Suku Ambon (Ambon: orang Ambong) adalah sebuah suku campuran Austronesia-Papua. Suku Ambon adalah suku terbesar di Maluku yang banyak mendiami wilayah Ambon, Saparua, Seram, Nusalaut, Haruku, dan Pulau Ambulu. Suku Ambon merupakan suku terbesar di antara orang-orang maluku lainnya, meski banyak darinya yang tersebar sebagai akibat dari perpindahan keluar dari daerah aslinya. Suku Ambon berbahasa Melayu Ambon dan bahasa-bahasa tana (Asilulu, Hitu, Laha, Soya, dan Tulehu); keduanya termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia.
Suku Ambon merupakan suku yang paling dikenal dan berpengaruh di antara suku-suku Maluku lainnya. Mereka mulai melebarkan pengaruhnya ketika masa penjajahan Portugis. Hal inilah yang menyebabkan sering kali istilah orang Ambon dipadankan dengan orang Maluku Setelah kedatangan bangsa-bangsa Eropa yang menyusul penyebaran Islam, suku Ambon dicirikan oleh persaingan Islam-Kristennya.
Meskipun suku Ambon berasal dari Kepulauan Maluku sebagian besar dari mereka tersebar dan membentuk penyebaran bersama orang Maluku lainnya dalam jumlah yang besar di Papua, Jakarta, Jawa Timur, & Jawa Barat. Beberapa dari mereka pun membentuk penyebaran besar di Belanda, juga bersama-sama dengan orang Maluku lainnya.
Suku Tidore merupakan salah satu suku bangsa di Provinsi Maluku Utara,[1]. Jumlah penduduknya sekitar 53.000 jiwa. Melanesia adalah ras asli dari suku Tidore. Dahulu ketika masa penjajahan Belanda, Tidore masih daerah kesultanan, yang menguasai sebagian besar daerah Maluku Utara[1].
Bahasa
Bahasa suku Tidore yaitu bahasa Tidore. Namun, masyarakat suku Tidore ada yang menggunakan bahasa Ternate sebagai bahasa penuturnya. Daerah Maluku Utara dan Halmahera Tengah pernah membuat pembagian daerah kebudayaan. Daerah kebudayaan tersebut adalah Ternate, Tidore, dan Bacan.
Mata Pencarian
Mata pecarian masyarakat suku Tidore yaitu sebagai nelayan.[1] Masyarakat menangkap ikan di laut. Hasil lautnya seperti ikan tongkol, cumi-cumi, dan teripang. Hasil tangkapan ikannya dijual ke Ternate. Namun, ada pula masyarakat yang bekerja sebagai petani dan berladang secara nomaden (berpindah-pindah).[1] Hasil dari bertani di antaranya tanaman padi, ubi kayu, ubi jalar, jagung, cengkeh, pala, dan kopra.
Suku Tobelo merupakan suatu suku yang berada di daerah semenanjung bagian utara Pulau Halmahera dan di sebagian daratan Pulau Morotai. Sebagian lagi hidup tersebar sampai ke pedalaman Halmahera, seperti ke daerah Patani. Weda dan Gane. Ada juga yang sampai ke Kepulauan Raja Ampat, Papua. Daerah asal mereka termasuk dalam wilayah Kecamatan Galela di Kabupaten Maluku Utara, Provinsi Maluku. Jumlah populasinya sekitar 20.000 jiwa
Bahasa Tobelo tidak termasuk ke dalam bahasa Austronesia, tetapi merupakan salah satu bahasa yang termasuk ke dalam rumpun bahasa Halmahera Utara. Bahasa Tobelo berdekatan sekali dengan bahasa Galela dan Tobaru. Bahasa ini memiliki beberapa dialek, seperti gamsung, dodinga dan boeng.
Pencaharian utama orang Tobelo adalah bertani di ladang menanam pokok padi dan jagung. Tanaman lainnya meliputi sayur, kacang-kacangan, pisang dan tebu. Mereka juga berkebun cengkih, damar dan kelapa, dan mereka meramu hasil hutan seperti rotan dan damar. Di samping itu, orang Tobelo juga menangkap ikan di laut atau berburu binatang liar seperti rusa, babi hutan menggunakan tombak dan jerat dibantu oleh anjing.
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Suku_Tobelo
Noaulu atau Noahatan atau Naulu[1] adalah sebuah suku yang terdapat di Desa Sepa bagian selatan-tengah Pulau Seram, Maluku. Noaulu atau Noahatan sendiri berasal dari kata "noa" yang merupakan nama sungai serta "hatan" yang artinya kepala sungai (hulu) sehingga Noahatan (Noaulu) dapat diartikan sebagai orang-orang yang mendiami hulu sungai Noa. Pada tahun 2011 populasi mereka mencapai tiga ribu jiwa
Suku Naulu juga merupakan suku yang mendiami pedalaman Pulau Seram, Maluku menjadi salah satu suku yang kental dengan tradisi, budaya, dan kepercayaan lokal. Suku Nuaulu Maluku diketahui masih menganut kepercayaan nenek moyang. Lokasinya, tepat di daerah Yaisuru, Nua Nea, Bunara, Latan, Hahuwalan, Simalouw, Rohua, dan Rohua Waemanesi. Diketahui, Suku Nuaulu memiliki 12 marga, yaitu Pia, Matoke, Kamama, Sounawe Aepura, Sounawe Aenakahata, Sopalani, Perissa, Hury, Nahatue, Soumory, Leipary, dan Rumalait.
Dirangkum dari berbagai sumber, ciri khas yang menonjol di Suku Naulu adalah kaum laki-laki mengenakan kain berang atau kain merah yang diikat di kepala. Suku Naulu rata-rata bermatapencaharian berburu dan bertani. Di tahun 2015, Aliansi Masyarakat Hukum Adat Nusantara (AMAN), melaporkan jumlah penduduk suku naulu sebanyak 3.417 Jiwa, dengan jumlah laki-laki sebanyak 1.704 jiwa, perempuan 1.713 jiwa, dan anak-anak sebanyak 315 jiwa.
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Suku_Nuaulu dan https://www.liputan6.com/regional/read/5128520/mengenal-suku-nuaulu-maluku-dan-tradisi-ekstrem-memenggal-kepala-manusia