Chapter 80

"Pangeran."

"Aku juga seorang pangeran."

"aku juga."

Orang-orang yang duduk mengelilingi meja luas itu saling berteriak, Lisa mendengar keributan saat dia masuk ke kamar dan mendecakkan lidahnya.

Semua orang suka berjudi, sehingga jika mereka bukan pelayan, mereka semua akan menjadi pemain kartu di kota, tapi mereka terjebak dengan apa yang mereka miliki. Itu benar-benar akhir dunia ketika mereka harus mengungkapkan pemenang dan pecundang dari pertarungan pasangan suami istri.

"Hei, Lisa, bagaimana denganmu?" Seorang pelayan bertanya pada Lisa dengan wajah cerah.

Sudah hampir seminggu sejak pertarungan mengerikan pertama antara Grand Duke dan Duchess dan dalam minggu itu, mereka tidak pernah berbicara satu sama lain sekalipun.

Lisa mengerutkan kening saat dia mendekati meja. Semua orang di sini bertaruh pada sang pangeran, Lisa tidak bermaksud untuk bertaruh, dia adalah orang yang menghargai diri sendiri, tetapi pada saat yang sama, dia ingin menunjukkan dukungan untuk kekasih lamanya.

"Saya bertaruh untuk Grand Duchess." sela Lisa, ia merasa tidak enak karena melakukan hal ini, namun ia tidak bisa melihat Erna diabaikan begitu saja.

Para pelayan lainnya menunjukkan pandangan simpatik pada Lisa, ketika namanya ditambahkan di bawah Erna, yang sampai saat itu masih kosong. Lisa belum sempat berkata apa-apa ketika bel panggilan kamar Grand Duchess berbunyi.

"Tidakkah menurutmu kamu harus istirahat?" kata Lisa.

Kulit Erna mengkhawatirkan. Selama beberapa hari terakhir, sepertinya kesehatannya memburuk, namun Erna bersikap seolah tidak ada yang salah. Selain terlihat pucat, lebih pucat dari biasanya, dia tidak terlihat seperti orang yang baru saja mengosongkan perutnya.

"Aku baik-baik saja, Lisa, aku sedang istirahat."

"Aku tidak yakin ini termasuk istirahat," Lisa menambahkan, wajahnya penuh kekhawatiran.

Di sekeliling meja tempat Erna bekerja, potongan-potongan kain berserakan dan setengah terpotong. Erna sibuk menggunting dan menilai dari bentuk pola kelopak yang dipotongnya, dia sedang membuat bunga mawar.

"Karena pikiranku kemana-mana saat aku istirahat, aku harus tetap sibuk agar pikiranku bisa istirahat," Erna tersenyum pada Lisa, namun tidak mengalihkan pandangannya dari kain.

Lisa memandangi tumpukan korsase yang sudah jadi, meja yang dipenuhi kelopak bunga dan senyum tipis di wajah Erna. Dia mungkin wanita mungil, tapi dia memiliki semangat terkuat. Jelas sekali bahwa gagasannya tentang istirahat sangat berbeda dari kebanyakan orang.

Erna meletakkan guntingnya dan mengusap jari merahnya. Kemudian, setelah menyesap teh hangat, dia mengambil gunting dan melanjutkan pekerjaannya. Lisa tidak bisa berbuat apa-apa selain membantu. Membersihkan bahan-bahan yang terbuang dan membawa kain segar. Rasanya seperti saat Erna membuat korsase untuk mengumpulkan uang guna melunasi hutang.

"Yang Mulia, jika kita menjual ini kembali kepada Tuan Pent... ah, Anda tidak bisa."

Kegembiraan itu segera sirna saat dia mengambil seikat korsase warna-warni. Sangat mustahil bagi Grand Duchess untuk menjual bunga buatan ke department store.

Saat itu, mereka berada dalam situasi di mana mereka membutuhkan uang, namun kini dia terkenal sebagai Grand Duchess of Lechen, hal itu mungkin dianggap tidak pantas. Mereka bisa saja menjual korsase itu dengan nama samaran, tapi jika ada yang mengetahuinya, Grand Duchess punya cukup banyak skandal yang perlu dikhawatirkan.

"Mengapa kamu tidak memberikannya kepada pelayan?" kata Erna penuh semangat.

"Mengapa? Yang mereka lakukan hanyalah bergosip di belakang Anda."

Korsase itu indah dan didambakan banyak orang. Lisa ingat betul wajah Pak Pent saat mengetahui Erna tidak lagi menyediakannya.

"Benda berharga ini," Lisa membantu mengambil korsase mawar yang baru saja selesai dibuat Erna, "berapa banyak uang yang akan kamu dapat jika menjual ini?"

"Kami tidak bisa menjualnya, tapi, mengapa para pelayan membencinya?"

"Yah, mereka tidak akan melakukannya, tapi mengapa kamu ingin memberikannya kepada orang-orang yang hanya bergosip tentangmu?"

"Kita bisa memberikannya kepada mereka sebagai hadiah, Lisa, agar mereka bisa menyadari kalau aku orang baik, setidaknya sedikit."

Lisa merasa hanya jawaban-jawaban sinis yang muncul ke permukaan, namun tidak tega mengatakannya dengan lantang dan hanya mengangguk ke arah Grand Duchess sambil tersenyum. Siapa pun yang tidak terpesona oleh senyumannya adalah orang-orang jahat, terutama Pangeran Jamur Racun.

"Maukah kamu memberikan hadiah kepada pangeran juga?"

Meskipun dia sangat ingin keduanya bisa akur lebih dari siapa pun, Lisa juga ingin Erna memenangkan pertarungan ini. Sedih rasanya berada dalam posisi cinta yang tak terkendali pada seorang pria, namun sebal karena kalah dalam pertarungan pertama.

"Apa itu tadi, Lisa?"

Erna begitu asyik dengan bunganya, hampir tertelungkup di atas meja, menatap pelayannya, menunggunya mengucapkan kata-kata sebal itu lagi.

Meski sempat bertengkar karena tak kuasa lagi menahan perasaan, namun Erna tak menginginkan hal tersebut. Pada hari pertama, dia merasa lega, pada hari kedua dia menjadi khawatir dan pada hari ketiga, dia perlahan membuka pintu kamarnya. Seandainya Bjorn ada di sana, dia siap berpura-pura bahwa dia menang, tapi sekali lagi dia menunjukkan wajah aslinya dan menghilang.

Bjorn tidak pernah mencari Erna.

Dia tidur, makan sendirian, pergi keluar sendirian dan semua yang dia lakukan, dia bertingkah seolah dia tidak punya istri di rumah. Dia bertingkah seolah dia tidak akan pernah melihat wajahnya lagi. Hubungan mereka terhenti seperti ini selama seminggu lebih, Erna yang harga dirinya telah tersakiti, membalas dengan sia-sia. Istana yang terlalu luas memudahkan pasangan untuk mengabaikan dan menghindari satu sama lain.

Erna menyesap tehnya sambil mulai merasa mual lagi. Dia mengumpulkan korsase yang sudah jadi. Mawar, Bunga Sakura, Bunga Lili Lembah dan bunga jeruk. Bunganya hampir mekar karena diganggu.

Lisa mulai meracik bunganya. Erna jauh lebih baik dalam membuat bunga artifisial, tetapi Lisa lebih baik dalam menganyamnya.

"Semakin aku memikirkannya, itu semakin sia-sia. Ini adalah beberapa korsase terbaik yang pernah Anda buat."

Sambil mengeluh, Lisa dengan hati-hati memberikan hadiah untuk pelayan lainnya. Bunga yang tersisa juga menghiasi topi Erna.

Saat dia mencoba topi itu, Nyonya Fitz mengambilnya. Menatap orang-orang yang masih gugup seperti anak-anak yang ketahuan melakukan hal buruk, dia mulai melaporkan tanpa banyak teguran.

"Keluarga Kerajaan akan tiba di Istana Schuber dalam tiga hari, sebelum upacara pembukaan. Saya mendapat telepon dari istana yang mengatakan bahwa Anda tidak perlu mempersiapkan pertemuan terpisah untuk hari itu. Ini adalah kehendak Yang Mulia Ratu bahwa jumlah itu akan cukup untuk membuat keluarga berkumpul saat makan malam."

"Ah iya, kalau begitu siapkan jamuan makan malam untuk hari itu sesuai keinginan Yang Mulia," kata Erna dengan tenang.

Bersama Raja dan Ratu, pasangan itu memiliki lima anak, Putri Louise dan suaminya serta anak-anak mereka yang masih kecil. Menambahkan Erna ke dalam campurannya, keluarga akan dengan mudah memenuhi meja ruang makan.

"Ini daftar tamu terakhir, silakan dicek," kata Bu Fitz.

Keluarga Kerajaan, termasuk Raja dan Ratu, akan menginap di Istana Schuber untuk upacara pembukaan World Expo. Jika bukan karena ulang tahun pangeran kembar hanya beberapa hari sebelum upacara pembukaan, mereka mungkin akan pergi ke tempat lain, tetapi untuk saat ini, perjamuan berada di bawah yurisdiksi Erna, sebagai nyonya rumah Istana. Dia gugup.

Erna memeriksa daftarnya dengan sangat hati-hati dan melanjutkan untuk mendiskusikan beberapa hal lagi. Tepat ketika Nyonya Fitz hendak pergi, rasa mual kembali menyerang Erna.

"Maaf, Nyonya Fitz, akhir-akhir ini aku merasa mual."

"Saya akan memanggil dokter," kata Nyonya Fitz.

"Enggak usah, aku ada obat kram perut," sambil menggeleng, Lisa sudah menyiapkan obatnya.

"Jangan minum obat itu," desak Bu Fitz, "Saya akan meminta dokter untuk memeriksakan Anda dengan benar, mungkin itu hanya gejala sakit perut, tapi bukankah Anda melewatkan menstruasi bulan ini?"

"Wah, siklus? Oh..." Erna memerah karena malu.

Pikiran Erna tiba-tiba berpacu.

Nyonya Fitz menoleh ke arah Lisa, yang mati-matian berusaha menahan keinginan untuk melompat-lompat dan menghentakkan kakinya.

"Pergilah ke kantor pengurus rumah tangga dan suruh dia memanggil dokter, sekarang, Lisa."

*.·:·.✧.·:·.*

Suara tapak kuda yang kuat bergema di sepanjang jalan, dipenuhi dengan pertumbuhan musim semi yang baru mekar penuh. Kuku-kuku itu berhenti hanya ketika mencapai ujung hutan dan menghadap ke Teluk Schuber. Surainya berkibar dan berkibar tertiup angin laut yang segar.

Bjorn turun dari kudanya, melepas topi berkudanya dan menghirup udara sejuk. Laut yang tenang berkilauan terang dengan cahaya matahari. Itu adalah hari yang indah dan presentasi musim semi yang sempurna. Awan kapas tebal menggantung di langit biru yang biru. Tercium aroma manis bunga, dengungan pelan lebah yang sibuk, dan kicauan burung kutilang. Bjorn menertawakan kenyataan bahwa beberapa orang tidak menyukai musim semi.

Cuacanya mirip Erna. Ketika dia bangun di pagi hari dan pergi ke balkon, pertama kali dia memikirkan hal itu, awal dari hari sial.

Ketika sumpah serapah itu mereda, Bjorn kembali ke atas kudanya. Ketika dia menghapus pikiran wanita itu, harinya kembali tenang tanpa beban. Berkat dia, dia menjadi lebih menikmati berkendara. Dia tidak akan rugi apa-apa.

Dua hari yang lalu, dia bertemu dengan Erna yang sedang berjalan-jalan dengan pembantunya. Bahkan ketika mata mereka bertemu, dia tidak berbalik dan dia masih tidak bisa memaafkan. Dia hanya mengangkat payungnya untuk menghalangi pandangan mereka satu sama lain dan terus berjalan.

Dia melewatinya, renda dan pita berkibar tertiup angin seolah mencoba menggodanya. Bjorn duduk di atas kuda untuk waktu yang lama, tidak bergerak dan hanya memegang erat kekangnya.

Bjorn menggelengkan kepalanya dan menghapus kenangan buruk itu saat dia memasuki taman. Ketika sampai di depan pintu kediaman Grand Duke, para pelayan bergegas keluar untuk menyambutnya.

"Yang Mulia, ini Grand Duchess, pemeriksaan kesehatan telah selesai, Anda harus menemuinya."

"Pemeriksaan kesehatan?"

Bjorn mengerutkan kening melihat seringai bodoh di wajah pelayan itu, dia dengan cepat menjadi kesal dengan situasi ini dan ketika dia hendak berbicara.

"Selamat, Yang Mulia, Anda akan segera menjadi seorang ayah."