Nanokatalis Inovatif untuk Hidrogen
Indonesia memiliki cadangan gas alam di Kepulauan Natuna Timur sebesar 46 TSCF. Namun, kandungan CO2 yang sangat tinggi, yakni mencapai 70%-v, membuat teknologi untuk mengolah gas alam tersebut belum bisa diimplementasikan dengan mudah. Beberapa tantangan yang perlu dijawab dalam mengembangkan teknologi katalis untuk mengolah gas alam Natuna adalah potensi terbentuknya karbon yang dapat menutupi permukaan pusat aktif katalis dan menghambat alir gas di dalam reaktor. Hal ini dapat berdampak pada penurunan produktivitas hidrogen dan mematikan operasi reaktor. Penelitian ini mengkaji pengembangan nanokatalis dalam 2 unit reaktor yang sesuai dengan bidang tematik nanoteknologi masing-masing. Reaktor pertama dirancang untuk mengubah gas alam Natuna yang mempunyai kandungan CO2 mencapai 70%-v melalui proses reformasi kering (dry reforming) untuk menghasilkan hidrogen menggunakan nanokatalis berbasis Ni. Selanjutnya, reaktor kedua dirancang untuk meningkatkan produktivitas hidrogen menggunakan nanokatalis berbasis Cu melalui reaksi penggeseran gas air (water gas shift reaction). Untuk lebih mendorong reaksi bergeser ke arah produk, hidrogen akan dipisahkan menggunakan membran berbasis Pd.
Di dalam penelitian ini, desain struktur nanokatalis yang kreatif dan inovatif dikembangkan untuk mengatasi persoalan katalitik dalam reformasi kering dan reaksi penggeseran uap air, dan persoalan penjumputan hidrogen. Nanokatalis merupakan salah satu jenis katalis yang dibuat dari bahan nanopartikel yang strukturnya direkayasa pada skala nanometer (1–100 nm).
Mengapa Hidrogen?
Hidrogen diharapkan sebagai salah satu kontributor transisi energi dan memiliki peran penting dalam dekarbonisasi sistem energi global.
Terdapat 4 alasan:
Tidak menghasilkan emisi CO2 secara langsung
Densitas energi yang tinggi (sekitar 120 MJ/kg (2,5x lebih tinggi dibandung gas alam))
Berlimpah dan serbaguna (unsur paling melimpah di alam, namun tidak tersedia dalam bentuk bebas)
Potensi penyimpanan:
Energi terbarukan (e.g. tenaga surya, angin) cenderung berfluktuasi; sedangkan hidrogen terbukti sebagai penyedia penyimpanan yang efektif/tidak terputus-putus.
Mengubah energi terbarukan menjadi hidrogen melalui elektrolisis memungkinkannya disimpan lama, sekaligus menstabilkan jaringan energi.