menjadi fenomena kuliner yang tak terbantahkan di Indonesia, didorong oleh daya tarik visual "keju lumer" yang viral di media sosial dan fleksibilitasnya dalam berbagai hidangan. Popularitasnya yang terus meningkat, terutama di kalangan generasi muda tidak lepas dari peran besar influencer dan tren yang menciptakan sensasi kuliner modern. Proses pembuatan mozzarella sendiri melibatkan tahapan pasteurisasi susu, penambahan bahan pengasam dan rennet untuk membentuk curd, diikuti dengan pemotongan, pemasakan, penarikan (stretching), pembentukan, dan penggaraman. Bahan baku susu sapi yang kaya protein, mineral, dan vitamin menjadikan mozzarella sebagai sumber nutrisi, meskipun kandungan lemak jenuh dan natriumnya perlu diperhatikan.
Maraknya produk yang menggunakan keju mozzarella mencerminkan strategi pemasaran yang cerdas, memanfaatkan daya tarik visual dan tren media sosial untuk meningkatkan penjualan. Dari topping pizza hingga inovasi roti lapis keju berlapis tiga, mozzarella telah merambah berbagai lini kuliner, menarik minat konsumen yang ingin mencoba sensasi baru. Fleksibilitasnya dalam berpadu dengan masakan lokal maupun internasional semakin memperkuat posisinya di pasar. Namun, di balik kreativitas dan komersialisasi ini, muncul pertanyaan penting mengenai dampak konsumsi berlebihan terhadap kesehatan.
Konsumsi keju mozzarella yang tidak terkontrol dapat menimbulkan dampak kesehatan baik dalam jangka pendek maupun panjang. Dalam jangka pendek, kandungan lemak jenuh dan natrium yang tinggi dapat memicu gangguan pencernaan seperti kembung atau diare, kelebihan kalori yang berujung pada obesitas, bahkan risiko lidah melepuh akibat keju yang terlalu panas. Jangka panjangnya, konsumsi berlebihan berpotensi meningkatkan risiko penyakit jantung dan hipertensi. Selain itu, keberadaan bahan tambahan seperti penstabil dan maltodekstrin dalam keju olahan juga menjadi perhatian yang perlu diwaspadai dampaknya terhadap kesehatan.
Maka dari itu, untuk menikmati keju mozzarella tanpa mengorbankan kesehatan, diperlukan pendekatan yang bijak dan seimbang. Himbauan utama adalah membatasi porsi konsumsi sekitar 30-40 gram per hari, memadukannya dengan makanan sehat seperti sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian, serta memilih keju berkualitas baik dengan komposisi yang jelas dan minim bahan tambahan. Penting bagi konsumen, khususnya generasi muda, untuk lebih sadar gizi dan tidak hanya mengikuti tren semata. Dengan memahami proses pembuatan, kandungan gizi, serta potensi dampak kesehatan, kita dapat menikmati kelezatan keju mozzarella sebagai bagian dari pola makan yang seimbang dan sehat.
Sumber:
Dairy Australia (2021) Science Summary: Cheese and Health. Dairy Australia. https://share.google/8btxoMcyXbsZIoxhQ (Diakses pada 30 Juni 2025).
Purba, A. B. F. (2024, 7 Maret) 9 Bahaya Konsumsi Keju Berlebihan. Detik.com. https://www.detik.com/jatim/kuliner/d-7229917/9-bahaya-konsumsi-keju-berlebiha (Diakses pada 30 Juni 2025).
Putri, A. S. (2023, 12 Juli) Chef Devina Hermawan Ungkap Fakta Mengenai Keju: Dari Tren Makanan Bikin Nagih hingga Terbuat dari Susu Sapi New Zealand. Fimela. https://www.fimela.com/food/read/5342845/chef-devina-hermawan-ungkap-fakta-mengenai-keju-dari-tren-makanan-bikin-nagih-hingga-terbuat-dari-susu-sapi-new-zealand (Diakses pada 30 Juni 2025).
Halodoc (2018, 23 April) Cara Nyemil Sehat: Perlu Tahu Sehat dengan Keju. Halodoc. https://www.halodoc.com/artikel/cara-nyemil-sehat-perlu-tahu-sehat-dengan-keju (Diakses pada 30 Juni 2025).
Harvard T.H. Chan School of Public Health (2022) The Nutrition Source: Cheese. Harvard University. https://www.hsph.harvard.edu/nutritionsource/cheese/ (Diakses pada 30 Juni 2025).
Diary Nutrition (2023, 1 Juli) Cheese Intake And Multiple Health Outcomes: Findings From An Umbrella Review And Updates Meta-Analysis. Diary Nutrition. https://share.google/Ec9KlqDRDoIhaab7Y (Diakses pada 30 Juni 2025).