Lapangan DIPO
Lapangan Dipo atau Lapangan Diponegoro, Sekarang Bernama Taman Budaya. Merupakan sebuah area yang dijadikan sebagaiĀ sarana Olahraga Khususnya Bola Kaki , Lapangan ini dari Sebelah timur dibatasi oleh Jalan Diponegoro berhadapan dengan Pengadilan Tata Usaha Negara dan Taman MelatiĀ Bagian utara berbatasan dengan komplek asmara TNI dan komplek pertokoan, sedangkan di selatan dibatasi oleh Jalan Pancasila, berseberangan dengan kampus Fakultas Hukum Universitas Andalas. Pada tahun 1972, Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Padang, memanfaatkan areal tersebut sebagai lokasi Padang Fair.Ā dimana kegiatan Padang Fair yang di jadikanĀ sebagai ajang promosi dagang dan industri tahunanĀ Kota Padang.
Padang Fair merupakan sebuahĀ kegiatan Hiburan Masyarakat denganĀ pasar malam yang berlangsung selama satu bulan. ada pameran dagang, serta pertunjukan kesenian, mulai dari randai, tari piriang, saluang dendang, dan lain sebagainya. Di panggung utama Padang Fair, sekarang teater terbuka, digelar pertunjukan kesenian modern seperti band, kim, dan tari-tarian modern lainnya. Padang Fair hanya terselenggara pada tahun 1972 dan 1973. Bangunan dan fasilitas lain bekas pelaksanaan Padang Fair tersebut selanjutnya dimanfaatkan oleh para seniman untuk berkarya.
sejak seringnya dijadikan sebagai pusat kegiatan seni maka Beberapa seniman dan budayawan Sumatera Barat, kemudian mengusulkan kepada Pemerintah Kotamadya Padang, agar menjadikan lokasi itu sebagai Pusat Kesenian Padang. Upaya tersebut diprakarsai antara lain oleh Chairul Harun (sastrawan), AA Navis, M. Yusfik Helmi (wartawan), Bagindo Fahmi (budayawan), Leon Agusta (sastrawan) dan Roestam Anwar (pengusaha). Upaya tersebut didukung pula oleh para seniman seperti BHR Tanjung (dramawan), Wisran Hadi (sastrawan), Umar Junus (budayawan) dan Arby Samah (perupa). Juga para seniman muda yang mulai mempergunakan area tersebut untuk proses berkeseniannya.
Tahun 1975, Pemerintah Daerah Tingakat II Kotamadya Padang sepakat untuk mendirikan Pusat Kesenian Padang (PKP) di areal dan bangunan yang sebelumnya digunakan untuk Padang Fair itu. Lembaga ini diketuai oleh Mursal Esten, sastrawan dan kritikus yang kemudian menjabat Ketua Akademi Seni dan Karawitan Padang Panjang. Mursal Esten adalah guru besar Universitas Negeri Padang (dulu IKIP Padang) di bidang sastra Indonesia.
Hadirnya Taman Budaya berawal dari strategi pembangunan kebudayaan nasional yang diarahkan kepada pembinaan dan pengembangan kesenian sebagai ungkapan budaya bangsa, yang diusahakan agar mampu menampung, menumbuhkan daya cipta para seniman, memperkuat jati diri bangsa, meningkatkan apresiasi dan kreatifitas seni masyarakat, memperluas kesempatan masyarakat untuk menikmati seni budaya bangsa serta memberi inspirasi dan gairah dalam membangun. Kesenian perlu digali, dibina, dikembangkan dan dilestarikan untuk memperkaya keanekaragaman budaya bangsa.
Ā