Suku Arfak adalah orang-orang yang tinggal di Pegunungan Arfak yang masuk ke dalam wilayah Provinsi Papua Barat. Sementara, Provinsi Papua Barat adalah bagian dari wilayah Bangsa Indonesia yang berada di bagian Kepala Burung Pulau Papua. Kawasan tempat tinggal Suku Arfak masuk ke dalam wilayah Kabupaten Pegunungan Arfak yang berada di Pegunungan Arfak berketinggian 2.950 mdpl. Disebut Suku Arfak karena mereka tinggal di kawasan Pegunungan Arfak tersebut. kawasan ini berbatasan dengan Kabupaten Manokwari di sisi utara, sedangkan di sisi timur berbatasan dengan Kabupaten Manokwari Selatan. Sisi selatan berbatasan dengan Kabupaten Teluk Bintuni, kemudian sisi barat berbatasan dengan Kabupaten Sorong Selatan.
Suku Arfak tinggal di sebuah kawasan yang berpotensi sebagai tempat wisata karena Kabupaten Pegunungan Arfak memiliki danau Anggi. Ada wisata kuliner yang berupa makanan khas Suku Arfak, serta potensi kearifan lokal seperti hidup bersama dengan Suku Arfak untuk merasakan potensi lokal seperti cara bertani, cara membuat rumah khas Suku Arfak, sampai dengan cara bertahan hidup di tengah hutan. Kabupaten Pagaf dapat dijangkau melalui dua jalur utama. Jalur pertama menuju Pegunungan Arfak dan Kabupaten Pegaf bisa melewati jalur Kabupaten Manokwari. Jalur kedua adalah melewati Kabupaten Manokwari Selatan. Jumlah populasi dari suku Arfak setidaknya 70.000-100.000 jiwa
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Suku_Arfak
https://www.inilah.com/daftar-suku-papua-barat-kental-budaya
Suku Mansim adalah suku yang mendiami sebagian besar kawasan di Kecamatan Manokwari ini, memiliki bahasanya sendiri yakni bahasa Mansim.Dikutip dari laman resmi Kemendikbud, bahasa Mansim Borai dituturkan oleh beberapa orang di Kampung Anday dan Mupi, distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat.
Sebelumnya, penutur atau pengguna bahasa ini tinggal di Kampung Maruti, daerah Gunung Kapur, namun pada 1976 terjadi banjir dan mereka berpencar ke Andai, Arfai, dan Muni.Setelah kejadian tersebut, bahasa ini termasuk salah satu bahasa di Papua yang terancam punah karena penggunanya hanya tersisa empat orang. Bahasa Mansim merupakan bahasa tersendiri yang berbeda dengan enam bahasa lainnya di Papua Barat, yakni bahasa As, Seget, Kaporam Inora, Irires, dan Numfor (Mansinam).
Sementara itu, saat ini belum diketahui pasti berapa jumlah populasi Suku Mansim, namun pada tahun 1970-an, diperkirakan ada sekitar 1000 orang.
https://www.inilah.com/daftar-suku-papua-barat-kental-budaya
Suku Wamesa adalah salah satu penduduk asli Papua Barat, yang terutama mendiami Distrik Bintuni, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Selain itu suku Wamesa juga menjadi suku terbesar di Kabupaten Teluk Wondama, kawasan Teluk Wandamen, Windesi, Nikiwar, Kepulauan Roeswar dan Roon, sampai ke Semenanjung Dusner, Rasiei, Wondiboy dan Kabouw.
Suku Wamesa memiliki bahasanya sendiri, yang disebut bahasa Wamesa, yang termasuk bahasa Austronesia.[3] Jumlah penutur bahasa tersebut diperkirakan sebanyak 5.000 jiwa tahun 1993 dari sumber ethnologue edisi ke-18. Berdasarkan dialeknya bahasa ini terbagi menjadi Wandamen (Wondama), Windesi, dan Bintuni.
Makanan utama bagi penduduk suku ini adalah sagu dan ikan. Rumah adat suku ini disebut Igkojei.
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Suku_Wamesa
Suku Biak yang mendiami Kepulauan Biak dikenal sebagai penjelajah lautan yang tangguh. Sama seperti kemampuan suku Bugis, mereka menjelajah lautan dari Kepulauan Maluku, Sulawesi, Jawa, hingga ke Semenanjung Malaka.
Penjelajahan suku Biak ini dilakukan karena motif letak geografis yang kurang menghasilkan secara ekonomi, lahan yang kurang subur sehingga terjadinya kekurangan sumber pangan, selain itu ada juga alasan persaingan atau korfandi, yaitu adanya perselisihan antar suku, serta adanya perselisihan tata adat dalam suku Biak. Namun hal yang paling mendorong suku Biak menjelajah adalah karena dorongan kebutuhan bahan pangan yang pada saat itu terjadi kemarau berkepanjangan di Biak, berawal berlayar di sekitar Teluk Cenderawasih hingga ke Kepulauan Raja Ampat. Karena ketangguhannya, mereka menguasai aspek perdagangan dan politik di wilayah pesisir Papua bagian utara. Bukti-bukti kekuasaan suku Biak ini dapat dilihat dari penamaan beberapa kota di pesisir utara Papua yang menggunakan kata dalam bahasa Biak, antara lain Manokwari dari kata mnuk war yang artinya "kampung tua", serta Sorong yang berasal dari kata soren.
Aktivitas berdagang suku Biak menggunakan sistem kongsi dagang antar sahabat yang disebut manibobi, yaitu dengan cara berlayar dan berdagang keliling. Komoditas yang mereka dagangkan antara lain sagu, kulit kayu mesoyi, burung cenderawasih, dan para budak. Mereka menjajakan berbagai komoditas ke beberapa gugusan kepulauan Yapen-Waropen, Teluk Wondama, dan Teluk Dore, Manokwari, Amberbaken, hingga meluas hingga ke berbagai perairan Nusantara.
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Suku_Biak