KOTA BUKITTINGGI

H. ERMAN SAFAR, SH

H. MARFENDI

VISI

“Menciptakan Bukittinggi Hebat, Berlandaskan Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah” 

MISI

1.  "HEBAT" Dalam Sektor Ekonomi Kerakyatan.


2.  "HEBAT" Dalam Sektor Pendidikan.


3.  "HEBAT" Dalam Sektor Kesehatan dan Lingkungan.


4.   "HEBAT" Dalam Sektor Kepariwisataan, Seni Budaya dan Olahraga.


5.   "HEBAT" Dalam Tata Kelola Pemerintahan.

 

6.   "HEBAT" Dalam Sektor Sosial Kemasyarakatan.

 

7.   "HEBAT" Dalam Sektor Bidang Pertanian.

Humanis;   Enterpreneur;   Bijak;   Agamais/Adil;   Tauladan 

TENTANG KOTA BUKITTINGGI

Kota Bukittinggi pada zaman kolonial Belanda disebut dengan Fort de Kock dan juga pernah dijuluki sebagai Parijs van Sumatra. Kota yang hari jadinya diperingati setiap tanggal 22 Desember ini pernah menjadi ibu kota Provinsi Sumatera Barat sampai tahun 1978 (de jure), serta pernah juga ditunjuk menjadi ibu kota negara Republik Indonesia ketika Yogyakarta (yang saat itu merupakan ibu kota negara) diduduki oleh Belanda pada tanggal 19 Desember 1948. Pemindahan ibu kota negara dari Yogyakarta ke Bukittinggi tersebut dikenal dengan masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, yang kemudian pada tahun 2006 ditetapkan oleh pemerintah sebagai Hari Bela Negara.

Bukittinggi memiliki luas wilayah 25,24 km². Secara de jure berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1999 tentang Perubahan Batas Wilayah Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam, luas Bukittinggi menjadi 145,29 km² dengan masuknya beberapa kenagarian di Kabupaten Agam ke dalam wilayah administratifnya. Namun sampai saat ini perubahan batas wilayah tersebut belum terlaksana dikarenakan terdapatnya keberatan sebagian masyarakat Kabupaten Agam, salah satunya  kekawatiran atas dampak yang ditimbulkannya kepada tradisi adat nagari. Dengan luas wilayah saat ini, Bukittinggi merupakan kota terbesar ke-6 di Provinsi Sumatera Barat.

Kota Bukittinggi merupakan salah satu pusat perdagangan grosir terbesar di pulau Sumatera. Kota ini memiliki 4 (empat) pasar induk yang mendukung aktivitas perekonomiannya, yakni Pasar Atas, Pasar Bawah, Pasar Banto dan Pasar Smpang Aur. Bukittinggi merupakan kota dengan PDRB terbesar ke-2 di Sumatera Barat setelah Kota Padang, dengan sektor perdagangan dan jasa menjadi sektor dominan yang menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakatnya.    

Kota ini merupakan tempat kelahiran beberapa tokoh pendiri Republik Indonesia, di antaranya adalah Mohammad Hatta dan Assaat yang masing-masing merupakan proklamator dan pejabat presiden Republik Indonesia. Selain sebagai kota perjuangan, Bukittinggi juga terkenal sebagai kota wisata. Obyek wisata yang ramai dikunjungi adalah Jam Gadang, yang pada masa kolonial Belanda bernama The Kurai Wilhelmina Tower, yaitu sebuah menara jam yang terletak di jantung kota sekaligus menjadi markah tanah (landmark) kota. Selain Jam Gadang, obyek wisata utama kota Bukittinggi adalah Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan, Taman Panorama yang di dalamnya terdapat Lobang Jepang, dan lain sebagainya. 


SEJARAH KOTA BUKITTINGGI

Bukittinggi dalam kehidupan ketatanegaraan semenjak zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang serta zaman kemerdekaan dengan berbagai variasinya tetap merupakan pusat Pemerintahan Sumatera bahagian Tengah maupun Sumatera secara keseluruhan, bahkan Bukittinggi pernah berperan sebagai Pusat Pemerintahan Republik Indonesia setelah Yogyakarta diduduki Belanda dari bulan Desember 1948 sampai dengan bulan Juni 1949.

Semasa pemerintahan Belanda dahulu, Bukittinggi oleh Belanda selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan, dari apa yang dinamakan Gemetelyk Resort berdasarkan Stbl tahun 1828. Belanda telah mendirikan kubu pertahanannya tahun 1825, yang sampai sekarang kubu pertahanan tersebut masih dikenal dengan Benteng " Fort De Kock ". Kota ini telah digunakan juga oleh Belanda sebagai tempat peristirahatan opsir-opsir yang berada di wilayah jajahannya di timur ini.

Oleh pemerintah Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian Pemerintah militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand karena disini berkedudukan komandan Militer ke 25. Pada masa ini Bukittinggi berganti nama dari Taddsgemente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari Sianok, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu taba dan Bukit Batabuah yang sekarang kesemuanya itu kini berada dalam daerah Kabupaten Agam, di kota ini pulalah Pemerintah bala tentara Jepang mendirikan pemancar radio terbesar untuk pulau Sumatera dalam rangka mengobarkan semangat rakyat untuk menunjang kepentingan perang Asia Timur Raya versi Jepang.

Pada zaman perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan. Dari bulan Desember 1948 sampai dengan bulan Juni 1949 ditunjuk sebagai ibu kota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ), setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda.

Selanjutnya Bukittinggi pernah menjadi Ibukota Propinsi Sumatera dengan  Gubernurnya Mr. Tengku Muhammad Hasan. Kemudian dalam peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang No. 4 tahun 1959 Bukittinggi ditetapkan sebagai Ibu Kota Sumatera Tengah yang meliputi keresidenan-keresidenan Sumatera Barat, Jambi dan Riau yang sekarang masing-masing Keresidenan itu telah menjadi Propinsi-propinsi sendiri.

Setelah keresidenan Sumatera Barat dikembangkan menjadi Propinsi Sumatera Barat, maka Bukittinggi ditunjuk sebagai ibu kota Propinsinya. Semenjak tahun 1958 secara defacto Ibukota Propinsi telah pindah ke Padang, namun pada tahun 1978 secara de jure barulah Bukittinggi tidak lagi menjadi Ibukota Propinsi Sumatera Barat dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1979 yang memindahkan ibukota Propinsi Sumatera Barat ke Padang.

Sekarang ini Bukittinggi berstatus sebagai kota madya daerah tingkat II sesuai dengan Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok Pemerintah di Daerah yang telah disempurnakan dengan Undang-undang No. 22 tahun 1999 menjadi Kota Bukittinggi.

secara ringkas perkembangan Kota Bukittinggi dapat diloihat sebagai berikut :

A. Pada Masa Penjajahan Belanda

Semula sebagaiGeemente Fort De Kock dan kemudian menjadi Staadgemente Fort De Kock, sebagaimana diatur dalam Staadblad No. 358 tahun 1938 yang luas wilayahnya sama dengan wilayah Kota Bukittinggi sekarang.

B. Pada Masa Penjajahan Jepang

Pada masa ini Bukittinggi bernama Shi Yaku Sho yang wilayahnya lebih luas dari Kota Bukittingggi sekarang ditambah dengan nagari-nagari Sianok, Gadit, Ampang Gadang, BAtu taba dan Bukit Batabuah.

C. Pada Masa Kemerdekaan Sampai Sekarang

Pimpinan Pemerintah Daerah, baik sebagai pejabat senentara ( Pjs ) atau sebagai pejabat (Pj), maupun sebagai Walikota Pilihan (KDH) dapat diterakan sebagai berikut :

Dengan bermacam ragamnya status maupun fungsi yang diemban Bukittinggi seperti yang diuraikan diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Bukittinggi memang cukup strategis letaknya dan ditunjang pula oleh hawanya yang sejuk, karenaterletak di jajaran Bukit Barisan.

Dilihat dari segi sosial kemasyarakatan, Bukitinggi tidak kurang pula perannya, baik dalam ukuran regional, Nasiopnal mupun Internasional. Dikota ini sering diadakan rapat-rapat kerja Pemerintah, Pertemuan-pertemuan ilmiah, kongres-kongres oleh organisasi kemasyarakatan dan lain sebagainya.

HARI JADI KOTA BUKITTINGGI


Penentuan hari jadi suatu kota sangat penting artinya, baik bagi warga masyarakatnya maupun bagi kota itu sendiri, Bagi Pemerintah Kota Bukittinggi arti hari jadi bertujuan untuk:

Berdasarkan hal-hal di atas, Pemerintah Kota Bukittinggi mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat baik yang berada di daerah maupun di perantauan, dan terakhir meminta pendapat DPRD memberikan alternative tanggal yang dapat ditetapkan sebagai hari jadi Kota Bukittinggi, setelah meminta pula pendapat beberapa Tokoh masayarakat baik yang berada di Kerapatan Adat Nagari (KAN) maupun Kerapatan Adat Kurai (KAK) dengan disertai harapan, hendaknya Pemerintah Daerah untuk penetapan tanggalnya yang pasti menunjuk suatu Badan atau Lembaga yang professional di bidangnya untuk menseminarkannya.

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan  di atas, Pemerintah Kota Bukittinggi, bekerjasama  dengan Universitas Andalas dan beberapa pakar sejarah baik di daerah maupun di tingkat nasional telah menseminarkannya. Hasil seminar tersebut mendapat persetujuan DPRD Kota Bukittinggi dengan Surat Keputusan No.10/SK-II/DPRD/1988 tanggal 15 Desember 1988, akhirnya Pemerinath Daerah dengan Surat Keputusan walikota Kepala Daerah Kota Bukittinggi No. 188.45-177-1988 tanggal 17 Desember 1988 menetapkan Hari Jadi Kota Bukittinggi tanggal 22 Desember 1784.

WILAYAH

Kota Bukittinggi saat ini terdiri atas 3 kecamatan dengan 24 kelurahan yang mempunyai luas wilayah 25 km2 dengan jumlah penduduk 119.183 jiwa (per bulan Maret tahun 2018)

KECAMATAN MANDIANGIN KOTO SELAYAN

Luas wilayah 12.185 Km2 (48,28%, mempunyai penduduk sebanyak 32.157 orang dengan kepadatan rata-rata 930 jiwa per-km2. kecamatan ini terdiri dari 9 Kelurahan yaitu :

KECAMATAN GUGUK PANJANG

Luas wilayah 6,931 Km2 (27,07%, mempunyai penduduk sebanyak 38.510 orang dengan kepadatan rata-rata 5.638 jiwa per-km2. kecamatan ini terdiri dari 7 Kelurahan yaitu :

KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH

Luas wilayah 9,252 Km2 (24,778%, mempunyai penduduk sebanyak 20.733 orang dengan kepadatan rata-rata 3.316 jiwa per-km2. kecamatan ini terdiri dari 9 Kelurahan yaitu :

Kota bukittingi berbatasan dengan kecamatan dalam wilayah Kabupaten Agam, yaitu :


KEPENDUDUKAN

Jumlah penduduk Kota Bukittinggi menurut data terakhir 98.505 orang dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,04 % dan kepadatan rata-rata 3.905 jiwa per-Km. Dengan semangat membangun masyarakat Bukittinggi yang cukup menggembirakan, terbukti dengan meningkatnya kesejahteraan hidup yang umumnya bermata pencarian sebagai pedagang, pegawai, petani, pengusaha indusrti kecil dan kerajinan serta jasa-jasa lainnya, dengan income perkapita tahun 2002 Rp. 8.200.265,87 dari data sementara, diperkirakan sampai akhir 2004 mencapai Rp. 8.500.000,00.

Sebagian besar penduduk kota Bukittinggi beragama Islam sekitar 97,89 % dan selebihnya beragama Katolik, Protestan, Budha dan Hindu. Penduduk terpadat berdomisili di kecamatan Guguk Panjang, karena pusat perdagangan dan kegiatan laian sebagian besar berada di kecamatan tersebut dengan kepadatan rata-rata 5.531 jiwa.km.

LAMBANG DAERAH

Lambang daerah berbentuk perisai segi lima, Lukisan di dalam lambing daerah tersebut terdiri atas :

1.Kata-kata  : Bukittinggi
2.Bintang segi lima bersinar di bagian atas puncak
3.Gonjong Rumah Adat 4 (empat)
4.Gobah berlenggek (bertingkat) dua
5.Carano dengan sirih lengkap bertutupkan dalamak berjumbai 17.
6.Bukit-bukit, dua pada latar belakang dan tujuh pada bagian muka.
7.Garis tengah terjal nagari 8.
8.Motto “Saayun Salangkah”

Warna dasar, lukisan / gambar dan garis tepi Lambang Daerah dimaksud pasal 4 adalah sebagai berikut :
1.Merah  : warna dasar perisai segi lima dan warna jumbai dalamak
2.Hitam  : warna pinggir dasra segi lima, gonjong rumah adapt, tulisan Bukittinggi dan warna dasar moto “Saayun Salangkah”
3.Kuning Emas : warna carano dan bintang segi lima
4.Hijau  : warna ngarai dan bukit        

I.  Arti dan bentuk :
  Bentuk perisai segi lima, melambangkan bahwa kota Bukittinggi adalah merupakan salah satu daerah-daerah Kota otonom dalam lingkungan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang 1945 dan juga berarti pengabdian terhadap Bukittinggi sebagai nama asli yang bergengsi dan berkepribadi dan yang ditegakkan di atas pandam perkuburan “Stads Gemeente fort de Kock”.
      Perisai bersegi lima berwarna merah berpinggir hitam sekelilingnya melambangkan keberanian dan ketahanan.

II.  Arti gambar / lukisan :  

a. Bintang segi lima berwarna kuning melambangkan :  
    1.Pancasila sebagai dasar falsafah Negara Republik Indonesia  
    2.Dalam Negara Repulik Indonesia yang berdasarkan Pancasila ini telah tercakup Propinsi Sumatera Barat dan Kota Bukittinggi.  

b.  Jumlah garis-garis gambar pada lukisan lambang, melambangkan hari bersejarah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia   
  17 – 8 1945   adalah sebagai berikut :  

      1. Jumlah dalamak penutup carano berjumlah 17 (tujuh belas)  
    2. Garis-garis terjal ngarai berjumlah 8 (delapan)  
    3. Lantai dan lenggel mesjid berjumlah 4 dan gonjong rumah adat dengan gobah mesjid berjumlah 5.  

c.  Bukit dan ngarai melambangkan keadaan geografis wilayah Kota Bukittinggi dengan perincian sebagai berikut :  

      1.Bukit yang 27 (dua puluh tujuh) buah banyaknya diproyeksikan dengan lukisan 2 bukit   
        pada bagian belakang dan 7 buah bukit dihadapannya yang melambangkan bahwa kota Bukittinggi   
        berada dalam kawasa bukit yang berjumlah 27 buah.  
    2.Ngarai dilukiskan dengan garis putih miring beriak. Warna garis putih dengan warna hijau dibelakangnya mengartikan    
        bahwa ngarai tersebut  adalah bersifat alamiah (asli) dan bukan ciptaan manusia   
        dan melambangkan bahwa kota Bukittinggi mempunyai geografis yang permai,  
        sedangkan warna hijau melambangkan kesuburan tanah wilayah kota Bukittinggi.  

 d. Gonjong Rumah Adat dan gobah Mesjid berlenggek tiga serta lukisan carano dengan sirih lengkap  
  bertutup dalamak berwarna merah melambangkan kebudayaan dan falsafah hidup penduduknya.  
  Kalau istilah sekarang dikenal dengan sebutan “mental/spiritual”, maka Bukittinggi dilambangkan dengan  
  “Gonjong Rumah Gadang Maharam”  sebagai lambang kebudayaan asli, sedangkan nama gonjong itu sendiri adalah “tanduak kabau jalang”

Gonjong yang hitam warnanya didampingi gobah berlenggek tiga berwarna putih yang merupakan lambang agama, mengandung pengertian bahwa adat yang kawi syarak yang lazim adalah “Sanda manyanda” keduanya. Sedangkan maksud melukiskan gonjong dibelakang dan gobah dimuka menunjukkan bahwa Adat lebih tua usianya di Kuai dan pada Agama.
Lenggek yang tiga pada gobah melambangkan “Urang Nan Tigo Jinih”, rahasia yang tersembunyi di dalam lenggek adalah “ Syarak mendaki-Adat menurun”.
Lukisan carano dengan sirih lengkap bertutupkan dalamak berwarna merah sengaja digambarkan pada bagian muka, melambangkan:

  a. Kapalo Baso (Istana bahasa pembuka tutur)
b. Pananti halek tibo (Sosial, Solider)
c. Sirieh langkok (5 jenis) melambangkan imbangan hidup, selaras dan seresam rancak diawak katuju diurang
d. Lamak sirieh dilega carano dengan hikmah “kato basamo dipaiyokan bulek kato kamupakaik”

III. Arti Motto
  Motto “Saayun Salangkah” adalah esensi dari kata-kat adapt menggambarkan persatuan dan kesatuan.

 IV.  Arti warna
  Warna dalam lambang daerah ini berarti / bermakna :
    Kuning : Adalah lambang keagungan dan keluhuran
    Hitam : Adalah lambang ketahanan.
    Putih : Adalah lambang kesucian (putih tahan susah)
    Merah : Adalah lambang kesucian (putih tahan susah)
    Hijau : Adalah lambang kesuburan

POTENSI KOTA BUKITTINGGI

Bidang pendidikan ditetapkan menjadi potensi unggulan daerah Kota Bukittinggi, juga sejalan dengan fungsi dan kondisi alamiah Kota Bukittinggi dengan udaranya yang sejuk akan sangat mendukung bagi penyelenggaraan pendidikan, sebagaimana didunia ini Kota Pendidikan itu adalah kota yang berudara sejuk.
 

Oleh karena itu, sejak dari zaman Belanda, Kota Bukittinggi dan sekitarnya dijadikan sebagai tempat pendirian pusat-pusat pendidikan. Kita kenal dengan “ sekolah Raja “,Fakultas Kedokteran Pertama, Sekolah Mosvia, Kweek School, Mulo, Sekolah Tata Praja (APDN), HIS dan Ambach shcool. Dan pada Zaman awal kemerdekaan berdiri sekolah Polwan dan kadet serta Pamong Paraja yang pertama di Indonesia, bahkan Universitas Andalas yang saat ini berada di Padang, sebelumnya berada di Bukittinggi.

Dalam melestarikan bukti sejarah pendidikan tersebut, pemerintah kota Bukittinggi telah membangun Monumen Kadet dan Tugu Polwan serta melestarikan bangunan Pamong Paraja.

Peningkatan pelayanan pendidikan dijadikan sebagai salah satu agenda pembangunan ini tidak hanya pada pendidikan dasra dan menengah, tetapi juga pada pengembangan pendidikan tinggi yang berbasis aqidah. Melalui peletakan prioritas pembangunan pada peningkatan kualitas pendidikan diharapkan kualitas sumber daya manusia secara bertahap akan dapat ditingkatkan dan pondasi pendidikan bertaraf internasional dapat diwujudkan.

Bukittinggi sebagai Kota Pendidikan telah memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang memadai karena saat ini telah tersedia 34 Taman Kanak-kanak, 59 Sekolah Dasar, 10 SLTP, 15 SMU, 13 SMK dan 18 Perguruan Tinggi. Jangkauan pelayanan pendidikan tidak hanya untuk putra daerah Kota  Bukittinggi saja, akan tetapi meliputi Wilayah Sumatera Barat bagian Utara, sebagian Riau, Sumatera Utara dan Jambi. Demikian juga tenaga guru/ dosen telah memadai sehingga prestasi akademik pelajar kota ini sangat membanggakan.

Dengan kondisi demikian maka ke depan orientasi pendidikan harus diupayakan bagaiman menciptakan kualitas akademik yang tinggi dibarengi dengan kualitas agama yang sempurna. Hal ini harus kita antisipasi karena dampak globalisasi akan menyebabkan pengaruh negatifnya merasuk ke rumah tangga. Untuk itu kedepan akan dikembangkan Pembangunan SDM berbasis Aqidah, maka pola pendidikan yang berbasis agama sudah dimulai sejak dini (dari kandungan).

BIDANG KESEHATAN

Kota Bukittinggi yang memiliki iklam sejuk ini memiliki peluang yang sangat besar sebagai kota pelayanan kesehatan dan peristirahatan. Kota dengan luas relative kecil ini telah memiliki 5 rumah sakit yaitu 3 buah milik pemerintah dan 2 swasta dengan didukung oleh 5 unit puskesmas non inpres yang tersebar ditiap kecamatan dan 6 puskesmas keliling serta 15 puskesmas pembantu. Keunggulan pelayanan kesehatan di Kota Bukittinggi ini adalah terdapatnya pusat pengembangan dan pelayanan stroke nasional yang merupakan satu-satunya di Indonesia.

Kondisi sarana dan prasarana yang relative memadai itu, berkorelasi positif dengan tingkat kujungan pasien, pada tahun 2004 sebanyak 259.196 orang tekah dating kerumah sakit yang da di Bukittinggi. Manurut daerah asalnya 46,26% penderita yang dirawat di rumah sakit Bukittinggi berasaldari luar dalam propinsi Sumatera Barat, 48,73% dari bukittinggi dan 5,01%berasal dari luar Provinsi Sumatera Barat.

BIDANG KEPARIWISATAAN

Bidang Kepariwisataan  ditetapkan sebagai potensi unggulan daerah Kota Bukittinggi adalah berangkat dari  kondisi  alam dan geografis Kota Bukittinggi itu sendiri .  

Kota bukittinggi saat ini mempunyai luas  +  25.239 km­­­­­­­­­ 2 terletak ditengah-tengah Propinsi Sumatera Barat dengan ketinggian antara 909 M – 941 M diatas permukaan laut. Suhu udara berkisar 17, 1o­­­­­­­­­­ C sampai 24,9o C, merupakan iklim udara yang sejuk. Posisinya yang strategis merupakan segitiga perlintasan menuju ke utara , timur dan selatan Sumatera.

Topografi kota yang berbukit dan berlembah dengan panorama alam yang elek serta dikelilingi oleh tiga gunung, Merapi, Singgalang dan Sago seakan menjadi tonggak penyangga untuk memperkokoh Bukittinggi. Inilah yang menyebabkan Bukittinggi disebut juga sebagai “ Kota Tri Arga”.

Disamping itu, Bukittinggi juga dilengkapi dengan peninggalan sejarah yang dapat diketgorikan sebagai keajaiban seperti, Lobang Jepang, benteng Fort De Kock, jam Gadang dll. Hal ini membuktikan Bukittinggi sebagai kota tua yang sarat dengan sejarah, salah satunya yang selalu melekat dengan sejarah bangsa yaitu : Bukittinggi menjadi Ibu Kota Republik pada masa PDRI Desember 1949 – Juli 1950.

Karunia alam yang ditopang dengan karunia sejarah ini, menyebabkan Bukittinggi menjadi tujuan wisata yang menarik untuk dinikmati. Sinergi dengan potensi unggulan derah lainnya. Bukittinggi juga dikembangkan menjadi wisata Perdagangan dan jasa , wisata kesehatan, wisata konfrensi dan peristirahatan serta jasa lain-lain. Ini dapat dibuktikan dengan kontribusi sector pariwisata untuk menompang PAD Bukittinggi yaitu : antara 30-40 %.

Untuk mendukung sektor pariwisata ini disamping objek alam yang ada dalam kota Bukittinggi, juga menyediakan paket-paket wisata daerah-derah sekitarnya. Dalam hal ini Bukittinggi akan berperan sebagai “ Home Base “ kunjungan wisata daerah-daerah lain. Saat ini Bukittinggi terdapat sebanyak 43 buah hotel baik berbintang maupun melati ditambah 11 mes/wisma/pondok wisata. Tidak salah kiranya Bukittinggi ditetapkan sebagai kota Wisata dan sekaligus Kota Tujuan Wisata Propinsi Sumatera Barat  pada tanggal 11 Maret 1984 Bukittinggi dicanangkan sebagai Kota Wisata dan Daerah Tujuan Wisata Utama di Sumatera Barat. Dan pada bulan Oktober 1987 ditetapkan sebagai daerah Pengembangan Pariwisata Propinsi sumatera Barat dengan Perda Nomor : 25 tahun 1987. 

Untuk menunjang kepariwisataan, di kota ini sudah tersedia sarana Akomudasi yang memadai, seperti Hotel Berbintang dengan kapasitas 660 kamar dan 1.083 tempat tidur serta  Non Berbintang dengan kapasitas 630 kamar dan 1.261 tempat tidur, puluhan Rumah Makan dan Restoran, be berapa travel Biro, serta serta dilengkapi dengan pasar wisata dan souvenir shop. Pemerintah Kota Bukittinggi senangtiasa megutamakan citra sapta pesona (Aman, Tertip, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah Tamah dan Kenangan), yang sejak tahun 2000 dirajut dalam ivent Pesta Seni Budaya Pameran Dagang dan Idustri (PEDATI) Bukittinggi.

Potensi Wisata Kota Bukittinggi

1. Wisata Pemandangan

a. Ngarai Sianok

b. Panorama

c. Panorama Baru

d. Jenjang 1.000

e. Pemandangan Balai Kota Bukittinggi

f.  Great Wall Bukittinggi - Agam

 

2. Wisata Sejarah

    a. Jam Gadang

    b. Benteng Ford de Cock 

c. Istana Bung Hatta

d. Kebun Binatang / Taman Kinantan

e. Lobang Jepang

f. Rumah Kelahiran Bung Hatta

 

3. Wisata Budaya

a.  Musium Budaya / rumah Bagonjong

 

4. Wisata Kuliner / Belanja

a. Los Lambuang

 

5. Wisata Konfrensi

a. Balai Sidang Hatta

b. Audutorium Pustaka Hatta

c. Istana Bung Hatta

BIDANG PERDAGANGAN DAN JASA

Bidang Perdagangan dan Jasa ditetapkan sebagai potensi unggulan daerah adalah berangkat dan sejalan dengan fungsi Bukittinggi itu sendiri.

Dari sejarah Kota Bukittinggi, dimulai dengan didirikannya Pasar Atas diatas Bukit Kandang Kabau pada tahun 1858 yang dimaksudkan sebagai tempat transaksi bagi masyarakatnya. Lokasi inilah yang berkembang dan diperluas menjadi pusat kegiatan masyarakat Bukittinggi. Dengan demikian sejak semula Bukittinggi dimaksudkan dan mempunyai fungsi sebagai tempat perdagangan. Seiring dengan pesatnya perkembangan kegiatan perdagangan, sekaligus melekat pada fungsi penyediaan jasa.

Fungsi sebagai kota Perdagangan dan Jasa sudah melekat pada Kota Bukittinggi yasng berkembangnya dewasa ini demikian pesatnya, apalagi dengan didukung 4 pusat  pasar induk :

Menjadikan Bukittinggi sebagai sentral perdagangan, yang bukan hanya berskala regional, khususnya untuk barang-barang konveksi, pakaian jadi dan barang-barang kerajinan tangan. Produk ini merupakan kerajinan masyakat sekitar Bukittinggi  dan pada umumnya dipasarkan di Pasar Aur dan potensi ini juga berskala nasional dan bahkan mancanegara.

Sektor Perdagangan dan jasa merupakan sektor penyumbang utama bagi pendapatan Kota Bukittinggiu, dimana hamper setengah pendapatan daerah  pada tahun 2005  (43 %) yang ditunjukkan dengan PDRB Kota Bukittinggi menjadi Pusat Pelayanan perdagangan dan jasa.

Disamping itu untuk mendukung dunia perdagangan dan jasa, kota ini juga berpotensi di bidang industri. Salah satunya adalah industri hasil pertanian dan kehutanan di Kota Bukittinggi berjumlah 810 jenis usaha industri, 5 jenis usaha industri yang cukup besar antara lain :

-      Industri Roti Kue Kering

-      Industri Kerupuk

-      Moudelling Komponen Bahan Bangunan

-      Industri perabot

-      Industri Kopi Bubuk

Sedangkan jumlah unit usaha 7 yang bergerak pada sector industri aneka jumlah 434 unit usaha. Perusahaan yang relative besar dan mengalami peningkatan pesat adalah industri pakaian jadi, konveksi, border dan industri sepatu / sandal.

Potensi inilah kedepan yang akan semakin dikembangkan dan akan berupaya menjadikan Bukittinggi sebagai “Etalase” perdagangan di Sumatera  Barat. Kemungkinan tersebut telah dirintis melalui berbagai kerjasama dengan daerah tetangga dan bahkan dengan Negara tetangga.

Apalagi  dengan masuknya IMT-GT dan IMS-GT dimana untuk hubungan darat Bukittinggi dengan segala pertumbuhan yang telah dimilki saat ini membuka peluang untuk menjadikan gerbang utama Sumatera Barat untuk segitiga pertumbuhan tersebut.