https://amp.kompas.com/stori/read/2023/03/12/100000379/suku-bangsa-asli-di-bengkulu
Asal-usul suku Rejang diyakini berasal dari Rhe Jang Hyang, yaitu seorang leluhur suku Rejang yang berasal dari Mongolia. Rhe Jang Hiang dipercaya singgah dan menetap di wilayah Bengkulu pada tahun 2090 sebelum masehi (SM). Bersama kelompoknya, Rhe Jang Hiang mendirikan perkampungan di Kutai nuak yang berada di Napal Putih, Bengkulu Utara. Berdasarkan catatan yang ada, masyarakat Rejang baru merasakan kesengsaraan penjajahan Belanda pada tahun 1860. Padahal, wilayah Bengkulu sudah dikuasai oleh Belanda sejak tahun 1825. Hal itu disebabkan lokasi tempat tinggal masyarakat Suku Rejang yang berada jauh di pedalaman dan dikelilingi bukit barisan. Meski berada di pedalaman, pada kenyataannya perdaban suku Rejang sudah lebih maju. Salah satu buktinya yaitu adanya pemerintahan dalam masyarakat Rejang, yang dipimpin oleh 5 orang Tuwi Kutei. Tuwi Kutei sendiri merupakan kepala kutei atau masyarakat adat asli yang terdiri dari 10-15 keluarga atau rumah. Selain pemerintahan, masyarakat Suku Rejang juga memiliki aksara sendiri sebagai media korespondensi, melalui aksara Kaganga. elain bahasa Rejang, masyarakat suku Rejang di perkotaan juga menggunakan bahasa Melayu Bengkulu sebagai bahasa keseharian.
https://bengkuluekspress.disway.id/read/50822/helmi-didaulat-suku-lembak
Suku Lembak juga termasuk salah satu dari kelompok sosial asli yang mendiami kawasan lembah-lembah di Provinsi Bengkulu. Di daerah kawasan Rejang Lebong, suku ini dikenal dengan nama Beliti, sedangkan di Bengkulu Selatan dan Kota Bengkulu mereka dikenal dengan Lembak Delapan. Suku ini juga dikategorikan suku yang cukup tua. Tercatat, dulunya mereka memiliki sebuah kerajaan bernama Kerajaan Sungai Serut, suku Lembak berdasarkan jenisnya adalah bagian dari suku Melayu. Bahasa, adat-istiadat, dan budaya suku Lembak tidak jauh berbeda dengan masyarakat Melayu pada umumnya.
https://www.kompas.com/stori/read/2023/03/12/100000379/suku-bangsa-asli-di-bengkulu?page=all
https://mamikos.com/info/suku-bangsa-di-provinsi-bengkulu-pljr/
Suku Serawai adalah suku bangsa dengan populasi terbesar kedua yang hidup di daerah Bengkulu. Sebagian besar masyarakat suku Serawai berdiam di kabupaten Bengkulu Selatan, yakni di kecamatan Sukaraja, Seluma, Talo, Pino, Kelutum, Manna, dan Seginim. Suku Serawai mempunyai mobilitas yang cukup tinggi, saat ini banyak dari mereka yang merantau ke daerah-daerah lain untuk mencari penghidupan baru, seperti ke kabupaten Kepahiang, kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Utara, dan sebagainya. Secara tradisional, suku Serawai hidup dari kegiatan di sektor pertanian, khususnya perkebunan. Banyak di antara mereka mengusahakan tanaman perkebunan atau jenis tanaman keras, misalnya cengkeh, kopi, kelapa, dan karet. Meskipun demikian, mereka juga mengusahakan tanaman pangan, palawija, hortikultura, dan peternakan untuk kebutuhan hidup.
https://mamikos.com/info/suku-bangsa-di-provinsi-bengkulu-pljr/
Suku Mukomuko atau disebut juga Muke-Muke adalah kelompok etnis yang mendiami wilayah Kabupaten Mukomuko, Bengkulu yang mendekati perbatasan wilayah Sumatera Barat di utara.
Orang Mukomuko mempunyai bahasa sendiri yaitu bahasa Mukomuko, yang memiliki persamaan dengan bahasa Minangkabau. Selain bahasa, unsur-unsur kebudayaan Mukomuko banyak memiliki persamaan dengan kebudayaan Minangkabau. Dalam sistem kekerabatan, mereka mengamalkan prinsip penarikan garis keturunan matrilineal, sebagaimana yang berlaku di daerah Minangkabau.
Daerah Mukomuko termasuk wilayah rantau Minangkabau atau dalam tambo Minangkabau disebut ombak nan badabua yakni daerah sepanjang pesisir pantai barat dari Padang hingga Bengkulu Selatan. Daerah ini pernah menjadi bagian wilayah Kerajaan Inderapura yang berkedudukan di Kabupaten Pesisir Selatan. Sejak masa kolonial Inggris, Mukomuko dipisahkan menjadi bagian administratif Bengkulu, sebagaimana yang telah berlangsung setelah kemerdekaan Indonesia.
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Orang_Mukomuko