kembali ke >>>Artikel

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU PESERTA DIDIK

A. Manajemen Pendidikan

1. Pengertian Manajemen

Sebelum sampai pada pembahasan tentang manajemen pendidikan, terlebih dahulu peneliti akan memaparkan tentang pengertian manajemen. Dalam kehidupan manusia, manajemen merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat diimplementasikan dan diadaptasikan dalam berbagai bidang dan konteks serta mampu beriringan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman[1]. Maka sebagai ilmu, manajemen bersifat universal dan menggunakan kerangka ilmu pengetahuan yang sistematis mencakup kaidah-kaidah, prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang cenderung benar dalam semua situasi managerial.[2]

Adapun pengertian manajamen menurut para ahli berbeda-berbeda. menurut Stoner, yang dikutip oleh T.Hani Handoko, bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya lainnya agar tercapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.[3] Menurut George R. Terry yang dikutif oleh Sunhaji, manajemen merupakan sebuah kegiatan, pelaksanaannya disebut managing, dan orang yang melakukannya disebut manager. Individu yang menjadi manager menangani tugas-tugas baru yang seluruhnya bersifat managerial. Manajemen terdapat hampir di semua aktivitas manusia, baik di pabrik, sekolah, rumah, bank, toko, supermaket dan sebaginya. Sehingga terdapat universalitas manajemen di berbagai sektor.[4] Menurut Husaini Usman yang dikutip oleh Syarnubi bahwa Manajemen adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu kata manus yang berarti tangan dan ageree yang berarti melakukan. Kata-kata itu digabungkan menjadi kata kerja manageree yang artinya menangani. Manageree diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management, dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan.[5].

Pendapat yang lain menjelaskan, manajemen ialah proses memperoleh tindakan melalui usaha orang lain. Ia merupakan kekuatan utama dalam organisasi yang mengakomodir berbagai kegiatan bagian-bagian (sub sistem) serta berhubungan dengan lingkungan. Manajeman memiliki unsur-unsur yang meliputi unsur manusia (manajer anggotanya), material, uang, waktu, prosedur serta pasar sehingga manajemen merupakan proses yang dilaksanakan oleh manajer organisasi agar berjalan menuju pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.[6]

2. Konsep Dasar Manajemen Pendidikan

Pendidikan harus dikelola dengan baik sebagaimana menurut Badrudin yang mengutip Azyumardi Azra, bahwa melalui pendidikan diharapkan lahir generasi muda yang berkualitas, memiliki wawasan yang luas, berkepribadian dan bertanggungjawab untuk kepentingan masa depan. Untuk mewujudkan harapan dan tujuan pendidikan diperlukan manajemen pendidikan yang baik pada setiap satuan pendidikan.[7]

Sedangkan istilah manajemen pendidikan sudah menjadi pokok bahasan yang sering diungkap oleh banyak ilmuwan dengan berbagai perspektif yang berbeda-beda.. Menurut E.Mulyasa, manajemen pendidikan merupakan proses pengambangan kegiatan kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang teah ditetapkan. Proses pengendalian kegiatan kelompok tersebut mencakup perencanaan ( planning ), pengorganisasia (organizing), penggerakkan ( actuating), dan pengawasan ( controlling) sebagai suatu prses untuk menjadikan visi menjadi aksi.[8]

Manajemen pendidikan, menurut Sunhaji mengutip Hartati Sukinan, adalah penataan, pengelolaan, pengaturan, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang berkenaan dengan lembaga pendidikan beserta segala komponennya dan dalam kaitannya dengan pranata dan lembaga lain.[9] Menurut Sunhaji, adapun ciri khas manajemen pendidikan dapat dilihat tujuan, proses dan orientasinya. Berdasarkan tujuannya, manajemen pendidikan harus senantiasa bermuara pada tujuan pendidikan yakni mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasar peserta didik. Berdasarkan prosesnya, manajemen pendidikan harus dilandasi sifat edukatif yang berkenaan dengan unsur manusia yang tidak semata –mata dilandasi efektifitas dan efisiensi, melainkan juga dilandasi dengan prinsip mendidik. Menurut orientasinya, manajemen pendidikan diorientasikan memusat pada peserta didik.[10]

Pada saat sekarang, manajemen pendidikan menganut manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 51 bahwa Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.[11]

3. Komponen Pendidikan Sekolah

Banyak tidaknya komponen yang dimiliki sekolah-sekolah sangat bervariasi, dan sudah barang tentu berbeda antara sekolah dasar dengan sekolah dasar lainnya, baik jumlah maupun kualitasnya. Terlepas dari jumlah dan kualitas, yang pasti semua komponen yang dimiliki oleh sekolah dasar merupakan masukan (input) yang secara garis besar diklasifikasikan menjadi empat jenis masukan, yaitu: masukan sumber daya manusia (human rsources input), masukan material (material input) dan masukan lingkungan (environmental input). Semua harus dikelola secara profesional bagi keberhasilan proses belajar mengajard i sekolah dalam rangka membawa anak didik sebagai masukan mentah (raw input) menuju keluaran sebagaimana diharapkan, yaitu lulusan yang siap memasuki sekolah menengah lanjutan pertama baik SMP maupun MTs. [12]

Komponen-komponen pendidikan di sekolah tersebut diatas, sebagiamana berdasarkan penjelasan dalam buku Ibrahim Bafadal[13], peneliti dapat memaparkannya sebagai berikut :

a. Masukan SDM

Masukan Sumber Daya Manusia (SDM) di sekolah meliputi keseluruhan personel sekolah, seperti kepala sekolah, guru, pesuruh (karyawan). Dalam kondisi normal, personal sekolah dasar terdiri dari seorang kepala sekolah, enam guru kelas, seorang guru mata pelajaran Pendidikan Agama dan seorang guru mata pelajaran Pendidikan Jasmana Olahraga Kesehatan, dan seorang pesuruh. Jadi secara keseluruhan tredapat 10 personel sekolah dasar. Namun sejak awal tahnun 1990-an, di Indonesia mulai banyak bermunculan sekolah dasar swasta yang dikembangkan secara profesional sehingga menjadi SD Unggulan, SD Plus, SD Terpadu, dan SD sehari (Full Day School). Di sekolah-sekolah swasta yang dikembangkan secara profesional ini, jumlah personel dapat mencapai lebih dari sepuluh orang karena jumlah siswanya juga banyak. Sebagaimana yang menjadi lokasi penelitian yakni di Sekolah Dasar Islam Ta’allumul Huda Bumiayu terdapat 22 orang personel.

b. Masukan material

Masukan material adalah komponen instrumental yang meliputi kurikulum, dan adan segala komponen sekolah selain manusia, yang bisa disebut juga dengan sarana dan prasarana sekolah. Dalam kondisi normal sarana dan prasarana sekolah di sekolah terdiri atas enam ruang kelas, satu ruang kepala sekolah yang juga difungsikan sebagai ruang administrasi, perabot, buku teks, buku penunjang, buku bacaan dan berbagai alat peraga. Namun pada sekolah sekolah – sekolah yang lebih maju, sarana dan prasarana bisa lebih anyak lagi.

c. Masukan lingkungan

Dalam buku yang ditulis oleh Ibrahim Bafadal yang mengutip Hanson, dijelaskan bahwa sekolah merupakan sebuah sistem terbuka ( open system) dan buka sistem tertutup ( closed system). Menurutnya sekolah itu merupakan sebuah sistem yang terkait dengan sebuah jaringan organisasi lain di luar sekolah seperti pusat pelatihan guru, instansi atau badan atau lembaga pemerintah dan swasta, Komite sekolah, Kelompok Kerja Guru (KKG), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), dll.[14]

d. Proses Pendidikan

Sesuai dengan namanya, komponen ini tidak berbentuk kasat mata melainkan berbentuk perangkat lunak. Yang dijabarkan dari sekolah dasar yang berlaku. Proses pendidikan ini mencakup keseluruhan kegiatan belajar yang diikuti peserta didik sejak pagi sampai pulang dari sekolah, meliputi :

- Upacara bendera

- Senam pagi

- Kegiatan kurikuler

- Kegiatan ekstrakurikuler

- Kegiatan pendisiplinan siswa

- Dan lain-alin

e. Siswa ( Peserta Didik)

Siswa atau peserta didik merupakan komponen mentah. Artinya siswa dengan segala karakteristik awalnya merupakan subyek yang akan dididik melalui berbagai kegiatan pembelajaran di sekolah sehingga menjadi keluaran atau lulusan sebagiamana diharapkan. Dalam rangka menjalani proses pendidikan di sekolah, siswa termasuk komponen yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Seperti dikelompok-kelompokkan, dicatat, dibimbing bilamana menghadapi hambatan belajar.

Menurut Ibrahim Bafadal, sebagai salah satu bentuk satuan pendidikan, sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa menyelesaikan pendidikan pada sekolah dasar atau yang sederajat, secara formal seseorang tidak mungkin dapat mengikuti pendidikan di SLTP. Besarnya peranan pendidikan di sekolah dasar sangat disadari oleh semua negara di dunia dengan semakin meningkatnya investasi pemerintahannya pada sektor tersebut dari tahun ke tahun. Memperhatikan penting dan peranannya yang demikian besar itu, sekolah dasar harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, baik secara institusional maupun fungsional akademik. Oleh karena itu, sekolah dasar harus dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga menjadi sekolah dasar yang bermutu.[15]

4. Proses dan Fungsi Manajemen Pendidikan

Sebagai sebuah sistem maka dalam manajemen terdapat proses-proses dan fungsi-fungsi yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh satuan pendidikan. Proses-proses dan fungsi-fungsi manajemen pendidikan tersebut memerlukan berbagai pendekatan untuk mencapai tujuan diantaranya adalah pendekatan sistem dan pendekatan terpadu.

Menurut Abdul Rahman yang dikutip oleh Badrudin, memaparkan bahwa manajemen pendidikan yang berlangsung dalam suatu lembaga pendidikan berpengaruh pada tingkat kefektifan dan efisensi pendidikan di lembaga yang bersangkutan. Kualitas manajemen tersebut ditandai kejelasan pelaksanaan dan pengawasan. Bila fungsi manajemen tersebut berjalan dengan baik dan optimal, maka pelayanan pendidikan akan berjalan dengan lancar dan memperoleh hasil yang baik.[16]

Proses manajemen pendidikan memerlukan berbagai pendekatan untuk mencapai tujuan, di antaranya adalah pendekatan sistem dan pendekatan terpadu. Pendekatan sistem mempelajari manajemen dari sudut sistem, sub sitem dan kommponen sistem dengan penakanan pada interaksi antar komponen di dalamnya, sedangkan manajemen terpadu dilandasi oleh norma dan keadaan yang berlaku, menelaah ke masa silam, serta berorientasi ke masa depan secara cermat.[17] Sedangkan Fungsi-fungsi manajemen pendidikan, dalam buku Donni Juni Priansa, terdiri dari: planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting dan budgetting.[18]

Manajemen pendidikan merupakan suatu sistem pengelolaan dan penataan sumber daya pendidikan seperti tenaga kependidikan,, peserta didik, masyarakat, kurikulum, dana (keuangan), sarana dan prasarana pendidikan, tata laksana dan lingkungan pendidikan.[19]

B. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan

1. Pengertian Mutu Pendidikan

Sebelum membahas tentang mutu pendidikan, terlebih dahulu perlu dipahami pengertian mutu. Dalam tulisan Riwan Sani dkk, dijelaskan bahwa pengertian mutu jika dilihat dari standar dan harapan konsumen adalah 1) sesuai dengan standar; 2) sesuai dengan haraapan pelanggan; 3) sesuai dengan harapan pihak-pihak terkait; 4) sesuai dengan yang dijanjikan.[20]

Menurut Donni Juni Priansa dan Sonny Suntani Setiana, yang mengutip pendapat beberapa ilmuwan tentang pengertian mutu antara lain sebagai berikut : 1) Philip Crosby, mutu adalah conformance to requirements atau tercukupnya kebutuhan, 2) H.James Harington menyatakan mutu adalah meeting or exceeding customers expectations at a cost that represents value to them atau pemenuhan melampaui atas harapan pelanggan dengan biaya yang sesuai dengan nilai yang mereka korbankan. 3) Fred Smith menyataan bahwa mutu merupakan kinerja standar yang diharapkan oleh pengguna prduk atau jasa (customers) [21]

Sedangkan menurut Ellis dalam Geoffrey D.Doherty adalah:

Ellis (1993), in his introduction to Quality Assurance for University Teaching, states, with somewhat more precision: ‘Quality itself is a somewhat more ambiguous term since it has connotations of both standards and excellence’ (p. 3). This is a theme which has been explored at some length in the The Higher’s ‘Quality Debate’, where the word ‘quality’ is, for the most part, used synonymously with ‘excellence’[22]

Pengertian mutu menurut Ellis tersebut adalah Kualitas itu sendiri adalah istilah yang agak ambigu karena memiliki konotasi standar dan keunggulan". Sedangkan menurut Edward Sallis, mutu merupakan suatu ide yang dinamis.[23]

Untuk mencapai suatu mutu pendidikan, lembaga pendidikan memiliki banyak upaya yang harus dilakukan. Seorang ahli manajemen yang bernama William Edwards Deming yang dikutip oleh Doni, merumuskan bahwa mutu dapat dibangun melalui 14 hal sebagai berikut:

1) menciptakan kepastian tujuan perbaikan produk dan jasa,

2) mengadopsi filosofi baru ketika cacat tidak bisa diterima,

3) berhenti bergantung pada inspeksi massal,

4) berhenti melaksanakan bisnis atau dasar harga,

5) terus –menerus memperbaiki sistem produksi dan jasa,

6) melembagakan metode pelatihan kerja modern,

7) melembagakan kepempinan,

8) menghilangkan rintangan antar departemen,

9) menghilangkan ketakutan

10) menghilangkan /mengurangi tujuan-tujuan jumlah pada pekerja,

11) menghilangkan manajemen berdasarkan sasaran,

12) menghilangkan rintangan yang merendahkan pekerja paruh waktu,

13) melembagakan program pendidkan dan pelatihan yang cermat,

14)menciptakan struktur dalam manajemen puncak yang dapat melaksanakan transformasi seperti dalam poin-poin di atas.[24]

Setelah mengetahui pengertian mutu sebagaimana paparan di atas, selanjutnya yang dibahas tentang pengertian mutu pendidikan khusunya di sekolah dasar. Ibrahim Bafadal menulis dalam bukunya dan menjelaskan bahwa pada prinsipnya sekolah dasar sebagai satuan pendidikan tidak akan menjaadi bermutu baik atau uggul dengan sendirinya melainkan melalui berbagai upaya peningkatan mutu pendidikannya.[25] Sedangkan peningkatan mutu pendidikan di sekolah dasar hanya akan terjadi secara efektif bilamana dikelola melalui maanajemen yang tepat.[26] Menurut E. Mulyasa, peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesiasecara kaffah ( menyeluruh).[27] Menurut Muwahid Shulhan, ada tiga faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yaitu 1) kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production funtion atau input-input analisis yang tidak konsisten;2) penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik; 3) peran serat masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggraan pendidikan sangat minim.[28]

Mutu pendidikan, menurut Abdul Hadis, dapat dilihat dalam dua perspektif : makro dan mikro. Dalam persefektif makro banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, di antaranya faktor kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan, khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas, di laboratorium dan di kancah belajar lainnya melalui fasilitas internet, aplikasi metode, strategi dan pendekatan pendidikan yang mutakhir dan modern, metode evaluasi pendidiakn yang tepat, biaya pendidikan yang memadai, manajemen pendidikan yang dilaksankan secara profesional, sumber daya manusia para pelaku pendidikan yang terlatih, berpengatahuan, berpengalaman dan profesional. Sedangkan dalam perspektif mikro, faktor dominan yang berpengaruh dan berkontribusi besar terhadap mutu penddidikan ialah guru yang profesioanl dan guru yang sejahtera.[29] Berkaitan dengan mutu pendidikan ini pula adal hal yang menjadi permasalahan pendidikan seperti yang diungkap oleh Abdul Hadis dengan mengutip bukunya Muhaimin, bahwa ada tiga permasalahan besar dunia pendidikan di Indonesia yaitu: 1) masih rendahnya pemerataan pendidikan bagi masyarakat; 2) masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan; dan 3) masih rendahnya manajemen pendidikan.[30]

Oleh karena itu dalam rangka untuk meningkat mutu pendidkan, pemerintah telah mengeluarkan beberapa regulasi antara lain dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, yang diubah dalam PP Nomor 32 Tahun 2013 dan diubah lagi menjadi PP Nomor 13 tahun 2015 dijelaskan bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan dan daya saing sumber daya manusia Indonesia perlu senantiasa memperhatikan perubahan masyarakat dan dinamika global. Untuk itu, pemantapan Standar Nasional Pendidikan dan upaya pemenuhannya merupakan hal penting dan mendesak untuk dilakukan. perlu dilakukan karena ketentuan yang terkait dengan Ujian nasional, kurikulum pendidikan anak usia dini, dan akreditasi memerlukan penyesuaian atas berbagai tantangan baru.[31]

Kemudian seiring dengan diberlakukannnya otonomi daerah dalam rangka untuk mencapai mutu pendidikan, maka diterbitkan pula Peraturan Kemdiknas No 15 tahun 2005 tentang Standar Pelayan Minimal Pendidikan Dasar Menengah yang sudah diubah dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013, termaktub dalam konsideran peraturan tersebut pada butir (c) bahwa untuk menjamin tercapainya mutu pendidikan yang diselenggarakan daerah perlu menetapkan standar pelayanan minimal pendidikan dasar;[32]

Sehingga mutu pendidikan merupakan tujuan dan harapan semua masyarakat, bangsa dan negara yang ingin dicapai meelalui pendidikan. Mutu pendidikan tidak akan dapat dicapai tanpa adanya kerja sama dan keterlibatan semua pihak. Mutu pendidikan terus bergerak dan berubah, serta spesifikasi dan kualifikasi juga terus meningkat. Apa yang dulu bermutu, sekarang dapat dikatakan usang atau tidak bermutu. Mendidik dan memberi pembelajaran tanpa mutu (dari segi konten dan metodenya) berarti membagi-bagikan ketertinggalan mutu dan ketidakbermutuan. Begitu pula perluasan akses pendidikan tanpa mutu dan perbaikan mutu berarti membagi-bagi ketertinggalan mutu dan kebodohan.[33] Sedangkan dalam masalah mutu lembaga pendidikan yang berbasis ke-Islaman, sebagaimana tempat yang akan dijadikan oleh peneliti sebagai obyek penelitian, yaitu Sekolah Dasar Islam Ta’allumul Huda Bumiayu. Mungkin relevan pemikiran Muzamil Qomar mensinyalir bahwa problem mutu pendidikan Islam telah menjadi problem nasional dan internasional khususnya bagi negara-negara yang pendidikannya masih belum berkualitas.[34]

2. Acuan Mutu Pendidikan

Sebagaimana dijelaskan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) bahwa pendidikan bermutu merupakan pendidikan yang mampu melaksanakan proses pendidikan yang berkualitas kepada peserta didik yang dikembangkan untuk membebaskan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, dan dari buruknya akhlak dan keimanan. Pendidikan yang bermutu lahir dari sistem perencanaan yang baik dengan materi dan sistem kelola yang baik dengan komponen pendidikan yang bermutu. Pemerintah Indonesia telah membentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang yang memastikan bahwa segala hal yang berkaitan dengan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia berjalan sesuai dengan standar yang berlaku. Cakupan standar nasional pendidikan dasar dan menengah terdiri atas 8 (delapan) aspek yang meliputi: standar kompetensi lulusan, standar isi pendidikan dasar dan menengah, standar proses pendidikan dasar dan menengah, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan pendidikan.[35]

Menurut Ghufron dalam bukunya mejelaskan bahwa mutu di bidang pendidkan meliputi mutu input, proses, output,dan outcome. Input pendidikan dinyatakan bermutu jika siap berproses. Proses pendidikan bermutu apabila mampu menyiapkan suasana yang PAKEM ( Pembelajara yang Aktif, Kreatif dan Menyenangkan).[36]

Dalam buku Ibrahim Bafadal disebutkan bahwa sekolah yang bermutu baik adalah sekolah yang mampu berfungsi sebagai wadah proses edukasi, wadah proses sosialisasi dan wadah proses transformasi sehingga mampu mengantarkan anak didik menjadi seorang terdidik, memiliki kedewasaan mental dan sosial serta memiliki pengetahuan dan teknologi, termasuk juga kebudayaan bangsa.[37] Dengan demikian sekolah yang baik, menurut Bafadal adalah apabila: 1) menghasilkan lulusan yang terdidik (berbudi pekerti luhur) memiliki kedewasaan mental dan sosial serta memiliki pnegtahuan dan teknologi (tentu dalam bentuk dasar-dasarnya) yang membuatnya siap memasuki sekolah lanjutan tingkat pertama; 2) dalam menghasilkan lulusan yang dikehandaki tersebut maka perlu melalui proses edukasi, sosialisasi dan trasformasi yang baik pula dalam bentuk proses belajar mengajar yang bermutu.[38]. Mengutip direktorat TK dan SD, Ibrahim Bafadal menyebutkan lima komponen yang menentukan mutu pendidikan, yaitu :

1) Kegiatan belajar mengajar;

2) Manajemen pendidikan yang efektif;

3) buku dan saran belajar yang memadai dan selalu dalam kondisi siap pakai;

4) fisik dan penampilan sekolah yang baik;

5) Partisipasi aktif masyarakat.[39]

Sedangkan menurut Edward Sallis, yang dikutip oleh Muhammad Fathurrahman mengidentifikasi ciri-ciri sekolah bermutu, yaitu:

1) Sekolah memiliki fokus pada customer, baik internal maupun eksternal.

2) Sekolah memiliki fokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul, dengan komitmen untuk bekerja secara benar dari awal.

3) Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusia, sehingga terhindar dari berbagai “kerusakan psikologis” yang sangat sulit diperbaiki.

4) Sekolah memiliki strategi untuk mencapai kualitas, baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga administratif.

5) Sekolah mengelola kritik sebagai umpan balik untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada masa berikutnya.

6) Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.

7) Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua pihak sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.

8) Sekolah mendorong pegawai yang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan kualitas dan merangsang pegawai yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas.

9) Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan horizontal.

10) Sekolah memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas.

11) Sekolah memandang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut.

12) Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja.

13) Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus menerus sebagai suatu kewajiban.[40]

3. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan

Manajemen pentingkatan mutu pendidikan adalah suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu pada lembaga pendidikan itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, berdasrkan pada ketersediaan data kuantitatif dan kualitatif, dan pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasistas dan kemapuan organisasi sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat.[41] Manajemen peningkatan mutu memiliki prinsip: 1) peningkatan mutu harus dilaksanakan di sekolah; 2) peningkatan mutu hanya dapat dilaksankan dengan adanya kepmimpinan yang baik; 3) peningkatan mutu harus didasarkan pada data dan fakta baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif; 4) peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang ada di sekolah.[42] Sebagaimana ditegaskan pula oleh Sunhaji dalam artikelnya bahwa One of the goals of education is to shape the students’ virtues moral attitudes and characters ( salah satu tujuan pendidikan adalah membangun sikap moral dan karakter peserta didik).[43]

Peningkatan mutu harus bertumpu pada lembaga pendidikan untuk secara terus menerus dan berkesinambungan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasinya guna memenuhi tuntutan dan kebutuhan peserta didik dan stakeholders. Dalam manajemen mutu terkandung upaya : 1) mengendalikan proses yang berlangsung di lembaga pendidikan baik kurikuler mapun administrasi; 2) melibatkan proses diagnose dan proses tindakan untuk menindaklanjuti diagnose; 3) peningkatan mutu harus didasarkan atas data dan kata, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif; 4) peningkatan mutu harus dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan; 5) peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang ada di lembaga pendidikan ; dan 6) peningkatan mutu memiliki tujuan yang menyatakan bahwa sekolah atau madrasah dapat memberikan kepuasan kepada peserta didik, orang tua dan masyarakat.[44]

Selanjutnya, menurut Fathurrahman dan Sulsityorini yang mengutip pendapat Sonhaji, bahwa untuk memahami hakekat dari manajemen peningkatan mutu dalam pendidikan, setidaknya terdapat sepuluh karakteristik yang membedakan manajemen peningkatan mutu dengan manajemen tradisional. Sepuluh karakteristik manajemen peningkatan mutu tersebut adalah:

1) Mengadopsi filosofi manajemen modern.

2) Menggunakan metode tersturkut dan pengoperasian yang disiplin

3) Memberi contoh melalui kepempinan

4) Menggunakan terobosan berpikir dengan inovasi baru

5) Menkankan pada peningkatan berkelanjutan jangka panjang

6) Mencegah kesalahan dan menekankan kualitas desain

7) Menentukan penggunaan fakta

8) Menggunakan manusia sebagai faktor utama alam menambah nilai

9) Memfokuskan pada kepuasan pelanggan

10) Membangun cara hidup baru.

4. Manajemen Mutu Terpadu atau Total Quality Manajemen ( TQM)

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen, maka saat ini dikenal ada sistem manajemen mutu terpadu atau Total Quality Manajamen (TQM) yang mulai diterapkan dalam dunia pendidikan. Namun dalam hal mencaapai mutu pendidikan Peningkatan mutu sekolah secara massal merupakan suatu upaya untuk menciptakan dan menjamin proses perubahan berlangsung secara terus menerus dan dapat dilaksanakan oleh semua sekolah. Sekolah atau madrasah memiliki latar belakang dan potensi yang berbeda yang menyebabkan tidak mungkin diterapkannya satu kebijakan untuk semua sekolah “one size fits for all policy”. Sehingga kebijakan dan upaya peningkatan mutu sekolah dan madrasah seharusnya memiliki fleksibilitas yang tinggi. Akan tetapi, harus tetap ada dimensi kebijakan yang bersifat imperatif bagi semua sekolah dan madrasah. Oleh karena itu, masing-masing sekolah maupun madrasah memiliki problem yang unik, keunikannya terletak pada adanya perbedaan latar belakang dan karakteristik masing-masing. [45]

Definisi TQM, menurut Bambang H. Hadi Wiiardjo yang dikutip oleh Fathurrahman adalah sistem namajemn yang berorrinetasi pada kepuasan pelanggan (cutumer satisfaction) dengan kegiatan yang diupayakan benar sekali ( right first time), melalui perbaikan berkesinambungan (continous improvment ) dan memotivasi karyawan.[46]

TQM diwujudkan dalam rangkaian proyek-proyek berskala kecil. Kaizen merupakan satu kata yang dimiliki oleh Jepang. Terjemahan bebas dari istilah ini adalah perbaikan sedimkit demi sedikit (step by step improvment). Esensi Kaizen adalah proyek kecil yang berupaya untuk membangun kesuksesan, kepercayan diri dan mengembangkan dasar peningkatan selanjutnya. [47]

C. Manajemen Peningkatan Mutu Peserta Didik Sekolah Dasar

1. Pengertian Peserta Didik

Peserta didik merupakan salah satu komponen dalam pendidikan yang sangat penting. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahauan dan tehnologi, maka paradigma terhadap peserta didik juga mengalami perubahan makna dan perlakuan dalam praktik pendidikan. Peserta didik dianggap bukan lagi sebagai gelas kosong atau kertas putih yang menunggu untuk diisi, tetapi peserta didik merupakan makhluk Allah yang diberi karrunia oleh Allah Swt berupa fithrah. Pengertian fitrah menurut Zakiah Daradjat adalah potensi yang dapat berkembang, sehingga manusia sebagai makhluk Allah merupakan mahkhluk paedagogik.[48] Oleh karena itu perlu dikembangkan dan pengembangan itu senantiasa dalam usaha dan kegiatan pendidikan. Teori nativis dan empiris yang dipertemukan oleh Kerschenteiner dengan teori konvergensinya telah ikut memmbuktikan bahwa manusia itu adalah makhluk yang dapat didik dan dapat mendidik.[49]

Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah selaku pengambil kebijakan regulasi pendidikan juga terus-menerus melakukan perbaikan kurikulum untuk memperbaiki mutu pendidikan. Hingga sekarang ini yang sedang diberlakukan adalah kurikulum 2013, dimana perlakuan terhadap peserta didik dalam kegiatan pembelajaran juga sudah mengalami perubahan, antara lain jika dahulu pembelajaran itu terpusat pada guru dengan menekankan pada hasil pembelajaran, tetapi saat ini peserta didik dianggap sebagai manusia yang sudah memiliki pengetahuan dan guru bukan satu-satunya sumber pengetahuan. Pembelajaran tidak lagi menekankan pada hasil tetapi proses, yang terkenal dalam kurikulum 2013 dengan istilah pendekatan saintifik dan penilaian proses. Sebagiamana tertuang dalam permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses, bahwa prinsip pemebalajaran yang digunakan sebagai berikut:

1) dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;

2) dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis

aneka sumber belajar;

3) dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah;

4) dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis

kompetensi;

5) dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;

6) dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju

pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;

7) dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;

8) peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills)

dan keterampilan mental (softskills);

9) pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan

peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;

10) pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);

11) pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat;

12) pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru,

siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas;

13) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan

efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan

14) Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya pesertadidik.[50]

Dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.[51] Dalam pasal 3 dijelaskan Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[52] Sedangkan pengertian peserta didik menurut Oemar Hamalik adalah merupakan suatu komponen yang menjadi masukan ke dalam proses pendidikan. Peserta didik dilihat dari segi atau pendekatan sosial, pikologis, dan edukatif. Dilihat dari pendekatan sosial, setiap peserta didik adalah mahluk sosial, calon warga masyarakat. Dilihat dari pendekatan psikologis, setiap peserta didik memeiliki perilaku awaal (entry behavior) yang dapat ditumbuhkembangkan. Dilihat dari segi edukatif, setiap peserta didik memiliki hak dan kewajiban dalam rangka sistem pendidikan yang menyeluruh dan terpadu.[53] Sementara Eka Prihatin dalam bukunya memberikan pengertian peserta didik adalah orang yang mempunyai pilihan untuk menempuh ilmu sesuai dengan cita-cita dan harapan masa depan.[54] Jadi peseta didik adalah orang/individu yang mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya agar tumbuh dan berkembang dengan baik serta mempunyai kepuasan dlam menerima pelajaran yang diberikan oleh gurunya.[55]

Dengan demikian peserta didik merupakan calon anggota masyarakat sebagai konsumen pendidikan yang mendapatkan pelayanan pendidikan menurut minat, bakat, keahlian dan kemampuannya sehingga dapat ditumbuhkembangkan dengan cemerlang yang menjadikannya merasa puas apa yang diterimanya di sekolah dimana mereka belajar untuk mencapai cita-cita masa depan. Sedangkan yang dimaksud peserta didik yang relevan dalam penelitian ini adalah peserta didik sekolah dasar, yang secara fisik dikategorikan sebagai peserta didik pendidikan dasar seperti disebutkan dalam pasal 6 (1) bahwa Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.[56]

Dari beberapa pengertian peserta didik tersebut di atas, patut dicermati pemikiran Edward Sallis tentang pelajar atau peserta didik seringkali dianggap sebagai produk pendidikan. Dalam pendidikan, kita sering mengatakan seolah-olah pelajar adalah hasil dari pendidikan, khususunya dengan merujuk pada penerapan disiplin dan cara bersikap di isntitusi-institusi tertentu. Pendidikan seolah0olah merupakan sebuah jalur produksi.[57] Sallis melanjutkan bahwa menghasilkan dengan standar jaminan tertentu adalah hal yang msutahil.sebagiamana diungkapkan Lynton Gray beberapa diskusi masalah ini bahwa manusia tidak sama. Manusia berada dalam situasi pendidikan dengan pengalaman, emosi,dan opini yang tidak bisa disamaratakan. Menilai mutu pendidikan sangat berbeda dengan memeriksa hasil produksi pabrik atau meniali sebuah jasa. Ide tentang pelajar sebagai produk menghilangkan kompleksitas proses belajar dan keunikan setiap individu pelajar. Sehingga pendidikan dilihat sebagai jasa atau layanan bukan sebuah bentuk produksi.[58]

2. Komponen Manajemen Peningkatan Mutu Peserta Didik

Salah satu tolok ukur dari pendidikan bermutu suatu institusi pendidikan ialah kemampuan institusi pendidikan tersebut untuk melahirkan sumber daya manusia yang bermutu.[59] Menurut Levin dan Rumberger yang dikutip oleh Muhammad Hadis & Nurhayati, menyatakan bahwa ciri sumber daya manusia yang bermutu di era industrialisasi dan globalisasi ialah manusia yang memiliki kemampuan prakarsa, kerja sama, kerja tim, pelatihan kesejawatan, penilaian, komunikasi, penelaran, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, penggunaan informasi, perencanaan keterampilan belajar, dan keterampilan multi budaya.[60]

Pengelolaan pendidikan yang menekankan kemandirian sekolah merupakan penjabaran dari otonomi pendidikan di sekolah. Pemberian otonomi pendidikan kepada sekolah merupakan usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan secara luas, sehingga sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekitar. Pada penyelenggaraan pendidikan, baik oleh pemerintah maupun yayasan, akan menjadi sorotan bagi masyarakat mengenai bermutu atau tidaknya proses dan layanan yang dilangsungkan pada sekolah atau madrasah yang dikelola. Penyelenggaraan pendidikan harus bermutu dan memiliki akuntabilitas tinggi, inilah yang menjadi harapan masyarakat. Madrasah yang melibatkan masyarakat akan memunculkan partisipasi dan rasa memiliki serta tanggung jawab masyarakat tersebut.[61] Peserta didik sebagai komponen dari pendidikan memerlukan pengelolaan yang baik, untuk dapat menghasilkan peserta didik yang berkualitas dan memiliki harapan di masa depan. Dalam pasal 12 (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan hak-hak peserta didik :

Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:

a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;

b. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;

c. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;

d. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;

e. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;

f. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing - masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.[62]

Dengan demikian peserta didik berhak memperoleh sesuatu yang bermanfaat bagi masa depan mereka. Sehingga sekolah memerlukan upaya maskimal untuk memenuhi hak-hak tersebut dengan menyelenggarakan manajemen peserta didik yang baik, sehingga tercapai peningkatan mutu peserta didik melalui proses belajar mengajar sebagimana yang diinginkan oleh sekolah.

Sementara menurut Ibrahaim bafadal, sekolah dasar yang bermutu baik adalah sekolah dasar yang mampu berfungsi sebagai wadah proses edukasi, wadah proses sosialisasi, dan wadah proses transformasi, sehingga mampu mengantarkan anak didik menjadi seorang terdidik, memiliki kedewasaan mental dan sosial, serta memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk juga kebudayaan bangsa.[63]

Menurut para ahli pendikikan, mutu proses belajar mengajar diartikan sebagai mutu dari aktivitas mengajar yang dilakukan oleh guru dan mutu aktivitas belajar yang dilakukan oleh peserta didik di kelas, di laboratorium, di bengkel kerja, dan di kancah belajar lainnya. Sedangkan mutu hasil proses belajar mengajar ialah mutu dan aktivitas mengajar yang dilakukan oleh guru dan mutu aktivitas belajar yang dilakukan oleh peserta didik di kelas, di laboratorium, di bengkel kerja, dan di kancah belajar lainnya yang terwujud dalam bentuk hasil belajar nyata yang dicapai oleh peserta didik berupa nilai rata=rata dari semua mata pelajaran dalam satu semester.[64]

Sedangkan kompetensi peserta didik mengacu pada penguasaan komptensi yang diharapkan dapat dicapai oleh perta didik setelah proses pembelajaran berlangsung di jenjang tiap satuan pendidikan. Untuk jenjang pendidikan Dasar sekolah dasar, sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 tahun2016 tentang Standar Isi,dalam Bab II berbunyi : [65]

KOMPETENSI INTI

DESKRIPSI KOMPETENSI

Sikap Spritual

1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.

Sikap Sosial

2. Menunjukkan perilaku:

a. jujur,

b. disiplin

c. santun,

d. percaya diri,

e. peduli, dan

f. bertanggung jawab dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangga, dan negara.

Pengetahuan

3. Memahami pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural, dan metakognitif pada tingkat dasar

dengan cara :

a. mengamati,

b. menanya, dan

c. mencoba

Berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya,

makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan

benda-benda yang dijumpainya di rumah, di

sekolah, dan tempat bermain.

Keterampilan

4. Menunjukkan keterampilan berfikir dan bertindak:

a. kreatif

b. produktif,

c. kritis,

d. mandiri,

e. kolaboratif, dan

f. komunikatif

Dalam bahasa yang jelas, sistematis, logis dan

kritis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan tindakan yang mencerminkan perilaku anak sesuai dengan tahap perkembangannya.

Manajemen peningkatan mutu peserta didik berkaitan pula dengan manajemen peserta didik. Manajemen peserta didik menurut Knezevich yang dikutip oleh Eka Prihatin, bahwa manajemen peserta didik atau Pupil Personnel Administration sebagai layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan, dan layanan siswa di kelas dan di luar kelas, seperti: pengenalan, pendaftaran, layanan individual, seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai ia matang di sekolah.[66] Manajemen peserta didik dapat pula diartikan sebagai usaha pengaturan terhadap peserta didik mulai dari peserta didik tersebut masuk sekolah sampai dengan mereka lulus sekolah.[67]

Sementara dalam manajemen peserta didik menunjuk kepada pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan pencatatan peserta didik semenjak dari proses penerimaan sampai saat peserta didik meninggalkan sekolah karena sudah tamat mengikuti pendidikan pada sekolah itu.[68] Manajemen peserta didik adalah suatu penataan atau pengaturan segala aktivitas yang berkaitan dengan peserta didik, yaitu mulai dari masuknya peserta didik sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolah atau suatu lembaga. [69] Manajemen peserta didik pada lembaga pendidikan sangat penting karena yan menjadi input , proses dan dan output pendidikan adalah peseta didik. Manajemen peserta didik yang bermutu berkontribusi pada adanya output pendidikan yang bermutu.[70]

Dari konsep diatas dapat disimpulkan bahwa memang peserta didik merupakan salah satu komponen utama dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Apalagi di era persaingan antara lembaga pendidikan yang semakin kompetitif, sekolah harus berupaya bersungguh-sungguh untuk memang peserta didiknyasehingga menjadi peserta didik yang profesional. Oleh karena itu, sudah semestinya peserta didik dikelola dan dilayani sebagaimana konsumen dalam dunia bisnis.

Pada akhirnya, sebagai unit layanan jasa, maka yang dilayani oleh sekolah (pelanggan sekolah) adalah : 1) Pelanggan internal : guru, pustakwann,laboran,teknisi dan tenaga administrasi, 2) Pelangan eksternal : Pelanggan primer ( siswa), pelanggan sekunder ( orang tua, pemerintah, masyarakat), Pelanggan tertier ( pemakai/pengguna lulusan baik perguruan tinggi maupun dunia usaha).[71]

3. Perencanaan Peningkatan Mutu Peserta Didik

Penyusunan perencanaan yang harus dilaksanakan dalam rangka peningkatan mutu adalah : school review; benchmarking; quality assurance dan quality control.[72]

a. Scholl review

Merupakan suatu proses dimana seluruh komponen sekolah bekerja sama khususnya dengan orang tua dan tenaga profesional untuk mengevaluasi dan menilai efktifitas sekolah serta mutu lulusan.

b. Benchmarking

Merupakan suatu kegiatan menetapkan standar dan target yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu.

c. Quality Assurance

Merupakan suatu teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan telah dilaksanakan sebagaimana mestinya.

d. Quality Control

Teknik ini merupakan suatu sistem untuk mendekteksi terjadinya penyimpangan kualitas output yang tidak sessuai dengan standar.[73]

Dalam hal manajemen peningkatan mutu peserta didik juga berkaitan dengan perencanaan peserta didik. Ali Imron mengemukakan bahwa perencanaan peserta didik merupakan suatu kegiatan perencanaan tentang hal-hal yang harus dilakukan berkaitan dengan peserta didik di sekolah, baik sejak peserta didik akan memasuki sekolah maupun akan lulus dari sekolah. Hal-hal yang direncanakan berkaitan dengan penerimaan peserta didik sampai dengan kelulusan peserta didik. Adapun langkah-langkah dalam perencanaan terhadap peserta didik meliputi perkiraan (forcasting), perumusan tujuan (objective), kebijakan (policy), pemrograman (programming), menyusun langkah-langkah (procedure), penjadwalan (schedule), dan pembiayaan (budgetting).[74]

a. Perkiraan (Forcasting)

Menurut Ali Imron, perkiraan (forcasting) adalah menyusun suatu perkiraan kasar dengan mengantisipasi ke depan, yang dipengaruhi oleh tiga dimensi yaitu dimensi masa lampau, sekarang, dan masa yang akan datang. Dimensi masa lampau berkenaan dengan pengalaman-pengalaman masa lampau tentang kesuksesan dan

kegagalan penanganan peserta didik. Hal tersebut dilakukan agar perencanaan akan mempunyai landasan berpijak dalam pemikiran

penanganan peserta didik. Dimensi masa kini berkaitan erat dengan faktor kondisional dan situasional peserta didik, artinya segala data dan informasi dikumpulkan untuk dijadikan pijakan dalam melakukan kegiatan dan mengetahui konsekuensi dari kegiatan tersebut menyangkut pada biaya, tenaga, dan sarana prasarananya. Dimensi masa depan berkenaan dengan antisipasi ke depan peserta didik, yaitu berupa hal-hal yang diidealkan dari peserta didik di masa depan, sehingga out put sekolah akan sesuai dengan tuntutan masa depan.[75]

b. Perumusan Tujuan (Objective)

Perumusan tujuan merupakan penjabaran atau langkah dari tujuan yang ingin dicapai. Supaya dapat dicapai, umumnya tujuan tersebut dijabarkan ke dalam bentuk target-target. Pada umumnya target dirumuskan secara jelas, dapat diukur pencapainnya. Tujuan itu sendiri ada tujuan jangka panjang, menengah dan pendek, juga ada tujuan yang bersifat khusus maupun umum dan ada juga tujuan akhir yang dijabarkan dalam tujuan sementara. Tujuan itu sendiri akan menjadi arah yang dituju bersama dari semua personil sekolah, baik dari civitas akademika maupun dari peserta didik serta masyarakat yaitu orang tua murid. [76]

c. Kebijakan (Policy)

Yang dimaksud dengan kebijakan disini adalah mengidentifikasikan aktivitas-aktivisitas yang dapat digunakan untuk mencapai target atau tujuan diatas.[77] Biasanya satu tujuan

membutuhkan banyak kegiatan, dan sebaliknya beberapa tujuan atau target membutuhkan satu kegiatan. Kegiatan tersebut diidentifikasi sebanyak mungkin kegiatan sehingga tujuan yang ingin dicapai tepat sesuai yang diharapkan.

d. Penyusunan Program (Programming)

Ali Imron mengemukakan bahwa penyusunan program adalah suatu aktivitas yang bermaksud memilih kegiatan-kegiatan yang sudah diidentifikasi sesuai dengan langkah kebijakan.[78] Pemilihan tersebut harus dilakukan karena tidak semua kegiatan yang diidentifikasi

tersebut nantinya dapat dilaksanakan. Dengan kata lain, penyusunan

program berarti seleksi atas kegiatan-kegiatan yang sudah diidentifikasi

dalam kebijakan. Ada beberapa pertimbangan yang harus dipenuhi dalam seleksi kegiatan inni anta lain: seberapa besar kontribusi kegiatan

tersebut terhadap pencapaian target, memungkinkan kegiatan

dilaksanakan dengan melihat sumber daya yang ada, apakah kegiatan

tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang dimiliki, apakah

yang menjadi penghambat kegiatan tersebut dan antisipasi atas

hambatan tersebut.

e. Langkah-langkah (Procedure)

Menurut Eka Prihatin, langkah-langkah (procedure) yaitu merumuskan tahapan kegiatan dengan melakukan skala prioritas, yaitu

mengurutkan setiap langkah atau tahapan agar terhindar dari inefektif

dan inefisien.[79] Yang dimaksud dengan pembuatan skala prioritas

adalah menetapkan rumusan. Pembuatan langkah-langkah diperlukan,

agar personalia sekolah dan atau tenaga kependidikan di sekolah

tersebut mengetahui apa yang harus dilakukan terlebih dahulu, dan apa

yang boleh dilakukan kemudian.[80]

f. Penjadwalan (Schedule)

Penjadwalan menurut Eka Prihatin adalah kegiatan yang telah ditetapkan prioritasnya, urutan dan langkahnya perlu dijadwalkan kegiatannya sehingga maksud pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan yang diharapkan.[81] Yang tercantum dalam jadwal adalah jenisjenis kegiatannya secara urut, kapan dilaksanakannya, siapa yang bertanggung jawab untuk melaksanakan, bahkan kalau perlu dimana

kegiatan tersebut dilaksanakan.

g. Pembiayaan (Budgetting)

Menurut Ali imron ada dua hal yang harus dilakukan dalam

pembiayaan yaitu mengalokasikan biaya dan menentukan sumber

biaya.[82] Yang dimaksud mengalokasikan biaya adalah merinci biaya

yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Sedangkan

menentukan sumber biaya yaitu dari sumber biaya primer atau

sekunder. Jika langkah ini diimplementasikan di sekolah, maka hal

pertama yang harus dilakukan adalah mengalokasikan anggaran

berdasarkan rumusan-rumusan kegiatan yang ada pada langkah

penjadwalan. Alokasi anggaran ini hendaknya dibuat serealistis

mungkin, dengan mempertimbangkan angka inflasi serta apresiasi

rupiah terhadap barang-barang yang ada di pasaran. Ini sangat penting,

karena perencanaan yang demikian ini dibuat tahunan pada tahun

anggaran

Pada akhirnya, manajemen satuan pendidikan hanya akan dianggap berhasil jika dapat membawa satuan pendidikan pada peningkatan pelayanan pendidikan dan hasilnya bagi peserta didik. Satuan pendidikan harus dapat melakukan peningkatan mutu dan memberikan penjaminan terhadap pelayanan pendidikan yang bermutu yang diberikan. Jika hal tersebut dapat dilakukan, maka kepercayaan masyarakat akan meningkat dan orang tua peserta didik tidak akan ragu untuk menitipkan anaknya untuk dididik di satuan pendidikan tersebut. Sebagai hasilnya , mayoritas alumni dari satuan pendidikan tersebut akan menjadi pribadi yang berkarakter dan bermanfaat bagi masyarakat luas.[83]

Menurut Abdul Hadis dan Nurhayati B, secara garis besar, ada dua faktor utama yang mempengaruhi mutu proses dan hasil belajar mengajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun yang termasuk faktor internal berupa: faktor psikologis, sosiologis dan fisiologis yang ada pada diri siswa dan guru sebagai pebelajar dan pembelajar. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal ialah semua faktor yang mempengaruhi proses hasil belajar mengajar berupa faktor masukan lingkungan, peralatan dan faktor eksternal lainnya.[84]

Berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan, dalam buku Edward Sallis, disebutkan seorang tokoh manajmen mutu yang bernama Philip Crosby. Bahwa program peningkatan mutu Crosby adalah salah satu dari bimbingan dan arahan yang paling detail dan praktis. Crosby menjelaskan, sebagimana dikutip Sallis, bahwa sebuah langkah sitematis akan mewujudkan mutu akan menghasilkan mutu yang baik. Penghematan sebuah institusi akan datang dengna sendirinya ketika institusi tersebut melakukan segala sesuatunya dengan benar.[85] Edward Sallis merumuskan program mutu Crosby sebagai berikut :

1) komitmen manajamen (managemnt commitment)

2) membangun tim peningkatan mutu (quaality improvment team)

3) pengukuran mutu ( quality measurement)

4) mengukur baiay mutu ( the cost of quality)

5) memangun kesadaran mutu (quality awarness)

6) kegiatan perbaikan (correction action)

7) perencanaan tanpa cacat( zero defects planning)

8) menekankan perlunya pelatihan pengawas ( supervisor training)

9) menyelenggarakan hari tanpa cacat ( zero defects day)

10) penyusunan tujuan ( goal setting)

11) penghapusan sebab kesalahan ( error cause removal )

12) pengakuan (recogntion)

13) mendirikan dewan-dewan mutu (quality council)

14) lakukan lagi ( do it ever again).[86]

Pada akhirnya manajemen peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu pendekatan yang sitematis, praktis dan startegis bagi penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan memuaskan pelanggan. Pendidikan yang bermutu dan memuaskan pelanggan dapat terwujud apabila dilaksanakan dengan proses yang bermutu.[87]

Menurut Edward Sallis manajemen peningkatan mutu

pendidikan adalah:[88]

1) Perbaikan terus menerus

Manajemen peningkatan mutu pendidikan adalah sebuah pendekatan praktis namun strategis, dalam menjalankan roda organisasi yang memfokuskan diri pada kebutuhan pelanggan dan kliennya. Tujuannya adalah untuk mencari hasil yang lebih baik. Manajmen peningkatan mutu pendidikan bukan merupakan sekumpulan slogan, namun merupakan suatu pendekatan sistematis dan hati-hati untuk mencapai tingkatan kualitas yang tepat dengan cara yang konsisten dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Manajemen peningkatan mutu pendidikan dapat di

pahami sebagai flosof perbaikan tanpa henti hingga tujuan

organisasi dapat dicapai dan dengan melibatkan segenap komponen dalam organisasi tersebut. Sebagai sebuah pendekatan, manajemen peningkatan mutu pendidikan mencari sebuah perubahan permanen dalam tujuan sebuah organisasi, dan tujuan ‘kelayakan’ jangka pendek menuju tujuan ‘perbaikan mutu’ jangka panjang. Institusi yang melakukan inovasi secara konstan, melakukan perbaikan dan perubahan secara terarah, dan mempraktekan manajamen peningkatan mutu pendidikan, akan mengalami siklus perbaikan secara terus menerus.

2) Perubahan kultur

Manajemen peningkatan mutu pendidikan memerlukan perubahan kultur. Ini terkenal sulit untuk diwujudkan dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Manajamen peningkatan mutu pendidikan membutuhkan perubahan sikap dan metode. Staf dalam institusi harus memahami dan melaksanakan pesan moral manajemen peningkatan mutu pendidikan agar bisa membawa dampak. Bagaimanapun juga, perubahan kultur tidak hanya berbicara tentang merubah perilaku staf, tapi juga memerlukan perubahan dalam metode mengarahkan sebuah institusi. Perubahan metode tersebut ditandai dengan sebuah pemahaman bahwa orang menghasilkan mutu. Ada dua hal penting yang diperlukan staf untuk menghasilkan mutu. Pertama, staf membutuhkan sebuah lingkungan yang cocok untuk bekerja. Mereka membutuhkan alat-alat ketrampilan dan mereka harus bekerja dengan sistem dan prosedur yang sederhana dan membantu pekerjaan mereka. Kedua, untuk melakukan pekerjaan dengan baik, staf memerlukan lingkungan yang mendukung dan menghargai kesuksesan dan prestasi yang mereka raih. Mereka memerlukan pemimpin yang dapat menghargai prestasi mereka dan membimbing mereka untuk meraih sukses yang lebih besar.

3) Organisasi Terbalik

Kunci sukses manajemen peningkatan mutu pendidikan adalah mata rantai internal-eksternal yang efektif antara pelanggan-produsen. Begitu konsep tersebut ada dalam genggaman atau berhasil dijalankan, maka ada implikasi yang luar biasa besar terhadap organisasi dan pola

hubungan yang ada di dalamnya. Korban pertama dari konsep ini tentunya adalah defnisi tradisional yang sebelumnya telah menguasai organisasi. Dalam kultur manajemen peningkatan mutu, peran manajemen senior dan menengah adalah memberi dukungan dan wewenang kepada para staf dan pelajar, bukan mengontrol mereka.

4) Menjaga Hubungan dengan Pelanggan

Misi utama dari sebuah institusi manajemen peningkatan mutu pendidikan adalah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya. Organisasi yang unggul baik negeri maupun swasta, adalah organisasi yang dalam istilah Peters dan Waterman “menjaga hubungan dengan pelanggannya” dan “memiliki obsesi terhadap mutu”. Mereka mengakui bahwa perttumbuhan dan perkembangan sebuah institusi bersumber dari kesesuaian layanan institusi dengan kebutuhan pelanggan. Mutu harus sesuai dengan harapan dan keinginan pelanggan dan bukan apa yang terbaik bagi mereka menurut institusi. Tanpa pelanggan tidak aka nada institusi.

4. Mutu Peserta Didik

Peningkatan mutu menjadi semakin penting bagi institusi yang digunakan untuk memperoleh control yang lebih baik melalui usahanya sendiri. Hal ini dilakukan untuk memberikan pendidikan yang bermutu untuk para peserta didiknya.[89]

Mutu peserta didik berkaitan pula dengan standar kelulusan. Dalam penjelasan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa standar kompetensi lulusan merupakan kualifikasi

kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan

peserta didik yang harus dipenuhinya atau dicapainya dari suatu satuan

pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan

peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa

belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah.[90] Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan Peserta Didik dari satuan pendidikan. Setiap lulusan satuan pendidikan dasar dan menengah memiliki kompetensi pada tiga dimensi yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan.[91]. kompetensi lulusan untuk tingkat SD/MI sesuai permendikbud No 20 tahun 2016 tersebut sebagai berikut:

DIMENSI SIKAP

Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap:

1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,

2. berkarakter, jujur, dan peduli,

3. bertanggungjawab,

4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan

5. sehat jasmani dan rohani sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar,

bangsa, dan negara

DIMENSI PENGETAHUAN

Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat dasar berkenaan dengan:

1. ilmu pengetahuan,

2. teknologi,

3. seni, dan

4. budaya.

Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

Faktual

Pengetahuan dasar berkenaan dengan ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, dan budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara

Konseptual Terminologi/istilah yang digunakan, klasifikasi, kategori, prinsip, dan generalisasi berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

Prosedural

Pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu atau kegiatan yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa dan negara.

Meta kognitif

Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri sendiri dan menggunakannya dalam mempelajari ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa dan negara.

DIMENSI KETRAMPILAN

Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak:

1. kreatif,

2. produktif,

4. kritis,

5. mandiri,

6. kolaboratif, dan

7. komunikatif melalui pendekatan ilmiah sesuai dengan tahap perkembangan anak yang relevan dengan tugas yang diberikan

Di dalam sekolah sering ditawarkan untuk melakukan sebuah perubahan suatu pendidikan yang memberi jaminan peningkatan mutu secara terus-menerus sebagai upaya peningkatan jumlah peserta didik. Upaya untuk meningkatkan mutu peserta didik tersebut dapat dilakukan melalui tiga jenis kegiatan yaitu: kegiatan intrakurikuler, ko kurikuler dan ekstra kurikuler. Penjelasaan ketiga nama kegiataan tersebut dapat ditemukan dalam regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan No 80 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Formal, yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 5, 6 dan 7 :

“ Ayat (5) Intrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran untuk pemenuhan beban belajar dalam kurikulum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat (6) Kokurikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk penguatan, pendalaman, dan/atau pengayaan kegiatan Intrakurikuler.

Ayat (7) Ekstrakurikuler adalah kegiatan pengembangan karakter dalam rangka perluasan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerja sama, dan kemandirian peserta didik secara optimal.”

..............Pasal 5 butir ayat 3 huruf ( b ) satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar atau satuan pendidikan jenjang pendidikan menengah diselenggarakan melalui kegiatan Intrakurikuler, Kokurikuler, dan Ekstrakurikuler, yang dilaksanakan secara kreatif dan terpadu.[92]

Peningkatan mutu merupakan proses yang membutuhkan kewaspadaan dan kehati-hatian. Oleh karenanya berdiam di tempat di saat pesaing terus berkembang adalah tanda-tanda kegagalan.[93] Sebuah lembaga harus mampu mengelola lembaganya dengan cara meningkatkan seluruh sumber daya yang ada untuk meningkatkan mutu pelayanan pada peserta didik. Pelayanan yang bermutu akan mendorong para peserta didik meningkatkan kemampuan dalam bidangnya sehingga mampu bersaing pada bidangnya masing-masing. Dalam menganalisis temuan di lapangan tentang manajemen peningkatan mutu peserta didik di Sekolah dasar Islam Ta’allumul Huda Bumiayu Kabupaten Brebes, peneliti menggunakan teori manajemen mutu terpadu Edward Sallis. Adapun fokus peneliti dalam menganalis hasil penelitian ini mengacu pada pendapat Abdul Hadis dan Nurhayati B bahwa essesnsi dari manajemen mutu terpadu ialah perubahan budaya dan perbaikan terus menerus serta pemenuuhan kebutuhan pelanggan merupakan prioritas utama.[94]


CATATAN KAKI

[1] Doni Juni Priansa& Sonny Suntani Setiana, Manajemen & Supervisi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2017) ,.1

[2] T. Hani Handoko, Manajemen..., 6

[3] T. Hani Handoko, Manajemen...6

[4] Sunhaji, Manajemen Madrasah, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2006),9

[5] Syarnubi, “Manajemen Konflik Dalam Pendidikan Islam Dan Problematikanya: Studi Kasus Di Fakultas Dakwah UIN Suka Yogyakarta”, Jurnal Tadrib Vol. 2 No. 1 Edisi Juni 2016. : 4

[6] Syarnubi, Manajemen....,4

[7] Badrudin, Manajemen Peserta Didik, (Jakarta: Indeks, 2014), 2

[8] E. Mulyasa, Menjadi Kepala ..., .7

[9] Sunhaji, Manajemen...,17

[10] Sunhaji, Manajemen...,18

[11] Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

[12] Ibrahim Bafadal, Seri Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah:: Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), 6

[13] Ibrahim Bafadal, Seri Manajemen.....,6-8

[14] Ibrahim Bafadal, Seri Manajemen ......8

[15] Ibrahim Bafadal, Seri Manajemen , ........, 11

[16] Badrudin, Manajemen Peserta....,2

[17] E. Mulyasa, Menjadi Kepala ....,.9

[18] Doni Juni Priansa& Sonny Suntani Setiana, Manajemen & Supervisi ....,34

[19] E. Mulyasa, Menjadi Kepala ...., .11

[20] Ridwan A. Sani, dkk., Sistem Penjaminan Mutu Internal (Tangerang: Tira Smart, 2018), 1

[21] Doni Juni Priansa& Sonny Suntani Setiana, Manajemen & Supervisi ....,361

[22] Geoffrey D.Doherty (Ed.) Developing Quality Systems In Education,(Newyork: Routledge,1994),4

[23] Edward Sallis, Total Quality Management in Education, Alih Bahasa, Ahmad Ali Riyadi, Fahrurroji (Jogjakarta, IRCisoD, 2015), 41

[24] Doni Juni Priansa& Sonny Suntani Setiana, Manajemen & Supervisi......,366

[25] Ibrahim Bafadal, Seri Manajemen ..., 36

[26] Ibrahim Bafadal, Seri Manajemen...., 36

[27] E. Mulyasa, Menjadi Kepala ..., 31

[28] Muwahid Shulhan & Soim, Manajemen Penidikan Islam Startegi Dasar Menuju Peningkatan Mutu Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Kalimedia, 2018), 106

[29] Abdul Hadis & Nurhayati, Manajemen Mutu Pendidikan,(Bandung:Alfabeta,2014),3

[30] Abdul Hadis & Nurhayati, Manajemen Mutu...,69

[31] PP Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan ( Bab Penjelasan)

[32] Peraturan Kemdiknas No 15 tahun 2005 tentang Standar Pelayan Minimal Pendidikan Dasar Menengah

[33]A.Hanief Saha Ghafur, Arsitektur Mutu Pendidikan Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), 3

[34]Mujamil Qomar, Manajemen ...., 131

[35]http://bsnp-indonesia.org/standar-nasional-pendidikan/

[36] Moh. Ghufron, Filsafat Pendidikan ,(Yogyakarta: Kalimedia. 2017), 192

[37] Ibrahim Bafadal, Seri Manajemen.., 20

[38] Ibrahim Bafadal, Seri Manajemen ..., 20

[39] Ibrahim Bafadal, Seri Manajemen ..., 20

[40] Muhammad Fathurrahman & Sulistyorini. Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012),46

[41] Muwahid Shulhan & Soim, Manajemen Penidikan . .....108

[42] Muwahid Shulhan & Soim, Manajemen Penidikan ..., 106

[43] Sunhaji, “Character Education Strategy Through Integrated Islamic Religious Education In SMPN 01 Kedungbanteng Purwokerto”, Jurnal KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014, 40

[44] Muhammad Fathurrahman & Sulistyorini. Implementasi Manajemen.....,116

[45] Ju’subaidi, “Peningkatan Mutu Madrasah melalui Modal Sosial”, Nadwa | Jurnal Pendidikan Islam Vol. 6, Nomor 2, Oktober 2012, 272

[46] Muhammad Fathurrahman & Sulistyorini. Implementasi Manajemen ....., 85

[47] Edward Sallis, Total Quality Management, ...., 41

[48] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1996), 16

[49] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan ..., 17

[50] Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar Dan Menengah Bab I

[51] Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 ...,pasal 1

[52] Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003... , pasal 3

[53] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung, Rosda Karya, 2012, Cet Ke-5), 77

[54] Eka Prihatin, Manajemen Peserta Didik (Bandung: Alfabeta, 2014), 3

[55] Eka Prihitin,Manajemen Peserta ..., 4

[56] Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003... , pasal 6

[57] Edward Sallis, Total Quality Management...,51

[58] Edward Sallis, Total Quality Management...,52

[59] Abdul Hadis & Nurhayati, Manajemen Mutu...,70

[60] Abdul Hadis & Nurhayati, Manajemen Mutu...,71

[61] K.A.Rahman, “Peningkatan Mutu Madrasah melalui Penguatan Partisipasi Masyarakat” Jurnal Pendidikan Islam:Volume I, Nomor 2, Desember 2012/1434, 229

[62] Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003... , pasal 12

[63] Ibrahim Bafadal, Seri Manajemen ..., 20

[64] Abdul Hadis & Nurhayati, Manajemen Mutu...,97

[65] Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar Dan Menengah. , Bab II, h.7

[66] Eka Prihatin, Manajemen Peserta ..., 4

[67] Eka Prihatin, Manajemen Peserta ...,4

[68] Eka Prihatin, Manajemen Peserta..,.9

[69] Eka Prihatin, Manajemen Peserta...9

[70] Badrudin, Manajemen Peserta..., 16

[71] Muwahid Shulhan & Soim, Manajemen Penidikan ..., 109

[72] Muwahid Shulhan & Soim, Manajemen Penidikan..., 107

[73] Muwahid Shulhan & Soim, Manajemen Penidikan..., 110

[74] Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah ( Jakarta: Bumi Aksara, 2016 Cet ke-4), 22

[75] Ali Imron, Manajemen ...,23 .Lihat pula dalam Eka Prihatin, Manajemen Peserta Didik ( Bandung: Alfabeta, 2014, Cet ke-2 ), 18

[76] Eka Prihatin, Manajemen..., 18

[77] Ali Imron, Manajemen ...,26

[78] Ali Imron, Manajemen ...,26

[79] Eka Prihatin, Manajemen..., 19

[80] Ali Imron, Manajemen ...,28

[81] Eka Prihatin, Manajemen..., 19

[82] Ali Imron, Manajemen ...,29

[83] Ridwan A. Sani, dkk., Sistem Penjaminan Mutu ...., 30

[84] Abdul Hadis & Nurhayati, Manajemen Mutu...,100

[85] Edward Sallis, Total Quality Management...,99

[86] Edward Sallis, Total Quality Management in Education...,99-103

[87] Muhammad Fathurrahman & Sulistyorini. Implementasi Manajemen....., 99

[88] Edward Sallis, Total Quality Management in Education...,61-69

[89] Edward Sallis, Total Quality Management...,45

[90] Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar Dan Menengah, BAB I

[91] Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar Dan Menengah BAB II,3

[92] Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Nomor 20 tahun 2018, Penguatan Pendidikan Karkter Pada Satuan Pendidikan Formal, Pasal 1 Dan 5.

[93] Edward Sallis, Total Quality Management...,72

[94] Abdul Hadis & Nurhayati, Manajemen Mutu...,82