Menanam Cinta, Merawat Bumi: Ekoteologi sebagai Ibadah Nyata di Era Modern
Penulis : Louisa, 30 September 2025
Bayangkan! Setiap pasangan yang hendak menikah tidak hanya saling mengikat janji cinta, tetapi juga bersama-sama menanam pohon sebagai simbol komitmen mereka terhadap kehidupan dan bumi yang akan mereka wariskan kepada anak cucu. Inilah salah satu wujud nyata ekoteologi perpaduan antara iman dan tanggung jawab ekologis yang kini digelorakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.
Prof. Abu Rokhmad, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag, dalam acara "Bincang Syariah Goes to Campus" di Universitas Indonesia (29/9/2025), menegaskan bahwa ekoteologi bukan sekadar wacana, melainkan gerakan konkret yang menyentuh berbagai lapisan masyarakat: dari calon pengantin, penyuluh agama, hingga infrastruktur pelayanan publik seperti Kantor Urusan Agama (KUA).
“Kami mewajibkan calon pengantin menanam satu pohon,” ujarnya-langkah sederhana yang sarat makna spiritual dan ekologis.
Tak berhenti di situ, para penyuluh agama kini menjadi Duta gaya hidup nol sampah (zero waste lifestyle). Di majelis taklim, mushalla, dan lingkungan sekitar, mereka mengajak umat untuk memilah sampah, mengurangi plastik sekali pakai, dan mendaur ulang, karena menjaga kebersihan bumi adalah bagian dari iman.
Salah satu inovasi paling menginspirasi adalah Wakaf Hutan yaitu menanam pohon bukan hanya untuk hari ini, tapi sebagai sedekah jariyah yang terus mengalir pahalanya selama pohon itu memberi manfaat, menyejukkan udara, menyerap karbon, dan menjadi rumah bagi ribuan makhluk hidup.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ فِي كُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً، وَكُلُّ خُطْوَةٍ تَمْشِيهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ، وَإِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ
Artinya: "Sesungguhnya pada setiap tasbih ada sedekah, setiap langkah menuju shalat adalah sedekah, dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah."(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Menyingkirkan sampah dari jalan adalah sedekah, apalagi jika kita mencegahnya sejak dari rumah!
Bahkan, KUA kini bertransformasi menjadi Green Building dilengkapi panel surya, lampu otomatis hemat energi, sumur resapan, dan taman hijau. Ini bukan sekadar bangunan, tapi manifestasi iman yang ramah lingkungan, karena Allah Swt. berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
Artinya: "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, setelah (Allah) memperbaikinya." (QS. Al-A’raf: 56)
Ekoteologi mengingatkan kita, merawat bumi adalah ibadah, melestarikan alam adalah amanah, dan hidup berkelanjutan adalah bentuk syukur kepada Sang Pencipta.
Abu Rokhmad menutup dengan harapan penuh optimisme, “Ini gerakan panjang yang butuh partisipasi semua pihak, media, tokoh agama, keluarga, hingga generasi muda. Karena merawat jagat bukan pilihan, tapi kewajiban spiritual.”
Mari kita jadikan setiap napas, langkah, dan tindakan sebagai bentuk cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya. Tanamlah pohon, kurangi sampah, dan bangunlah peradaban hijau, karena surga pun penuh pepohonan.
Sumber: https://nu.or.id/nasional/implementasi-ekoteologi-dari-calon-pengantin-penyuluh-agama-hingga-kua-green-building-aX1pp
Kisah Inspiratif Lima Pemuda Bersihkan Sampah di Sungai
Penulis : Majalah Trubus, 12 Juli 2023
Kisah lima pemuda yang mencebur ke sungai dan parit untuk membersihkan sampah. Mereka adalah Rafly Pasya, Agung Permana, Rifki Sa’dulah, Muchamad Ikhsan, dan Gilang Rahma.
Mereka menginisiasi gerakan membersihkan sampah di aliran sungai dan parit. Gerakan itu bermula dari keresahan mereka saat hujan turun. Saat itulah banjir selalu mengancam kediaman mereka di Kelurahan Kopo, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Jawa Barat.
“Banjir pun berulang datang dari dahulu. Itu masalah banjir tak pernah beres sampai sekarang,” kata Gilang.
Gilang dan keempat rekan menelusuri penyebab banjir. Ternyata sampah menjadi biang kerok banjir karena menyumbat aliran sungai. Semula mereka hanya membersihkan sampah di sisi sungai. Rupanya hal itu tidak berdampak besar mengatasi banjir.
Lalu Gilang dan keempat rekan memutuskan untuk terjun langsung ke sungai sejak medio 2022. Mereka rela mencebur ke sungai dan parit demi mengangkut sampah yang menumpuk Badan bau dan gatal-gatal karena terjun ke air kotor tak lagi mereka hiraukan.
Semua itu mereka lakukan demi saluran air berjalan lancar. Sepanjang 2022, Gilang dan rekan mengumpulkan 4.511 kantong setara 27.066 kg sampah. Sampah-sampah berasal dari 78 sungai, selokan, dan tangki septik (septic tank).
Mereka melakukannya berharap saluran yang mampat tak lagi menjadi musabab banjir. Sayang, jerih payah kelima pemuda itu seolah sia-sia. Banjir kembali terulang ketika hujan.
“Sebenarnya sebanyak apa pun sampah yang kami bersihkan, mungkin dalam waktu dekat tidak pernah beres kalau kesadaran masyarakat membuang sampah sembarangan tidak berkurang,” kata Gilang.
Mereka yakin kalau kebiasaan membuang sampah sembarangan hilang, maka banjir berhenti. Itu faktor utamanya. Aliran air tidak berjalan karena sumbatan sampah. Kebiasaan membuang sampah masyarakat memang sulit dihilangkan.
Pernah suatu ketika Pandawara—nama grup yang mereka dirikan—tengah membersihkan sampah di sungai. Ketika itu seorang warga membuang sampah ke sungai. Padahal, posisi orang itu hanya 10 m dengan tim. Kejadian itu bukan kali itu saja terjadi.
“Kami sering mengalami hal itu dan terus berulang,” kata Gilang.
Kadang-kadang muncul rasa ingin menegur untuk memperingatkan. Namun, mereka mengurungkan niat itu karena yang melakukan orang tua. Upaya untuk membersihkan sampah itu tak ada habisnya. Oleh karena itu, hingga saat ini jangkauan Pandawara makin meluas.
Bahkan, gerakannya itu menginspirasi pemuda di daerah lain seperti di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pandawara diundang ke sana untuk bersama-sama dengan lebih dari 200 orang sukarelawan untuk membersihkan salah satu pantai di Lombok.
Ternyata kegiatan itu sukses mengumpulkan 3,1 ton sampah dan mengubah predikat sebagai pantai terkotor menjadi lebih bersih. Dengan begitu, pantas bila nama Pandawara layak disematkan untuk 5 pemuda itu.
Nama Pandawara diambil dari dua kata, yaitu Pandawa yang dalam kisah pewayangan artinya berlima mengacu pada jumlah lima pemuda, anggota grup. Sementara wara dalam bahasa Sunda berarti berita baik. Semoga kehadiran grup Pandawara jadi kabar baik yang menginspirasi bagi lingkungan.
Sumber: Kisah Inspiratif Lima Pemuda Bersihkan Sampah di Sungai - Trubus
Daur Ulang di Indonesia: Upaya Mengurangi Sampah dan Menyelamatkan Lingkungan
Penulis : Stanly Kalumata, 9 Agustus 2024
Daur ulang semakin menjadi perhatian utama di Indonesia, mengingat jumlah sampah yang terus meningkat setiap tahunnya. Dengan populasi yang besar dan konsumsi yang tinggi, Indonesia menghasilkan lebih dari 175.000 ton sampah setiap hari, dan sekitar 70% dari sampah tersebut masih berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Daur ulang dianggap sebagai salah satu solusi untuk mengurangi dampak negatif dari sampah terhadap lingkungan.
Upaya Pemerintah dan Swasta dalam Daur Ulang
Dikutip dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), pemerintah Indonesia telah menginisiasi berbagai program untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya daur ulang. Salah satunya adalah program Indonesia Bebas Sampah 2025, yang bertujuan untuk mengurangi sampah plastik hingga 70% dalam lima tahun ke depan. Program ini melibatkan kerja sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk memperkuat sistem pengelolaan sampah, termasuk daur ulang.
Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tingkat daur ulang di Indonesia masih rendah, hanya sekitar 10% dari total sampah yang dihasilkan. Namun, dengan upaya yang konsisten, angka ini diharapkan meningkat secara signifikan.
Peran Industri dan Inovasi
Industri daur ulang di Indonesia juga mulai menunjukkan perkembangan positif. Beberapa perusahaan besar telah berinvestasi dalam teknologi daur ulang untuk mengurangi limbah plastik mereka. Sebagai contoh, Danone-Aqua telah meluncurkan inisiatif daur ulang botol plastik dengan mendirikan pusat daur ulang di Tangerang. Selain itu, perusahaan seperti Unilever dan Nestlé juga berkomitmen untuk menggunakan bahan daur ulang dalam kemasan produk mereka.
Menurut laporan dari Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), potensi bisnis daur ulang plastik di Indonesia mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. "Daur ulang bukan hanya solusi lingkungan, tetapi juga peluang ekonomi yang besar," ujar Rudi Santoso, Ketua ADUPI.
Kesadaran Masyarakat Meningkat
Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya daur ulang juga semakin meningkat, terutama di kalangan generasi muda. Kampanye seperti #BijakBerplastik dan #RecycleMore telah berhasil menarik perhatian publik untuk lebih peduli terhadap daur ulang. Banyak komunitas yang mulai bergerak dalam mengumpulkan dan mendaur ulang sampah, seperti komunitas Bank Sampah yang kini tersebar di berbagai kota di Indonesia.
Data dari Greenpeace Indonesia menunjukkan bahwa 85% dari masyarakat perkotaan menyatakan bersedia untuk memisahkan sampah mereka jika sistem daur ulang yang memadai tersedia di lingkungan mereka. Ini menunjukkan adanya dukungan yang kuat dari masyarakat untuk meningkatkan praktik daur ulang.
Tantangan dan Harapan
Meskipun ada kemajuan, tantangan dalam meningkatkan praktik daur ulang di Indonesia masih besar. Infrastruktur daur ulang yang belum merata, kurangnya edukasi, dan budaya konsumsi yang tinggi menjadi hambatan utama. Namun, dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, harapan untuk mencapai Indonesia yang lebih bersih dan hijau masih sangat mungkin.
“Daur ulang adalah kunci untuk mengurangi dampak lingkungan yang semakin memburuk. Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk memastikan bahwa sampah tidak hanya menjadi beban, tetapi juga sumber daya yang bisa dimanfaatkan kembali,” kata Nur Hidayat, seorang pakar lingkungan dari Universitas Indonesia.
Sumber: RRI.co.id - Daur Ulang di Indonesia: Upaya Mengurangi Sampah dan Menyelamatkan Lingkungan