(Refleksi bagi para Pemimpin Gereja)
A. Kehidupan Anjing Gembala Ternak
Pernahkah Anda memperhatikan seekor anjing gembala di ladang? Ia tampak berbaring, terlihat seperti sedang istirahat, tetapi telinganya selalu tegak, matanyapun sesekali terbuka, dan tubuhnya siap meloncat kapan saja jika ada bahaya mendekat. Ia tidak benar-benar tidur nyenyak seperti hewan peliharaan di rumah kita, ia “tidur dalam kewaspadaan.” Ini adalah sifat alami anjing gembala: selalu siaga. Mereka berusaha untuk tidak pernah lengah, sebab kawanan yang mereka jaga bisa terancam kapan saja, baik oleh serigala, pencuri, atau juga terkadang ada domba yang tersesat ke tepi jurang. Bagi seekor anjing gembala, kewaspadaan bukanlah pilihan, melainkan identitas dan tanggungjawabnya.
Gambaran ini begitu dalam ketika kita memikirkan peran pemimpin rohani dalam gereja. Alkitab berulang kali menekankan bahwa gembala rohani dipanggil bukan hanya untuk memimpin atau memberi makan domba, tetapi juga untuk menjaga kawanan. Menjaga berarti harus peka terhadap tanda-tanda bahaya, sadar akan arah perjalanan, dan siap bergerak cepat jika ada ancaman.
Namun, istilah “tidak pernah tidur” tentu tidak dimaksudkan secara harfiah, karena tubuh manusia pasti memerlukan istirahat. Gembala atau pemimpin rohani juga butuh istirahat, tidak terjaga 24 jam (walaupun sering kali tugasnya bisa datang kapan saja). Yang dimaksud dari istilah ini adalah kewaspadaan rohani yang tidak pernah padam. Pemimpin sejati dipanggil untuk memiliki kepekaan seperti radar: hati yang tajam membedakan, telinga yang terbuka untuk Firman dan suara domba, serta mata yang senantiasa awas terhadap pekerjaan si jahat.
Mari kita gali makna berjaga sebagai bagian dari panggilan gembala atau pemimpin gereja, berdasarkan Alkitab, refleksi sejarah gereja, dan kehidupan nyata jemaat.
B. Panggilan Rohani untuk Berjaga
1. Seruan Alkitab: Sadarlah dan Berjaga-jagalah
Alkitab sering kali menekankan kewajiban untuk berjaga. Seperti dalam 1 Petrus 5:8 mengatakan:
“Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum dan mencari orang yang dapat ditelannya.”
Kata “berjaga” di sini bukan sekadar tidak tidur, tetapi hidup dengan kesadaran penuh akan bahaya yang nyata. Seorang pemimpin rohani tidak bisa hidup dalam kelalaian, karena lawan kita bukan main-main. Iblis tidak libur, ia tidak pernah mengambil cuti. Maka pemimpin rohani pun tidak boleh “tertidur” dalam tugasnya.
2. Tanggung Jawab Gembala: Menjaga Jiwa
Ibrani 13:17 menambahkan sudut pandang yang penting tentang berjaga-jaga:
“Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu sebagai orang-orang yang harus mempertanggungjawabkannya...”
Kata yang digunakan dalam bahasa Yunani adalah agrupneō, yang berarti tetap terjaga atau tidak tidur. Ini memberi gambaran seorang penjaga yang selalu siaga, seperti prajurit yang berjaga di menara benteng. Tugas pemimpin rohani bukan sekadar mengatur jadwal ibadah atau program pelayanan, tetapi menjaga jiwa-jiwa, sebuah tugas yang jauh lebih berat dan penuh tanggung jawab yang bersifat kekal.
3. Teladan Kristus: Berjaga dan Berdoa
Tuhan kita, Yesus Kristus sendiri menekankan pentingnya berjaga, dalam Matius 26:41:
“Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah.”
Menariknya, perkataan ini keluar di Taman Getsemani, saat Yesus menghadapi penderitaan besar, tetapi murid-murid justru tertidur. Yesus tidak hanya meminta mereka menemani-Nya, tetapi juga berjaga. Kewaspadaan rohani tidak bisa dipisahkan dari doa. Tanpa doa, kewaspadaan berubah menjadi paranoia (khawatir yang berlebihan). Tanpa kewaspadaan, doa kehilangan relevansinya. Jika seorang pemimpin rohani berjaga tanpa doa, ia hanya mengandalkan indera dan logika sendiri. Akibatnya, ia bisa selalu merasa terancam, mencurigai semua orang, bahkan jemaat yang seharusnya ia layani. Tanpa doa, kewaspadaan kehilangan keseimbangan kasih. Kalau seseorang hanya berdoa tetapi tidak berjaga, doanya bisa berhenti sebagai kata-kata rohani tanpa dampak dalam hidup.
C. Apa yang Harus Dijaga?
Berjaga bukan berarti gelisah setiap saat atau curiga pada semua orang (paranoia itu tadi). Alkitab memberikan panduan jelas tentang apa yang seharusnya dijaga oleh seorang gembala rohani.
1. Menjaga Ajaran
Kisah Para Rasul 20:29–30 mencatat perkataan Paulus kepada para penatua di Efesus:
“Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar untuk mengikuti mereka.”
Gembala harus menjaga ajaran. Bahaya terbesar gereja seringkali bukan dari luar, melainkan dari dalam: ajaran palsu yang terdengar manis, tetapi sebenarnya justru memiliki dampak destruktif, merusak iman. Seorang pemimpin yang tertidur dalam hal doktrin akan membiarkan kawanan disesatkan tanpa sadar. Oleh karena itu penting bagi pemimpin rohani atau gembala dan pengajar di gereja untuk terus belajar dan memperhatikan ajarannya. Gembala yang tidak pernah belajar adalah penjaga yang berbahaya, karena dapat menggiring kawanan kepada jalan yang nampak baik padahal justru menjerumuskan.
2. Menjaga Relasi
Berjaga juga berarti menjaga hubungan gembala dan jemaat, juga antara sesama jemaat. Sering kali domba tersesat bukan karena penyesat dari luar, melainkan karena konflik dari dalam komunitas itu sendiri, rasa tidak dianggap atau luka yang tidak dipulihkan. Pemimpin rohani perlu peka melihat domba yang mulai menjauh, menghilang dari persekutuan, atau kehilangan sukacita. Dalam 1 Tesalonika 2:7-8 pun Paulus memberikan teladan bagaimana seharusnya seorang gembala itu berlaku:
“Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. Demikianlah, karena kami mengasihi kamu, kami rela memberikan kepada kamu bukan saja Injil Allah, melainkan juga hidup kami sendiri, oleh karena kamu telah kami kasihi.”
Demikianpun kita sesama jemaat juga harus saling mengasihi satu dengan yang lain, tidak patut bagi saudara seiman saling menjelekan satu dengan yang lain di belakang, apalagi membuat rumor yang belum diketahui kepastiannya. Ingat, jika kita benar-benar mengasihi Allah, maka kita pun pasti mengasihi sesama kita (1 Yohanes 4:20–21).
3. Menjaga Hati
Amsal 4:23 berkata: “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.” Pemimpin tidak hanya menjaga jemaat, sebagaimana pemimpin itu harus bisa memimpin dirinya sendiri, demikian juga ia harus bisa menjaga dirinya sendiri. Banyak gembala jatuh bukan karena serangan luar, melainkan karena kelalaian menjaga hati: entah dalam hal kesombongan, kelelahan, atau kompromi moral.
Kelalaian yang ada di dalam hati itu hanya diketahui saat seorang pemimpin benar-benar hanya sendiri, karena tidak dapat dipungkiri juga, secara sadar atau tidak sadar pemimpin mendapatkan tuntutan untuk tampil “sempurna” di hadapan jemaat, sehingga bisa saja tekanan itu membuat kita para pemimpin justru membuat kamuflase, yang keasliannya hanya bisa diketahui oleh kita sendiri dan Tuhan, Sang Gembala Agung, karena itu semua timbul dari keotentikan hati kita.
4. Menjaga Arah Perjalanan
Gembala harus memastikan kawanan berjalan menuju Kristus, bukan sekadar sibuk dalam aktivitas. Gereja bisa penuh kegiatan, tetapi kehilangan arah jika Kristus bukan pusatnya. Menjaga arah berarti menolong jemaat tetap setia pada Injil, bukan terbuai oleh tren sesaat. Menjaga arah berarti harus memikirkan, apakah yang dilakukan, baik kegiatan dan program bahkan juga tema-tema pembahasan khotbah atau pendalaman iman ini, benar-benar untuk membangun jemaat atau justru membangun sesuatu yang lain. Misalkan saja, untuk membangun rasa peduli jemaat pada pendetanya, bisa saja ada maksud-maksud terselubung di balik pengajaran yang terlihat baik, ingat: baik tidak selalu benar.
D. Risiko Jika Pemimpin Tertidur
Alkitab memberi peringatan keras tentang bahaya kelalaian.
1. Domba Tercerai-berai
Yehezkiel 34:5–6 menggambarkan akibat tragis jika gembala tidak menjaga kawanan:
“Domba-dombaku berserakan, karena tidak ada gembala; mereka menjadi makanan bagi segala binatang di padang dan berserak-serak.”
Tanpa gembala yang waspada, kawanan menjadi rentan. Jemaat bisa terseret ajaran sesat, kehilangan arah, atau hancur oleh konflik internal dan juga tekanan dari luar.
2. Sejarah Kelam Gereja: Luka Karena Kelalaian
Banyak perpecahan dalam sejarah gereja terjadi bukan karena serangan luar, tetapi karena pemimpin atau gembalanya “tertidur,” tidak peka terhadap kebutuhan umat, tidak sigap menghadapi ajaran palsu, atau terjebak dalam perebutan kuasa.
3. Bahaya Rasa Puas Diri
Pemimpin yang merasa “gereja sudah baik-baik saja” bisa dengan mudah tertidur. Rasa puas diri adalah pintu masuk yang membuat kawanan perlahan-lahan melemah tanpa disadari. Rasa “nyaman” ini Adalah musuh utama seorang pemimpin, ini bukan berbicara tentang inovasi dan bergerak maju saja, tapi juga justru kenyamanan yang mematikan, karena membuat diri tidak mau lagi berkembang dan dampaknya seorang pemimpin yang tidak berkembang adalah jemaat juga jadi tidak dikembangkan. Puas diri juga membuat seorang gembala menjadi menurunkan rasa waspadanya karena dianggap sudah stabil dan semua sudah dalam kendali.
E. Spiritualitas Kewaspadaan: Menjadi Gembala yang Peka
Berjaga tidak sama dengan hidup dalam ketakutan. Seorang gembala sejati tidak curiga pada semua orang, melainkan peka karena kasih.
1. Doa dan Firman Sebagai Radar Rohani
Tanpa doa dan firman, kewaspadaan berubah menjadi kecemasan (paranoia). Tetapi ketika hati ditopang doa, kewaspadaan menjadi ketajaman rohani. Firman Allah adalah standar kebenaran, doa adalah nafas kekuatan. Maka dapat disimpulkan pula: tanpa doa, kewaspadaan menjadi cemas; tanpa firman, kewaspadaan kehilangan standar.
2. Kasih Sebagai Motivasi
Augustinus pernah berkata: “Kewaspadaan bukanlah ketakutan, melainkan kasih yang menjaga.” Seorang ibu berjaga atas anaknya bukan karena paranoid, tetapi karena cinta. Begitu pula gembala rohani, harus menjaga dengan kasih bukan dalam ketakutan berlebih sehingga mengekang jemaat dengan aturan-aturan yang sebenarnya juga tidak diperlukan untuk ada. Apalagi jika menegur jemaat karena melenceng dari harapan kita dengan kata-kata yang kasar dan melukai hatinya, lalu berdalih “saya memang seperti ini” maka perlu direnungkan, manakah yang benar: kasih yang Kristus ajarkan adalah perkataan yang melukai hati atau yang mengubah hati?
3. Yesus Sebagai Teladan
Yesus berjaga atas murid-murid-Nya. Ia tahu kelemahan mereka, tetapi tetap sabar. Ia tidak pernah tidur dalam hal kasih dan perhatian-Nya. Ia adalah Gembala yang baik yang tidak membiarkan satu domba pun hilang. Bahkan dalam Lukas 15:3-7, disitu Tuhan Yesus memberikan perumpamaan bahwa saat ada 1 domba hilang ditemukan, seluruh sorga bersorak-sorai, demikianlah gambaran sukacita Gembala Agung kita saat ada domba yang terus diperhatikan dan dicari saat tersesat, bukan dibiarkan begitu saja. Mari kita teladani Tuhan kita, sekalipun memang tidak mungkin kita dapat mengikuti Dia 100% tetapi keadaan ideal memang membuat para pemimpin sudah sepatutnya meneladani Kristus sekalipun dalam kelemahan.
Penutup: Berjaga dengan Kasih, Bukan dengan Kecurigaan
Anjing gembala tidak tertidur bukan karena takut kehilangan statusnya, tetapi karena cintanya kepada kawanan tuannya. Demikian pula pemimpin rohani. Kita dipanggil untuk berjaga bukan karena ingin mempertahankan status ataupun kekuasaan, tetapi karena kasih Kristus menggerakkan kita untuk memperhatikan kawanan domba-Nya.
1 Korintus 3:6–7 mengingatkan:
“Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan.”
Kewaspadaan kita adalah bagian dari ketaatan kita, bukan untuk membuktikan siapa kita, tetapi untuk memuliakan siapa Allah itu, karena pada akhirnya apapun yang kita usahakan, Tuhanlah yang memberikan perkembangan bagi jemaatNya.
Mari kita menutup refleksi ini dengan doa:
“Tuhan, Engkaulah Gembala Agung yang tidak pernah tidur. Engkau berjaga atas hidup kami dengan kasih yang tak pernah padam. Tolong kami, para pelayan-Mu, agar belajar berjaga dengan hati yang setia. Jauhkan kami dari kelalaian, dari rasa puas diri, dan dari kesombongan. Ajari kami untuk mendengar suara-Mu, melihat dengan mata-Mu, dan menjaga kawanan-Mu dengan kasih yang Engkau berikan. Amin.”
Handbook to be a Good Dog Shepherd bagian 1.B