Suku Asmat adalah suku yang berasa dari Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di pedalaman. Pola hidup, cara berpikir, struktur sosial dan keseharian kedua kategori suku Asmat tersebut sangat berbeda. Untuk mata pencaharian misalnya, suku Asmat di pedalaman biasanya memiliki pekerjaan sebagai pemburu dan petani kebun, sementara mereka yang tinggal di pesisir lebih memilih menjadi nelayan.
Kesamaannya adalah dari ciri fisik, di mana suku Asmat rata-rata memiliki tinggi sekitar 172 cm, untuk pria dan 162 untuk perempuan. Warna kulit mereka umumnya hitam dengan rambut keriting. Kesamaan ini disebabkan karena suku Asmat masih satu keturunan dengan warga Polynesia. Suku Asmat tersebar mulai dari pesisir pantai Laut Arafuru, hingga Pegunungan Jayawijaya. Secara keseluruhan, mereka menempati wilayah Kabupaten Asmat membawahi 7 kecamatan.
https://katadata.co.id/intan/berita/6154212000231/mengenal-suku-asmat-suku-asli-papua-yang-terkenal-dengan-seni-ukir
Suku Dani adalah salah satu suku yang terkenal dan terbesar yang ada di Papua. Suku ini memiliki keunikan budaya dan tradisi yang menarik untuk dipelajari.
Mereka bahkan telah memiliki kemampuan untuk menggunakan perkakas dan alat-alat pertanian tradisional. Alat-alat seperti kapak batu, pisau dari tulang binatang, bambu dan juga tombak dari kayu galian yang sangat kuat dan berat.
Selain bertani, sebagian masyarakat Suku Dani juga mencari makan dengan berburu dan beternak. Babi menjadi hewan peliharaan favorit sehingga tak jarang harganya bisa sangat mahal hingga ratusan juta rupiah.
Masyarakat Suku Dani juga masih sangat menjaga adat dan budaya dari nenek moyang mereka. Mereka masih sering mengadakan upacara-upacara besar dan keagamaan dengan pesta babi sebagai penghormatan.
Jumlah penduduk Suku Dani yang mendiami wilayah Lembah Baliem ini diperkirakan berkisar 60.000 jiwa. Mereka hidup secara berkelompok atau komunal dalam satu komunitas. Mereka tidak mengenal konsep keluarga, di mana satu orang ayah, ibu dan anak-anaknya tinggal dalam sebuah rumah. Mereka adalah masyarakat yang berkelompok. Artinya, dalam sebuah tempat yang disebut sili, tinggal beberapa keluarga di dalamnya. Biasanya antara 3-4 kepala keluarga.
https://www.detik.com/sulsel/budaya/d-6558776/mengenal-suku-dani-asal-usul-kepercayaan-hingga-tradisi-potong-jari
Suku Amungme banyak tinggal di dataran tinggi Provinsi Papua. Tanah air mereka kaya akan sumber bijih emas. Hasil bumi yang melimpah ini menjadi sasaran bagi kelompok elit untuk mengeruk keuntungan.
Karena ketidak berdayaan, suku Amungme semakin tersingkirkan dan terasingkan dari tanah mereka sendiri.
Nama Amungme berasal dari kata “amung” yang berarti utama dan “mee” artinya manusia. Suku Amungme kebanyakan mendiami Kabupaten Mimika dan Puncak Jaya.
Berdasarkan sejarah, suku Amungme berasal dari Lembah Baliem terbukti dari kata kurima dan hitigima tempat nenek moyang suku Amungme berkumpul dan mendirikan rumah dari alang-alang. Mereka gemar bercocok tanam, bertani dan berburu untuk bertahan hidup.
Suku Amungme percaya bahwa mereka adalah makhluk pertama dari terciptanya manusia. Ada tiga versi berbeda menjelaskan tentang asal-usul suku ini. Pertama, suku Amungme berasal berasal dari tanah kemudian keluar dari mulut gua dengan membawa benih untuk bercocok tanam.
Kedua, suku Amungme berasal dari leluhur yang hidup di bawah kekuasaan Menaga Nemungki yang tak mengizinkan anak cucunya melihat dunia luar.
Sedangkan versi ketiga mengatakan bahwa dahulu kala ada seorang ada seorang wanita memberikan tongkat kepada anak gadisnya untuk membukakan gua sehingga suku Amungme dapat keluar.
https://travel.okezone.com/read/2022/09/02/406/2659896/mengenal-asal-usul-suku-amungme-papua-yang-terasingkan-dari-tanahnya-sendiri
Suku Bauzi, disebut juga dengan Baudi, Bauri atau Bauji.
Namun, oleh lembaga misi dan bahasa Amerika Serikat, bernama Sumber Institute of Linguistic (SIL), nama Suku Bauzi dimasukkan ke dalam daftar 14 suku paling terasing.
Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) Papua memasukkan suku Bauzi ini ke dalam daftar 20 suku terasing yang telah teridentifikasi. Luasnya hutan belantara, pegunungan, lembah, rawa, hingga sungai-sungai besar yang berkelok-kelok di sekitar kawasan Mamberamo membuat suku ini nyaris tidak bersentuhan langsung dengan peradaban modern.
Suku Bauzi, menurut sejarah penyebarannya, berasal dari Waropen utara, yang kemudian menyebar ke selatan danau Bira, Noiadi, dan tenggara Neao, dua daerah yang terletak di perbukitan Van Rees Mamberamo.
Suku Bauzi memiliki jumlah penduduk hanya beberapa ribu jiwa, data yang terilis dari SIL pada tahun 1991 sekitar 1.500 jiwa, yang menyebar di bagian utara dan tengah wilayah Mamberamo.
Meskipun dipastikan telah bertambah setiap tahun, namun belum ada data resmi mengenai perkembangan mereka.
Begitu terisolirnya suku Bauzi dan tidak tersentuh kehidupan modern, sebagian laki-laki suku ini masih mengenakan cawat, yang berupa selembar daun atau kulit pohon yang telah dikeringkan lalu diikat dengan tali pada ujung alat kelamin, juga memasang hiasan berupa tulang pada lubang hidung.
Sementara, para wanita mengenakan selembar daun atau kulit kayu yang diikat dengan tali di pinggang untuk menutupi auratnya.
Namun, pada acara adat dan penyambutan tamu, kaum prianya mengenakan hiasan di kepala dari bulu kasuari dan mengoles tubuh dengan air sagu.
Suku ini hidup pada taraf meramu, berburu, dan semi nomaden atau berpindah-pindah, karenanya mereka membuat sejumlah peralatan seperti panah, tombak, parang, pisau belati, dan lain-lain untuk berburu.
https://medan.tribunnews.com/2022/02/06/beginilah-hidup-suku-bauzi-terasing-di-kawasan-mamberamo-papua-kerap-kekurangan-gizi-dan-anemia?page=2