Deuterokanonika[a] adalah istilah yang dipakai Gereja Katolik dan Gereja-Gereja Kristen Timur sejak abad ke-16 sebagai sebutan bagi kitab-kitab dan bagian-bagian tertentu dari Kitab Suci (Alkitab) Perjanjian Lama Kristen yang tidak menjadi bagian dari Alkitab Ibrani saat ini. Istilah ini digunakan untuk membedakan kitab-kitab dan bagian-bagian tertentu tersebut dari kitab-kitab protokanonika, yakni kitab-kitab yang menjadi bagian dari Alkitab Ibrani. Perbedaan ini sebelumnya menimbulkan perdebatan dalam Gereja perdana sehubungan dengan apakah kitab-kitab tersebut dapat digolongkan sebagai naskah-naskah kanonik. Istilah deuterokanonika digunakan sebagai suatu alasan kemudahan oleh Gereja Tewahedo Ortodoks Ethiopia dan Gereja lainnya untuk merujuk pada kitab-kitab Perjanjian Lama mereka yang bukan merupakan bagian dari Teks Masoret.

Kitab-kitab Deuterokanonika dianggap kanonik oleh Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, Gereja Ortodoks Oriental, dan Gereja di Timur (termasuk Gereja Asyur di Timur), tetapi dianggap nonkanonik oleh kebanyakan gereja dalam rumpun besar Kristen Protestan. Kata deuterokanonika berasal dari bahasa Yunani yang kira-kira berarti "termasuk kanon kedua".


Download Alkitab Deuterokanonika Untuk Pc


Download 🔥 https://bytlly.com/2y4QgM 🔥



Istilah deuterokanonika mula-mula dipakai untuk membedakan kitab-kitab tersebut dari kitab-kitab yang dianggap nonkanonik dan protokanonik, tetapi beberapa versi Alkitab memasukkan kitab-kitab Deuterokanonika maupun kitab-kitab nonkanonik ke dalam satu bagian tersendiri yang disebut "Apokrifa". Pengaturan semacam ini dapat menyebabkan terjadinya penyamaan dua istilah yang berbeda ("deuterokanonika" dan "apokrip"), karena istilah "deuterokanonika" tidak berarti "nonkanonik" (atau "apokrip").

Dalam Gereja Latin, sepanjang Abad Pertengahan, terdapat bukti adanya keraguan mengenai posisi kitab-kitab deuterokanonika. Ada pihak yang menyukainya, ada pihak lain yang tidak menyukainya sehubungan dengan tingkatan kesucian dan otoritasnya. Dalam kebimbangan mengenai kedua hal tersebut, ada sejumlah penulis yang penghormatannya terhadap kitab-kitab ini lebih didasari pada beberapa kebingungan dibanding kedudukan sebenarnya dari semua kitab tersebut, dan di antara mereka adalah St. Thomas Aquinas. Ada sedikit yang mengakui secara tegas kanonisitas kitab-kitab itu. Posisi yang dominan di kalangan penulis abad pertengahan dari Barat pada hakikatnya merupakan sikap para Bapa Gereja Yunani itu. Penyebab utama fenomena ini di Barat mungkin merupakan pengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung, dari Prologus Galeatus karya St. Hieronimus yang tampak melemahkan kitab-kitab tersebut.[15]

Flavius Yosefus, seorang sejarawan Yahudi, mengatakan bahwa ada 22 kitab dalam kanon Alkitab Ibrani,[25] suatu tradisi Yahudi yang juga dilaporkan oleh Uskup Athanasius. Namun Kitab Barukh dan Surat Nabi Yeremia termasuk dalam daftar 22 kitab Perjanjian Lama Athanasius. Pada saat yang sama ia menyebutkan bahwa kitab-kitab tertentu lainnya (termasuk 5 kitab deuterokanonika, Didache, dan Gembala Hermas) walaupun tidak termasuk kanon Perjanjian Baru, "ditetapkan oleh para Bapa Gereja untuk dibaca". Ia sepenuhnya mengabaikan apa yang ia sebut "tulisan-tulisan apokrif".[26]

Hieronimus dalam prolog-prolog Vulgata[27] menguraikan suatu kanon tanpa kitab-kitab deuterokanonika, mungkin selain Kitab Barukh. Dalam Prolog-prolog, Hieronimus menyebutkan semua karya deuterokanonika dan apokrif sebagai kitab-kitab apokrif atau "tidak terdapat dalam kanon" kecuali kitab Doa Manasye dan Barukh. Dia menyebutkan kitab Barukh dalam Prolog Kitab Yeremia Diarsipkan 2013-12-31 di Wayback Machine. dan memberi catatan bahwa kitab itu tidak dibaca maupun dimiliki umat Ibrani, tetapi tidak secara eksplisit menyebutnya apokrif atau "tidak terdapat dalam kanon".[28] Beberapa kalangan menganggap bahwa status yang lebih rendah dikenakan pada kitab-kitab deuterokanonika oleh pihak otoritas seperti Hieronimus karena konsepsi kanonisitas yang terlalu kaku, suatu kitab agar dapat memperoleh martabat tertinggi ini harus diterima oleh semua kalangan, tidak ada kesangsian seturut sejarah kuno Yahudi, dan terlebih lagi tidak hanya diadaptasikan untuk kemajuan rohani, tetapi juga untuk "penegasan doktrin Gereja".[2]

Di luar Gereja Katolik Roma, istilah "deuterokanonika" kadang-kadang digunakan sebagai analogi untuk menyebut kitab-kitab yang dimasukkan dalam Perjanjian Lama oleh Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Ortodoks Oriental, tetapi tidak menjadi bagian dari Tanakh Yahudi, ataupun Perjanjian Lama Protestan. Di kalangan Ortodoks, istilah ini diartikan bahwa kitab-kitab tersebut disusun secara terpisah dari kanon utama, seperti yang dijelaskan dalam 2 Esdras, di mana Esdras memerintahkan untuk menyimpan kitab-kitab tertentu secara terpisah dan tersembunyi.

Ada tumpang tindih antara bagian apokrifa dalam Alkitab King James yang asli tahun 1611 dengan deuterokanon Katolik, tetapi keduanya berbeda. Bagian apokrifa Alkitab King James 1611, selain kitab-kitab deuterokanonika, meliputi pula tiga kitab berikut yang tidak dinyatakan kanonik oleh Konsili Trente:

Ketiga kitab tersebut sendiri merupakan bagian apokrifa dari Vulgata Clementina, di mana ketiganya secara spesifik disebut "di luar rangkaian kanon". Alkitab Douay-Rheims tahun 1609 memasukkan ketiga kitab ini dalam sebuah lampiran, tetapi ketiganya sudah tidak dimasukkan dalam terjemahan Alkitab Katolik sekarang ini ke dalam bahasa Inggris maupun Indonesia. Ketiga kitab ini, bersamaan dengan kitab-kitab deuterokanonika, terdapat dalam bagian apokrif berbagai Alkitab Protestan.

Penggunaan kata apokrifa (Bahasa Yunani: tersembunyi) untuk naskah-naskah tersebut, meskipun tanpa maksud menghina, diartikan sebagian pihak bahwa tulisan-tulisan yang dipertanyakan tersebut tidak boleh dimasukkan ke dalam Kanon Alkitab. Klasifikasi ini mengelompokkan kitab-kitab tersebut bersama dengan kitab injil non-kanonik tertentu dan kitab-kitab apokrif Perjanjian Baru yang lain. Style Manual for the Society of Biblical Literature merekomendasikan penggunaan istilah "literatur deuterokanonika", bukannya "Apokrifa", dalam tulisan akademis.

Bacaan-bacaan dari kitab deuterokanonika saat ini dimasukkan dalam sebagian besar leksionari modern dalam Komuni Anglikan, berdasarkan pada Revised Common Lectionary (yakni berdasarkan pada leksionari Katolik Roma pasca Konsili Vatikan II), kendati bacaan alternatifnya dari kitab protokanonik disediakan juga.[40]

Pengakuan Iman Westminster, sebuah dokumen Calvinis yang berperan sebagai suatu ringkasan sistematis untuk Gereja Skotlandia dan Gereja Presbiterian di seluruh dunia, hanya mengakui 66 kitab dari kanon Protestan sebagai Kitab Suci yang otentik. Dalam Bab I Pasal III dari Pengakuan Iman tersebut tertulis: "Kitab-kitab yang umumnya disebut Apokrifa, yang bukan merupakan ilham ilahi, bukanlah bagian dari Kanon Alkitab, dan karenanya, tidak memiliki otoritas dalam Gereja Tuhan, dan juga tidak boleh disetujui, atau dimanfaatkan, selain sebagai tulisan manusia biasa."[41]

Istilah deuterokanonika kadang-kadang digunakan untuk menyebut antilegomena yang kanonik, yakni kitab-kitab Perjanjian Baru yang, seperti kitab-kitab deuterokanonika Perjanjian lama, tidak diterima secara universal oleh Gereja perdana. Kitab-kitab ini dapat saja disebut "deuterokanonika Perjanjian Baru",[23] saat ini termasuk dalam ke-27 kitab Perjanjian Baru yang diakui oleh hampir semua umat Kristiani. Kitab-kitab deuterokanonika Perjanjian Baru adalah sebagai berikut:

Deuterokanonik [a] ialah istilah yang digunakan oleh Gereja Katolik dan Gereja-gereja Kristian Timur sejak abad ke-16 untuk menunjuk buku dan bahagian tertentu dari Kitab Perjanjian Lama Kristian yang bukan sebahagian daripada Alkitab Ibrani hari ini. . Istilah ini digunakan untuk membezakan buku dan bahagian tertentu daripada buku protokanonik, iaitu buku yang merupakan sebahagian daripada Bible Ibrani. Perbezaan ini sebelum ini telah menimbulkan perdebatan dalam Gereja awal sama ada buku-buku ini boleh diklasifikasikan sebagai teks kanonik . Istilah deuterokanonik digunakan sebagai alasan kemudahan oleh Gereja Tewahedo Ortodoks Ethiopia dan Gereja lain untuk merujuk kepada buku Perjanjian Lama mereka yang bukan sebahagian daripada Teks Masoretik .

Istilah deuterokanonik pada asalnya digunakan untuk membezakan buku-buku ini daripada buku-buku yang dianggap bukan kanonik dan protokanonik, tetapi beberapa versi Alkitab termasuk buku-buku Deuterokanonik serta buku-buku bukan kanonik ke dalam bahagian berasingan yang dipanggil " Apokrif ". Susunan sedemikian boleh membawa kepada gabungan dua istilah yang berbeza ("deuterokanonik" dan "apokrifa"), kerana istilah "deuterokanonik" tidak bermaksud "bukan kanonik" (atau "apokrifa").

Liputan6.com, Jakarta Contoh doa umat Katolik untuk lingkungan biasanya dipanjatkan untuk memohon perlindungan, pemulihan, dan kepedulian terhadap lingkungan alam yang diciptakan oleh Tuhan. Doa-doa ini mencerminkan kekhawatiran dan tanggung jawab umat Katolik, terhadap kelestarian ciptaan Tuhan serta kesadaran akan peran mereka sebagai penjaga bumi.

Contoh doa umat Katolik untuk lingkungan mencakup elemen-elemen, seperti permohonan bimbingan dan kebijaksanaan dalam mengelola sumber daya alam, keadilan sosial bagi mereka yang miskin dan rentan, kesadaran akan dosa dan kerusakan lingkungan, permohonan perlindungan dari bencana alam, kepekaan terhadap keindahan alam, serta upaya untuk hidup secara harmonis dengan ciptaan Tuhan.

Contoh doa umat Katolik untuk lingkungan cukup sederhana, di mana akan menghubungkan diri dengan Tuhan, memohon pertolongan-Nya dalam menjaga dan merawat lingkungan, serta mendapatkan kekuatan dan inspirasi untuk berperan aktif dalam perlindungan alam.

"Lalu Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakannya dan memeliharanya." Ayat ini menunjukkan tanggung jawab manusia untuk mengelola dan merawat ciptaan Tuhan dengan baik. e24fc04721

noisefit sync app download

t-shirt video template - after effects project free download

horror movie

download crime simulator mod apk

ublock origin app download