Sekutu mendarat di Sumatera Utara pada 9 Oktober 1945. Awalnya, mereka disambut baik. Gubernur Sumatera Utara Teuku Moh. Hasan mempersalahkan tim Recovery Of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI), yang bertugas membantu pembebasan para tawanan perang, untuk mendatangi lokasi-lokasi para tahanan, seperti puluh Rantau Prapat, Pematangsiantar dan Berastagi. Ia juga mengizinkan sekutu menempati beberapa hotel di Medan.
Namun, Sekutu dan NICA kemudian mempersenjatai para bekas tawanan dan membentuk Medan Batalyon KNIL dengan tugas mengambil alih kekuasaan di kota Medan. TKR dan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) pimpinan Ahmad Tahir pun melakukan perlawanan.
Insiden pertama terjadi pada 13 Oktober 1945 di hotel Bali Medan. Insiden bermula ketika seorang penghuni Hotel merampas dan menginjak-injak rencana Merah Putih yang dipakai warga. Hotel tersebut kemudian diserbu para pemuda. Sebanyak 96 orang tewas sebagian besar orang-orang NICA. Setelah kejadian tersebut, Sekutu mengultimatum agar pemuda dan rakyat Kota Medan menyerahkan senjata kepada sekutu. Ultimatum tersebut justru mengobarkan semangat perlawanan.
Lama kelamaan, sekutu dan NICA terdesak. Hal ini disebabkan Pemuda dan TKR sering berhasil menghadang serta menyerbu pasukan Sekutu yang sedang berpatroli. Dalam rangka membatasi gerak maju serta penghadangan para pemuda, pada 1 Desember 1945, Sekutu memasang papan bertuliskan Fix Blundaries Medan Area (batas resmi wilayah Medan) di berbagai pinggiran kota Medan. Tulisan ini semacam "garis polisi", yang diyakini akan menghambat gerak maju TKR. Wilayah yang menjadi markas sekutu tersebut dikenal sebagai Medan Area.
Pada 10 Desember 1945, pasukan Inggris bersama NICA berusaha menghancurkan konsentrasi TKR di trepes. Namun, usaha ini berhasil digagalkan. Pada hari yang sama, Sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran terhadap kota Medan. Serangan ini menimbulkan banyak korban jiwa di kedua belah pihak pada April 1946, tentara Inggris mendesak pemerintahan Republik Indonesia keluar dari kota Medan. Gubernur, walikota dan markas TKR pun terpaksa pindah ke Pemantang Siantar. Untuk melanjutkan perjuangan di Medan, pada Agustus 1946 dibentuk komando resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komando ini terus mengadakan serangan terhadap sekutu di kota Medan.