Konsep "Charis" (χάρις dalam bahasa Yunani) dalam Alkitab sangat kaya dan luas. Kata ini terutama diterjemahkan sebagai "kasih karunia" atau "anugerah" dalam bahasa Indonesia, dan dipakai di Perjanjian Baru Yunani untuk menggambarkan kemurahan hati Allah yang diberikan kepada umat manusia tanpa syarat. Berikut adalah penjelasan lebih mendalam tentang "Charis" dalam Alkitab beserta panduan praktis untuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
1. Makna Dasar "Charis" dalam Bahasa Yunani dan Dunia Kuno
Kata "charis" (χάρις) dalam bahasa Yunani pada dasarnya berarti "kasih karunia," "anugerah," "kemurahan," atau "kebaikan hati." Dalam konteks Yunani kuno, "charis" tidak hanya menggambarkan pemberian atau kemurahan yang diterima seseorang, tetapi juga menyiratkan hubungan yang erat antara pemberi dan penerima. Konsep ini berkaitan dengan kesenangan yang diperoleh dari memberi dan menerima, serta respons syukur yang seharusnya muncul dari penerima. Charis melibatkan elemen-elemen berikut:
· Inisiatif dari Pemberi: Charis adalah pemberian yang dimulai oleh pemberi, tanpa keharusan dari penerima untuk membalasnya.
· Nilai Hubungan: Charis mempererat hubungan antara pihak-pihak yang terlibat, karena memberi dan menerima anugerah menciptakan ikatan emosional dan moral.
· Kebebasan dan Penerimaan: Penerimaan charis mengharuskan penerima untuk menerima dengan rendah hati, mengakui ketidaklayakan mereka dan menghargai kemurahan pemberi.
2. Charis dalam Perjanjian Baru: Kasih Karunia dalam Konteks Keselamatan
Dalam Perjanjian Baru, charis menjadi konsep fundamental dalam pengajaran tentang keselamatan dan hubungan umat manusia dengan Allah. Melalui charis, Allah menyatakan kasih-Nya yang tak bersyarat kepada umat manusia. Berikut adalah beberapa aspek penting dari charis dalam Perjanjian Baru:
· Kasih Karunia Allah sebagai Dasar Keselamatan: Dalam Efesus 2:8-9, Paulus menekankan bahwa keselamatan adalah anugerah (charis) dari Allah yang diberikan secara cuma-cuma, bukan karena perbuatan manusia. Artinya, keselamatan adalah pemberian yang tidak bisa diperoleh dengan usaha manusia, melainkan hanya melalui iman kepada Yesus Kristus. Kasih karunia ini adalah bukti bahwa Allah mengasihi manusia yang berdosa dan ingin menyelamatkan mereka dari kehancuran.
· Kasih Karunia untuk Hidup Baru: Charis juga memampukan orang percaya untuk hidup dalam kebenaran dan kekudusan. Dalam Titus 2:11-12, Paulus menjelaskan bahwa kasih karunia Allah mendidik orang percaya untuk meninggalkan kefasikan dan hidup dalam penguasaan diri. Charis, dengan demikian, tidak hanya menyelamatkan, tetapi juga membentuk kehidupan seseorang untuk lebih serupa dengan Kristus.
· Kasih Karunia dalam Pengampunan dan Pemulihan: Charis berfungsi sebagai dasar bagi pengampunan Allah kepada manusia yang berdosa. Di dalam Roma 3:23-24, Paulus mengajarkan bahwa semua manusia telah berdosa, tetapi oleh kasih karunia Allah mereka dibenarkan secara cuma-cuma melalui penebusan dalam Kristus. Charis ini mengajarkan bahwa pemulihan hubungan dengan Allah tidak berdasarkan kebaikan manusia, melainkan atas kemurahan hati Allah yang rela memaafkan dan memulihkan.
Kasih Karunia dalam Pelayanan dan Karunia Rohani: Dalam Roma 12:6-8 dan 1 Korintus 12, charis berkaitan dengan pemberian karunia-karunia rohani. Karunia ini diberikan kepada setiap orang percaya berdasarkan kasih karunia Allah agar mereka dapat melayani dan membangun tubuh Kristus. Setiap orang menerima karunia yang berbeda sesuai dengan kasih karunia yang diberikan Allah, dan ini menunjukkan bahwa pelayanan yang efektif berasal dari anugerah dan bukan dari kemampuan manusia sendiri.
3. Charis dalam Septuaginta: Kesetiaan dan Kasih Setia Allah
Dalam Septuaginta, charis dipakai untuk menerjemahkan beberapa kata Ibrani yang mengandung makna kemurahan dan kebaikan Allah, seperti:
· Hen (חֵן): "Hen" berarti "kemurahan hati" atau "kebaikan" dan sering digunakan dalam konteks pemberian Allah yang tidak layak diterima oleh manusia. Contoh utamanya adalah Nuh yang mendapat "kasih karunia" di mata Tuhan (Kejadian 6:8). Ini menunjukkan bahwa kemurahan hati Allah tersedia bagi mereka yang mencari-Nya dengan hati yang tulus.
· Hesed (חֶסֶד): "Hesed" sering kali diterjemahkan sebagai "kasih setia" dan meliputi kesetiaan, kasih, dan belas kasihan Allah terhadap umat-Nya. Meskipun tidak selalu diterjemahkan sebagai charis, konsep hesed sangat berkaitan dengan kasih karunia yang dinyatakan dalam tindakan-tindakan Allah yang setia terhadap Israel meskipun mereka sering kali tidak setia.
Penggunaan charis dalam Septuaginta memberikan gambaran tentang bagaimana kemurahan dan kebaikan Allah dipahami dalam konteks Yahudi, yang kemudian berkembang dalam Perjanjian Baru sebagai kasih karunia keselamatan yang sempurna melalui Kristus.
4. Menghidupi Konsep "Charis" dalam Kehidupan Sehari-hari
Memahami konsep charis bukan hanya tentang menerima fakta teologis, tetapi juga bagaimana kita merespons kasih karunia Allah dalam kehidupan kita. Berikut adalah beberapa panduan praktis untuk menghidupi kasih karunia atau charis dalam keseharian kita:
a. Menerima dengan Rendah Hati dan Bersyukur: Charis mengajarkan kita untuk menerima pemberian Allah dengan hati yang rendah hati, menyadari ketidaklayakan kita dan bersyukur atas kasih karunia yang begitu besar. Dalam praktiknya, bersyukur setiap hari atas keselamatan dan berkat yang kita terima dari Tuhan, serta mengakui bahwa kita tidak dapat mencapai apa pun tanpa kasih karunia-Nya, adalah tindakan yang menunjukkan penghargaan atas charis.
b. Memberi Tanpa Pamrih: Sama seperti kita telah menerima charis dari Allah, kita dipanggil untuk membagikan kasih dan kemurahan kepada sesama, tanpa pamrih dan syarat. Ini bisa berupa tindakan sederhana seperti memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan atau mengampuni orang yang bersalah kepada kita, bahkan ketika mereka mungkin tidak layak menerimanya.
c. Mengampuni dengan Tulus: Karena kita telah menerima pengampunan Allah, kita dipanggil untuk mengampuni orang lain. Charis mengajarkan kita bahwa pengampunan bukan tentang kelayakan, tetapi tentang kemurahan hati. Praktikkan pengampunan dalam hubungan sehari-hari, terutama terhadap mereka yang sulit untuk dimaafkan.
d. Melayani dengan Kerendahan Hati: Kasih karunia mengingatkan kita bahwa setiap karunia atau kemampuan yang kita miliki adalah pemberian dari Allah untuk membangun tubuh Kristus. Dalam pelayanan, ingatlah bahwa segala kemampuan berasal dari kasih karunia Tuhan, bukan dari kemampuan kita sendiri. Tetaplah rendah hati dan fokus pada pelayanan yang tulus demi kemuliaan Allah.
e. Mengandalkan Kasih Karunia dalam Kelemahan: Seperti yang ditunjukkan dalam 2 Korintus 12:9, kasih karunia Tuhan cukup bagi kita dalam kelemahan. Ini berarti kita bisa mengandalkan Tuhan dalam situasi sulit, percaya bahwa kasih karunia-Nya akan memberi kekuatan untuk bertahan. Dalam setiap kesulitan atau kelemahan pribadi, berdoalah memohon kasih karunia untuk memberi kekuatan dan ketenangan.
(AMH)