SMPN Satap 1 Sawerigadi Tak Pernah Absen di Kompetisi Olimpiade
Foto bersama guru dan pelajar SMPN Satap 1 Sawerigadi Kabupaten Muna Barat.
Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Satap 1 Sawerigadi berada di daerah terpencil di Desa Lawada Jaya Kecamatan Sawerigadi Kabupaten Muna Barat.
Sekolah ini di awal-awal menjadi salah satu lembaga pendidikan yang menerima anggaran dacil atau daerah terpencil. Belakangan, seiring dengan perkembangan wilayah, SMPN Satap 1 Sawerigadi tidak lagi mendapatkan tunjangan dacil.
Meski masuk kategori daerah terpencil, bukan berarti peserta didiknya terbelakang. Hampir setiap tahun digelarnya olimpiade sains maupun olimpiade olahraga, pelajar di SMPN Satap 1 Sawerigadi selalu mencatatkan namanya di pemeringkatan juara.
Baik itu di mata pelajaran matematika, IPA maupun IPS. Termasuk di bidang olahraga yang berhasil mewakili Muna Barat di tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal itu tidak terlepas dari dukungan dan pembinaan yang diberikan oleh Kepala SMPN Satap 1 Sawerigadi, Bahar, S.Pd.
Pada Olimpiade Sains 2022, pelajar SMPN Satap 1 Sawerigadi berhasil masuk pemeringkatan 5 besar juara se-Kabupaten Muna Barat.
Hasniati peringkat 4 olimpiade sains mata pelajaran IPA. Sedangkan Lidia Puspita Sari peringkat 2 mata pelajaran IPS.
InsyaAllah, ke depannya, guru di SMPN Satap 1 Sawerigadi akan terus meningkatkan kualitas pembelajaran agar peserta didik makin kompetitif dan berkualitas baik dari segi pengetahuan akademik, olahraga dan religius.
Finis Asesmen Nasional
Hari terakhir pelaksanaan asesmen nasional di SMPN Satap 1 Sawerigadi Kabupaten Muna Barat.
Sejak Senin kemarin hingga hari ini, Selasa 20 September 2022, sebagian pelajar tingkat sekolah menengah pertama (SMP) mengikuti asesmen Nasional yang digelar secara serentak oleh Kementerian Pendidikan.
Sebenarnya, kementerian memberikan jadwal empat hari untuk digelar asesmen tingkat SMP. Namun, kami di SMPN Satap 1 Sawerigadi Kabupaten Muna Barat Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) bisa menyelenggarakan dua hari.
Jauh sebelum itu, rangkaian pelaksanaan asesmen dimulai dengan simulasi oleh peserta kelas VIII yang berjumlah 17 orang. Kemudian, dilanjutkan gladi bersih hingga pelaksanaan asesmen.
Kegiatan serupa merupakan kali kedua digelar tahun ini. Oleh kementerian, asesmen ini merupakan salah satu alat untuk mengukur mutu kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.
Mutu satuan pendidikan dinilai berdasarkan hasil belajar murid yang mendasar (literasi, numerasi, dan karakter) serta kualitas proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran.
Informasi-informasi tersebut diperoleh dari tiga instrumen utama, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
Diharapkan, dengan asesmen ini bisa mengukur kualitas perkembangan dunia pendidikan di tanah air baik di pusat perkotaan maupun pedesaan terpencil.
Tantangan dan Hambatan
Dalam proses asesmen selama dua hari, banyak tantangan dan hambatan yang dilalui. Apalagi di daerah-daerah yang sulit jangkauan jaringan internet.
Bila di perkotaan, internet sangat mudah diakses dengan berbagai ragam operator seluler. Namun di kampung, seperti di Desa Lawada Jaya Kecamatan Sawerigadi, hanya provider Telkomsel yang bisa diakses. Itu pun jaringannya kadang baik, dan lebih banyak buruknya. Jaringannya juga tergantung hidup dan matinya lampu PLN. Jika perusahaan listrik negara mematikan mesinnya, jaringan seluler sulit diakses.
Ini baru di daratan. Bagaimana di daerah kepulauan. Secara, di Muna Barat, banyak sekolah yang berada di kepulauan. Akses internet cukup sulit. Terpaksa mereka harus naik ke darat atau menumpang di sekolah lain.
Selain rendahnya kualitas internet, kami menemukan masalah di chromebook yang sulit menangkap jaringan yang biasa kami gunakan. Jaringan dari Orbit Telkomsel sulit diakses oleh chromebook. Padahal pulsanya cukup banyak.
Sebelum itu, saat geladi bersih, chromebook yang kami gunakan untuk asesmen tiba-tiba muncul iklan. Hal ini kemudian disampaikan kepada dinas terkait untuk diteruskan di pusat.
Saya menduga, akibat adanya iklan itu, chromebook yang mesinnya dikendalikan langsung oleh Kementerian mengatur ulang agar sumber jaringan dari Orbit diblacklist. Tapi masalahnya adalah, bukan hanya memblack list iklan, tetapi juga menyulitkan akses chromebook ke jaringan internet.
Agar asesmen tetap berjalan normal, terpaksa guru-guru mengaktifkan wifi di handphone untuk bisa diakses oleh chromebook.
Meski sudah menggunakan handphone sebagai sumber jaringan, masalah bukan berarti berhenti sampai di situ.
Beberapa kali peserta mengeluhkan server error. Peserta tidak bisa masuk ke aplikasi asesmen. Operator bahkan melakukan puluhan kali reset ulang. Pelajar harus duduk berlama-lama menunggu agar bisa mengakses.
Hal ini tentu ikut mempengaruhi konsentrasi peserta didik untuk mengerjakan soal. Akhirnya, pelajar hanya menjawab seadanya karena kendala akses jaringan terus membayangi pikiran mereka.
Dampaknya adalah kualitas hasil asesmen terhadap sekolah itu. Padahal, peserta yang mengikuti asesmen ini adalah sampel dari penilaian seluruh kualitas sekolah. Terlalu ekstrem jika dikatakan bahwa para peserta ini adalah penentu nasib baik dan buruknya kualitas pelayanan pendidikan di sekolah.
Rekomendasi
Berangkat dari seluruh kendala yang ada, sebelum digelar asesmen perlunya peningkatan kualitas layanan pendukung termasuk konsistensi pengelola chromebook di level kementerian.
Masalah teknis ini merupakan hal yang luar biasa bagi daerah terpencil. Untuk mengakses jaringan saja sudah bersyukur, bagaimana dengan masalah teknis yang muncul bertubi-tubi.
Kualitas pendidikan memang wajib diukur. Hal ini untuk perbaikan generasi muda ke depan. Tapi perlu juga perbaikan pelayanan penunjang utamanya di sektor jaringan, khususnya di daerah terpencil.
Hal ini untuk mengurangi stigma bahwa Indonesia itu hanya ada di Jawa sana atau di kota-kota besar yang tersentuh modernisasi.
Semoga dunia pendidikan Indonesia semakin maju dan berkembang. Kualitas generasi semakin kritis terhadap fenomena lingkungan sosialnya dan terus menjunjung tinggi budaya serta rasa perikemanusiaan dan prikeadilan.
#AsesmenNasional
#Kemendikbud
Penulis : La Ode Pandi Sartiman, S.Pd. Adalah guru PJOK di SMPN Satap 1 Sawerigadi Kabupaten Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Mengenalkan Laptop di SMPN Satap 1 Sawerigadi
Penulis, La Ode Pandi Sartiman, adalah seorang guru PJOK yang kreatif dan multi-talenta di SMP Negeri Satap 1 Sawerigadi.
Foto: La Ode Pandi Sartiman
Seorang pelajar di SMPN Satap 1 Sawerigadi Kabupaten Muna Barat tampak keringatan kala tangannya masih kesulitan berselancar di touchpad laptop.
Yazid Husain, seorang guru muda mencoba menuntun jemari pelajar itu agar bisa menggerakkan kursor tanda panah di layar selebar 14 inc itu.
"Jarinya jangan tegang. Santai. Rileks," imbuh Yazid membimbing peserta didiknya dengan sabar.
Rasa was-was yang dialami siswa itu menjadi pemandangan seragam di wajah pelajar tatkala mengikuti asesmen nasional yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akhir 2021 lalu.
Asesmen nasional digelar untuk meningkatkan mutu pendidikan dan dirancang untuk menghasilkan informasi akurat guna memperbaiki kualitas belajar-mengajar yang nantinya akan meningkatkan hasil belajar murid.
Baik guru dan siswa diberikan kesempatan yang sama untuk mengisi kuisioner yang hanya bisa dibuka menggunakan laptop.
Karena hal itu, baik guru maupun pelajar, wajib mahir mengoperasikan laptop. Berkenalan dengan laptop sebuah pengalaman pertama bagi pelajar, tak terkecuali sekolah di wilayah Desa Lawada itu.
Desa ini merupakan daerah yang dihuni mayoritas masyarakat transmigran. Ada dari Jawa, Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur. Ada juga masyarakat lokal Muna. Kebanyakan, mereka bekerja sebagai petani.
Sebenarnya, pelajar-pelajar ini tidak gagap teknologi (gaptek). Mereka sudah mengenal handphone. Namun, berbicara laptop, mayoritas menganggapnya sebagai barang baru yang dijumpai.
Di awal mereka diperkenalkan laptop, mereka belum tahu cara mematikan dan menghidupkannya. Saat asesmen nasional, guru menjadi sosok yang paling sibuk bolak balik dari kursi yang satu ke kursi yang lain.
Namun, lambat laun beban guru sudah sedikit ringan. Para pelajar sudah mulai memahami cara menggunakan laptop.
Terbaru, SMPN Satap 1 Sawerigadi mendapatkan kurang lebih 40 chromebook bantuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jumlahnya cukup banyak dan bisa digunakan untuk menggelar ulangan atau pun ujian.
Berdasarkan kesepakatan dewan guru, sebanyak 27 pelajar mengikuti ujian sekolah 2022 menggunakan chromebook. Soalnya disimpan di chromebook, jawabannya diisi di lembar kertas yang disiapkan.
Sebelum ujian, guru menggelar simulasi. Pelajar membuka chromebook, memasukkan password dan mencari file soal. Setiap soal disiapkan sesuai hari, sesi dan mata pelajaran.
Dengan adanya chromebook, sekolah tidak membutuhkan kertas yang banyak untuk mencetak soal. Hal ini sebagai upaya untuk mengurangi penggunaan kertas yang bahan bakunya diperoleh dari menebang pohon.
Penggunaan chromebook untuk mengukur kemampuan akademik pelajar berlanjut pada ulangan akhir semester 2022. Pelajar kelas VII dan VIII juga mulai diperkenalkan mengikuti ulangan menggunakan barang yang akrab di dunia digital ini.
Sama seperti ujian maupun ulangan, seluruh pelajar mampu mengerjakan soal dan tidak ada kendala yang merintangi.
Para pelajar juga sudah tampak mahir mengoperasikan chromebook. Mulai dari menghidupkan, mencari file hingga mematikannya.
Sudah seharusnya anak-anak mulai diperkenalkan chromebook atau sejenisnya sejak dini. Sebab, di era digital saat ini, seleksi untuk masuk di perguruan tinggi sudah menggunakan sistem computer assited test (CAT).
Mampu mengoperasikan laptop sebuah keunggulan tersendiri bagi pelajar saat ini. Hal itu lah yang akan terus didorong oleh SMPN Satap 1 Sawerigadi.
Selain terus mendorong peningkatan kemampuan akademik dan fisiknya, SMPN Satap 1 Sawerigadi juga mendorong agar peserta didiknya bisa ahli mengoperasikan laptop.
Sehingga para orang tua tidak akan rugi bila menyekolahkan anaknya di SMPN Satap 1 Sawerigadi. Memang, sekolah ini terbilang baru dan belum terlalu sempurna, namun akan terus berbenah untuk kemajuan dunia pendidikan di Muna Barat. (L.P.S)