Kelas IV

Tema 3

Aku Anak Salih

A. Jujur Disayang oleh Allah Subhanahu wata’ala

Anak Gadis yang Jujur

Pada suatu malam, Khalifah Umar ditemani pengawalnya berkeliling negeri untuk melihat dari dekat kehidupan rakyatnya. Sampai di pinggiran kota Makkah, Khalifah tertarik melihat sebuah gubuk kecil. Beliau mendengar suatu percakapan. “Anakku, malam ini kambing kita mengeluarkan susu sedikit sekali. Ini tidak cukup untuk memenuhi permintaan pelanggan besok pagi,” keluh wanita itu kepada anaknya. Dengan tersenyum, anak gadisnya itu menghibur, “Ibu, tidak usah disesali. Inilah rezeki yang diberikan Allah kepada kita hari ini. Semoga besok kambing kita mengeluarkan susu yang lebih banyak lagi.” Namun, aku khawatir para pelanggan tidak mau membeli susu kepada kita lagi. Bagaimana kalau susu itu kita campur air supaya kelihatan banyak?” “Jangan, Bu!” gadis itu melarang. “Bagaimanapun kita tidak boleh berbuat curang. Lebih baik kita katakan dengan jujur pada pelanggan bahwa hasil susu hari ini hanya sedikit. Mereka tentu akan memakluminya. Lagi pula, kalau ketahuan, kita akan dihukum oleh Khalifah Umar. Percayalah, ketidakjujuran itu akan menyiksa hati.” “Bagaimana mungkin Khalifah Umar tahu!” kata janda itu kepada anaknya. “Saat ini beliau tidur pulas di istana megah tanpa pernah mengalami kesulitan seperti kita.” Gadis remaja itu tersenyum dan berkata, “Ibu, memang khalifah tidak melihat apa yang kita lakukan sekarang. Tapi, Allah Maha Melihat setiap gerak-gerik makhluknya. Meskipun kita miskin, jangan sampai kita melakukan sesuatu yang dimurkai Allah.” Dari luar gubuk, Khalifah Umar kagum dengan kejujuran gadis itu. Ternyata, kemiskinan tidak membuatnya untuk berbuat curang. Keesokan harinya, Khalifah Umar memerintahkan beberapa orang untuk menjemput wanita pemerah susu dan anak gadisnya. Beliau bermaksud akan menikahkan putranya dengan gadis yang jujur itu. Allah Subhanahu wata’ala sangat senang kepada orang yang jujur, yaitu yang tulus dan lurus hatinya, tidak curang. Misalnya, jujur mengerjakan tugas, seperti ujian atau ulangan tidak mencontek dan jujur menggunakan uang, seperti mengembalikan uang kembalian sisa belanja. Mengatakan sesuatu dengan

jujur, misalnya mengakui kesalahan. Seperti pertanyaan guru, “Apakah kalian belajar di rumah?” Apabila tidak belajar, katakanlah dengan jujur “Saya tidak belajar.” Apa keuntungan orang jujur? Allah Subhanahu wata’ala senang dengan orang jujur. Kemudian, sikap jujur disenangi semua orang. Orang jujur selalu banyak teman dan dicari orang. Sebaliknya, Allah Subhanahu wata’ala tidak senang kepada orang yang tidak jujur, dan orang tidak jujur akan dibenci semua orang. Sumber: Buku Sirah (kisah keteladanan) Khalifah Umar bin Khattab

B. Amanah

Pada usia 12 tahun, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mulai berdagang ke Syam bersama pamannya. Dalam berdagang, Beliau selalu bersikap amanah (terpercaya). Barang dagangan yang dititipkan kepadanya dijaga dengan baik. Mengingat sikapnya itu, beliau mendapatkan gelar al-Amin, artinya orang yang dapat dipercaya.

Sebagai umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kita harus meneladani perilakunya, misalnya:

  • rajin belajar;
  • menjaga nama baik orang tua kita;
  • mengerjakan tugas sekolah;
  • menjaga nama baik guru dan sekolah.

C. Hormat dan Patuh kepada Orang Tua dan Guru

Ayah dan ibu telah berjasa mengasuh dan memelihara kita. Kita harus patuh kepada mereka berdua. Hormat dan patuh kepada orang tua adalah perintah Allah. Allah berfirman dalam al-Qur’an, yang artinya:

(Klik tanda play untuk mendengarkan ayat, tunggu loading)

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (Q.S Luqman/31:14).

Beberapa contoh sikap anak menghormati dan patuh kepada orang tua adalah:

  1. Patuh dan taat bila dinasihatinya;
  2. Rajin salat dan belajar untuk memenuhi harapannya;
  3. Sanggup membantu di rumah sesuai kemampuan;
  4. Selalu ingat untuk mendoakannya, seperti doa berikut:

اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا

Artinya: “Ya Allah ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil.”

Kita juga diharuskan hormat kepada sesama anggota keluarga, misalnya: hormat kepada kakak dan sayang kepada adik. Selain itu, kita juga wajib hormat dan patuh kepada guru. Beliau telah berjasa mendidik dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat. Lalu, bagaimanakah cara kita menghormati guru?

Berikut adalah contoh cara menghormati dan mematuhi guru:

Saat bertemu dengan guru:

  • mengucapkan salam: “Assalāmu‘alaikum”;
  • bersalaman dengan mencium tangannya;
  • memperlihatkan wajah berseri-seri.

Saat guru memberi tugas/PR, hendaknya:

  • selalu mengerjakan dan menyelesaikan tepat waktu;
  • tidak bermalas-malas dan mengeluh.

Saat guru menasihati:

  • mendengarkan dengan tulus;
  • menaati nasihatnya.

Saat berbicara dengan guru:

  • berbicara dengan santun;
  • suara tidak terlalu keras;
  • tidak memotong pembicaraannya.

Saat guru sedang mengajar:

  • duduk tenang dan tidak mengganggu teman;
  • tidak berbicara sendiri sehingga berisik atau gaduh;
  • memperhatikan pelajaran di sekolah.

D. Santun dan Menghargai Teman

Santun berarti halus budi, baik bahasa dan sopan tingkah lakunya. Orang santun biasanya sabar, tenang, sopan, penuh rasa belas kasihan dan suka menolong. Sedangkan, menghargai berarti menghormati, mengindahkan, dan memandang penting kepada orang lain. Orang yang tidak menghargai berarti orang yang meremehkan atau tidak peduli terhadap orang lain. Adapun Allah adalah Maha Penyayang, Maha Pengasih, Maha Pemaaf, Maha Penyantun kepada semua makhluk-Nya. Perhatikan firman Allah berikut ini.

(Klik tanda play untuk mendengarkan ayat, tunggu loading)

هُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ عَلَىٰ عَبْدِهِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۚ وَإِنَّ اللَّهَ بِكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dialah yang menurunkan ayat-ayat yang terang (al-Qur’an) kepada hamba-Nya (Muhammad) untuk mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sungguh, terhadap kamu Allah Maha Penyantun, Maha Penyayang.” (Q.S al-Hadid/ 57: 9).

Berikut beberapa contoh sikap santun:

  1. Mengucapkan salam, selalu memperhatikan, dan bermuka manis (berseri-seri) saat bertemu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya: “Janganlah sekali-kali kamu meremehkan sesuatu kebaikan, walaupun hanya dengan muka manis, bila kamu bertemu dengan saudaramu.” (H.R. Muslim).
  2. Berbicara dengan lembut dan tenang, suara tidak terlalu keras, dan tidak menyakitkan, sabar saat mendengarkan teman berbicara. Hindari kata-kata kasar, keras, dan kotor yang dapat menyakiti hati orang lain.
  3. Peduli terhadap keadaan teman dan suka menolong kesulitannya. Apabila ada yang sakit atau terkena musibah, usahakanlah untuk menjenguknya.
  4. Berteman tanpa pilih kasih. Bersahabat dan bermain dengan siapa saja: kaya, miskin, normal, cacat, cakap, buruk, bangsawan, rakyat jelata, dan sebagainya.
  5. Tidak mencela dengan perkataan yang buruk.
  6. Rendah hati dan bisa menerima dengan hati tulus atas kerja temanmu.
  7. Mengucapkan “terima kasih” kepada teman yang telah berjasa.
  8. Minta maaf kepada teman apabila kita bersalah, menyinggung perasaan, dan sebagainya.
  9. Tidak mengambil hak orang lain dan menguasainya dengan cara mencuri, merampas, atau berdusta.
  10. Memberikan ucapan selamat, sanjungan, dan pujian secara langsung.

RANGKUMAN

  1. Sebagai muslim/muslimat, kita harus memiliki sikap jujur, amanah, hormat dan patuh kepada orang tua, sopan, dan menghargai teman.
  2. Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mendapat gelaral-Amin, karena, beliau benar-benar bisa dipercaya, dan melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab.